PENUTUP A. Fenomena Sosial dalam Puisi "Pesan Uang" dan "Bercukur Sebelum Tidur" Karya Joko Pinurbo dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
„simbol-simbol‟ yang mengacu pada benda-benda yang sering digunakan sehari- hari oleh hampir setiap orang seperti telepon genggam, sarung, ranjang dan lain-
lain. Joko Pinurbo bahkan juga memasukkan anggota badan seperti mata, kepala, wajah, bibir dan lain-lainnya sebagai simbol dalam puisi-puisinya. Oleh karena
itu, Joko Pinurbo dianggap mencipta suatu gaya berpuisi yang ringan, renyah akan tetapi tidak kehilangan simbolisme dan daya harunya.
Pada dasarnya puisi-puisi Joko Pinurbo tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi puisi lirik. Ia hanya mencoba mengembangkan gaya berpuisinya agar lebih
naratif supaya tidak terlalu dikuasai oleh tradisi puisi lirik
3
. Mengenai diksi, Joko Pinurbo memilih kosa kata yang sederhana bahkan sering dipakai dalam bahasa
keseharian, yang biasanya tidak digunakan dalam bahasa puisi sehingga sebelum mulai memahami isinya, pembaca akan merasa bahwa puisi-puisi Joko Pinurbo
sangat ringan. Goenawan Mohamad pernah berujar bahwa seorang penulis percaya betul
bahwa kata-kata, begitu ia lahir dari dirinya, akan punya dampak. Dalam batas tertentu, ia bisa dikatakan sebuah sosok yang heroik: ia yakin ada daya dunia
verbal dalam dan dari dirinya, dan ia juga bersedia menanggung sendiri ongkos yang timbul setelah itu.
4
Joko Pinurbo mengerjakan proyek yang demikian lewat puisinya dengan muatan yang bersifat responsif atas apa yang terjadi di
sekitarnya, mengemasnya dan merefleksikannya ke dalam bentuk puisi-puisinya. Dalam puisi-puisinya, Joko Pinurbo mengikatkan bentuk maupun tematiknya
pada narasi besar soal hubungan manusia. Joko Pinurbo melihat perilaku manusia melalui hubungan anak-ibu, anak-ayah, serta anak-ibu-ayah. Joko Pinurbo pun
memainkan banyak metafor untuk membolak-balik pola hubungan itu, bisa sebagai hubungan individu dengan Tuhan, warga negara dan negara, dan lainnya.
Sementara itu Subagio Sastrowardoyo berpendapat bahwa di dalam sajak terjadi pengentalan pikiran dan pengalaman, yang pada dasarnya berciri
kesimpulan-kesimpulan filsafat. Kecenderungan berfilsafat itu terdapat pada sajak
3
Jika pada puisi naratif, penyair lebih objektif dengan bahan ceritanya, maka pada puisi lirik, puisi berisi ungkapan pikiran dan perasaan penyairnya. Lebih jauh Soemardjo berpendapat bahwa
puisi lirik dapat dikatakan otobiografi batin penyair. Lihat Jakob Soemardjo : 1984
4
Goenawan Mohamad, Catatan Pingggir 6, Jakarta: Pusat Data Tempo, 2006, h.19.
yang bagaimana pun sederhananya.
5
Hal inilah yang tampak pada gaya berpuisi Joko Pinurbo, dengan menulis sebuah puisi yang sederhana namun memuat
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Apa yang terjadi dalam praktik-praktik sosial berdampak bagi kepenyairan Joko Pinurbo, yaitu fenomena-fenomena sosial yang disaksikan, dirasa, dan
dialaminya. Apa-apa yang digambarkan dalam puisi-puisinya membicarakan yang telah dan sedang berlangsung dalam tatanan masyarakat kita, dari sinilah karya
sastra menjadi faktual, paling tidak aktual, untuk menggambarkan situasi yang benar-benar membutuhkan semacam respon bagi khalayak untuk dijadikan bahan
refleksi terhadap realitas. Pembahasan puisi Joko Pinurbo secara formal dan sosiologis merupakan
bentuk apresiasi dan kritik terhadap karya sastra. Hingga kini, pembahasan puisi secara mendalam lebih banyak dilakukan di media massa yang cenderung
menyajikan secara popular dan kurang menyentuh kebutuhan di sekolah. Berdasarkan alasan-alasan di atas, penelitian ini akan berfokus pada dua puisi
karya Joko Pinurbo yaitu, Pesan Uang dan Bercukur Sebelum Tidur dalam buku kumpulan puisi Celana Pacar kecilku Di Bawah Kibaran Sarung Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007, sebagai rekaman fenomena sosial yang terjadi di kehidupan bermasyarakat. Di dalam kedua puisi tersebut berisi metafora-metafora
sederhana yang dituliskan dalam bentuk naratif dan memiliki kebebasan dari bentuk, rima dan diksi yang dipilih.
Puisi-puisi Joko Pinurbo dianggap sangat ringan ketimbang puisi dengan lirik- lirik yang rumit, namun, tetap sarat akan misteri dan kedalaman dalam merespon
gejala-gejala sosial yang tengah terjadi di kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini akan mensejajarkan fenomena yang ada dalam masyarakat
dengan dua puisinya, yaitu Pesan Uang dan Bercukur Sebelum Tidur dengan menggunakan
tinjauan sosiologi
sastra serta
mengimplikasikannya dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
5
Subagio Sastrowardoyo, Pengarang Modern Sebagai Manusia Perbatasan , Jakarta:Balai Pustaka, 1989, h.109.