Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
b. Konsep sosial bahwa perempuan adalah milik dan tergantung pada perlindungannya yang laki-laki, seperti ayah, suami, anak lelaki, dll.
Atas dasar itu perempuan perempuan menjadi sangat rentan terhadap kekerasan domestik.
c. Dalam situasi yang penuh dengan kekerasan seperti konflik, kerusuhan dan perang, perempuan menjadi sasaran kekerasan yang lebih ganas
sehubungan dengan objektifitas dan subordinasi seksualitas perempuan serta konsep pemilikan perempuan oleh laki-laki.
6
Biasanya kekerasan
terhadap perempuan
dapat berbentuk
pemerkosaan, pemukulan atau serangan fisik dalam rumah tangga, penyiksaan organ alat kelamin, prostitusi, pornografi, kekerasan dalam bentuk pemaksaan
sterilisasi dalam Keluarga Berencana KB, serta anggapan bahwa perempuan memiliki beban kerja ganda dalam keluarga.
7
Kenyataan yang terjadi saat ini kaum laki-laki menganggap perempuan itu sebagai makhluk yang lemah dan tidak memiliki hak lebih dari mereka.
Padahal di dalam islam tindak kekerasan itu sangat dilarang dan diharamkan, apalagi kekerasan yang banyak dilakukan terhadap perempuan dan anak.
Karena sesungguhnya perempuan itu memiliki hak-hak yang sama dengan laki- laki di mata Allah, seperti halnya penjelasan yang terdapat dalam surat at-
Tahrim ayat 11 yang berbunyi:
َﻠﱢﻟ ًﻼَﺜ َ ﻣ ُﷲا َ ب َ ﺮَﺿَ و ْﺖَﻟﺎَﻗ ْذِا َن ْ ﻮَﻋ ْ ﺮِﻓ َتا َ ﺮ َ ﻣا ْ ﻮُـﻨ َ ﻣَا َ ﻦْﻳ ِﺬ
َﺘ ْﻴ َ ـﺑ َك َﺪْﻨ ِﻋ ِﱄ ِﻦْﺑا ﱢبَ ر ِﺔﱠﻨ َْﳉا ِﰱ ﺎ
َْ ﲔِﻤِﻠَﻈﻟا ِم ْ ﻮَﻘْﻟا ﻦِﻣ ْ ِﲏﱢَﳒَ و ِﻪِﻠ َ ﻤَﻋ َ و َن ْ ﻮَﻋ ْ ﺮِﻓ ْ ﻦِﻣ ْ ِﲏﱢَﳒ َ و
ﻻ
6
Taty, Krisnawati Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan: Kekerasan di Sekitar Buruh Migran Perempuan TKW, Jakarta, 2000, h.220-221.
7
Marzu Ayat-ayat Feminis Equilibrium Gender. h. 28-30.
Artinya: “Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku,
bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”
8
. Ayat tersebut telah menjelaskan bahwa perbuatan zalim atau tindakan
kekerasan terhadap kaum perempuan sangatlah diharamkan, telah dicontohkan dari perbuatan zalim yang dilakukan Fir’aun terhadap istrinya, karena
sesungguhnya Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat zalim.
Dari beberapa kasus yang terjadi, biasanya para korban trafficking dalam industri seks juga mengalami berbagai bentuk pengucilan, dan
diskriminasi oleh keluarga atau masyarakat karena mereka dianggap sebagai perempuan “kotor”. Sehingga mereka harus dipindahkan ketempat lain untuk
memulai hidup baru dimana tetangganya tidak akan mengetahui bahwa ia pernah menjadi korban trafficking dalam industri seks, selain cara tersebut,
korban trafficking biasanya dilarikan ke panti sosial untuk menjalankan proses rehabilitasi.
9
Praktek trafficking di Indonesia ini memang cenderung meningkat dengan jumlah diperkirakan antara 74.616 hingga 1 juta orang per tahunnya.
Angka 74 ribu lebih itu bagian dari kasus penempatan Tenaga Kerja Indonesia TKI ke luar negeri yang dicatat konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia
pada 2001. Sementara sesuai data International Organization for Migration IOM mencatat selama 2004-2005 mencapai 54.162 korban perdagangan
8
Departemen Agama RI, Al-Qur,an dan Terjemahya. SYGMA, Jakarta 2007. h. 561.
