Prosedur Penelitian Metode Penelitian
                                                                                tidak  indah  suatu  karya  dan  c  keindahan  sederhana,  yang  terbatas  pada  panca indera.
4
Puisi  merupakan  semacam  proses  dan  hasil  dialektika,  dan  hal  ini  ternyata dapat  merujuk  pada  pernyataan  Acep  Zamzam  Noor,
“sebuah  puisi  pasti  memiliki inti  persoalan,  meskipun  puisi  itu  berbicara  tentang  banyak  hal,  misalnya.”
5
Semua hal  yang  disinggung  dalam  sebuah  puisi  harus  melalui  proses  menuju  pada  inti
persoalan,  semacam  memperkuat  inti  persoalan. Jika  sebuah  puisi  bicara  langsung  pada  inti  persoalan,  tanpa  proses,  tanpa
tahapan-tahapan,  tanpa  gambaran-gambaran  pendukung,  maka  hasilnya  akan terasa  kering,  „kurang  greget‟  dan  tidak  menunjukkan  kekayaan  makna.  Akan
tetapi,  jika  sebuah  puisi  telah  menemukan  tema  atau  inti  persoalan  maka  semua gambaran  pendukung  yang  disajikan  penyair  akan  makin  jelas  fungsinya  dalam
keseluruhan  bangunan  puisi.
6
Imajinasi  lahir  dari  intuisi  penyairnya  yang  muncul  dari  totalitas  diri  atau pribadi  seorang  penyair,  dan  tanpa  totalitas  itu  tadi  maka  intuisi  tak  akan  pernah
muncul.  Itulah  sebabnya  puisi  yang  dapat  dipercaya  bersumber  pada  totalitas  hidup penyairnya.  Pada  waktu  ia  sedang  menciptakan  puisinya,  dalam  waktu  yang
bersamaan  puisi  itu  memuat  sebuah  momentum,  situasi  dan  kondisi  yang  mewakili keadaan  ketika  puisi  itu  diciptakan  sehingga  seseorang  yang  membaca  puisi  itu
seakan-akan  melihat,  mendengar,  merasakan  bahkan  ikut  terlibat  pada  suatu kondisi  atau  peristiwa  yang  digambarkan  lewat  puisi  tersebut.
Hal  di  atas  ternyata  senada  dengan  apa  yang  dikemukakan  Emha  Ainun  Najib. Ia  berpendapat  bahwa  membaca  puisi  adalah  memasuki  suatu  kelangsungan
pengalaman  rohani  yang  tidak  hanya  memerlukan  kerja  pikirannya,  tapi  juga  hati dan  perasaan,  yang  sedianya  dilengkapi  oleh  kemampuan  imajinatif  dan  kepekaan
4
Suwardi  Endaswara,  Metodologi  Penelitian  Sastra, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama, 2004,  h.68.
5
Acep Zamzam Noor, Puisi dan Bulu Kuduk : Perihal Apresiasi dan Kreatif, Bandung: Penerbit Nuansa, 2011,  h.24.
6
Ibid.
intuitif.
7
Ini  berarti  puisi  dimulai  dengan  daya  imajinatif  dan  intuitif.    Mereka  yang mencipta  dengan  sungguh-sungguh  tahu  bahwa  dalam  kesenian  terdapat  semacam
komunikasi  atau  bahkan  sebuah  dialektika  antara  manusia  dengan  realita  sosial yang  melingkupinya  dan tak akan pernah  selesai.
Usaha  untuk  menghidupkan  gejala-gejala  sosial  agar  mencapai  realitas  yang tergambar  sebagai  puisi,  hanya  mungkin  terjadi  ketika  penyairnya  cermat  dan
hemat  kata-kata,  jeli  dan  hati-hati  mengamati  gejala  alam  dan  yang  terpenting ditopangdengan  penguasaan  berpuisi  yang  baik.  Tanpa  kesediaan  dan  kesanggupan
atas  itu  semua,  daya  intuitif  penyair  akan  „mandeg‟,  ia  tak  pernah  dapat menyelesaikan  proses  penciptaan  puisi.  Hal  ini  sejalan  dengan  pendapat  penyair
Linus:  “Oleh  penguasaan  teknik  berpuisi  yang  sudah  matang,  kata-kata  sederhana itu  pun  punya  tenaga  keindahan  dan  khas.  Salah  satu  tugas  penyair  memang
memberi  tenaga  dan  jiwa  pada  kata-kata.  Tanpa  ambil  peran  itu,  dia  akan  menulis esai dan bukan puisi.”
8
Singkatnya,  puisi  di  sini  juga  boleh  diartikan  sebagai  karya  sastra  hasil refleksi  dari  kejadian-kejadian  yang  ada  di  tengah  masyarakat.  Realita  yang  terjadi
di  tengah  masyarakat  tersebut  kemudian  dituangkan  oleh  penyair  berdasarkan  alam imajinasinya  kedalam  bentuk  puisi.  Dengan  demikian  sebuah  puisi  dapat
memberikan  alternatif  untuk  menggambarkan  situasi  yang  terjadi  dalam  arus masyarakat,  pembaca  diharapkan  mendapat  manfaat  dari  sebuah  karya  sastra  yang
dibacanya.
7
Emha  Ainun Najib,  Budaya Tanding, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  1995,  h.131.
8
Linus  Suryadi  AG,  Dibalik   Sejumlah  Nama,  Sebuah  Tinjauan  Puisi -puisi  Indonesia Modern, Yogyakarta:  Gadjah  Mada University Press, 1989  , h.111.
                                            
                