9
Valentina Sagala, Jurnal Perempuan 49. h. 35.
orang dari 216 kasus yang ditangani IOM, 79 persen adalah perempuan dan 21 persen anak. Sedangkan data Bareskrim Mabes Polri pada 2004 mencatat dari
sekitar 1,5 juta Tenaga Kerja Wanita TKW, sekitar 20 persen diantaranya adalah korban perdagangan orang trafficking. Data Komnas Perempuan tahun
2004 menyebutkan diantara 14.020 kasus perempuan yang mengalami kekerasan sebanyak 526 kasus atau sekitar 4 persen adalah kasus trafficking .
10
Data tersebut telah membuktikan kepada kita semua ternyata praktek trafficking sudah sangat mencemaskan. Apalagi data bersumber dari berbagai
organisasi itu merupakan bagian dari korban perdagangan manusia di dunia sebagaimana dilaporkan International Labour Organization ILO yang
mencapai 2,4 juta jiwa dan 1,2 juta diantaranya adalah korban pedagangan anak di bawah usia 18 tahun. Praktek perdagangan manusia itu dapat difahami
memiliki daya tarik tersendiri, karena ternyata menjanjikan keuntungan cukup fantastis yakni mencapai 32 milyar dolar AS atau sekitar Rp.288 trilyun
lebih.
11
Berdasarkan data tersebut penanganan terhadap korban trafficking memang telah banyak dilakukan dibeberapa lembaga terkait, meskipun
dikatakan sangat lambat, tetapi perlu dicatat bahwa pemerintah kita saat ini telah memulai melakukan upaya pemberantasan jaringan perdagangan manusia
melalui berbagai kebijakan dan jalur-jalur diplomatik, dikatakan demikian karena negara memiliki peran melalui kebijakan-kebijakan yang memihak
10
Dirjen Rehsos, Kemensos RI “Penjelasan Data Korban Trafficking”, artikel diakses pada 3 Juli 2011 dari
http:yanrehsos.depsos.go.idmodules.php?file=articlename=Newssid=740.
11
Ibid
kepada kaum perempuan yang dalam konteks trafficking ini negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada korban tindak kekerasan oleh sebab
itu perlu dirubah ideologi negara dalam memandang perempuan. Upaya lainnya adalah pemulihan terhadap korban.
Sebagai salah satu upaya pemulihan dan penanganan terhadap korban tindak kekerasan atau trafficking dalam usaha rehabilitasi korban, Panti Sosial
Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta telah memberikan beberapa macam bimbingan kepada siswanya antara lain adalah bimbingan sosial, bimbingan
mental dan bimbingan keterampilan dengan tujuan untuk memotivasi siswa untuk kearah yang lebih baik serta menghilangkan rasa trauma yang ada dalam
diri siswa.
Seperti yang telah dipaparkan di atas, usaha rehabilitatif merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam penangganan segala
permasalahan sosial, yang dalam hal ini adalah kasus korban trafficking, dimana fokus utama dalam usaha rehabilitatif terletak pada kondisi
penyandang masalah sosial tersebut, terutama dalam upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan terhadap kondisi yang tidak diharapkan atau yang
dianggap bermasalah, menjadi kondisi yang sesuai harapan dan standar sosial yang berlaku dalam lingkungan masyarakatnya.
Usaha rehabilitatif ini didasari dari sebuah asumsi bahwasannya pada diri penyandang masalah sosial, baik pada level individu, kelompok, maupun
masyarakat terkandung adanya potensi untuk berubah menuju kondisi yang normal.
12
Proses rehabilitasi sosial bagi para korban trafficking merupakan salah satu proses yang sangat penting dan perlu dilakukan karena perempuan korban
trafficking telah mengalami banyak kerugian baik yang berupa kerugian ekonomi, kerugian fisik, maupun jiwa, adapun proses rehabilitasi sosial adalah
serangkaian kegiatan pemberian pelayanan sosial secara terencana dan profesional untuk:
1. Memecahkan masalah klien dari lingkungan sosialnya 2. Memulihkan rasa percaya diri klien
3. Meningkatkan status perasaan sosial klien serta lingkungannya.
13
Oleh karena itu sebagai upaya pemulihan bagi korban trafficking atau tindak kekerasan, pemerintah telah mendirikan Rumah Perlindungan dan
Trauma Center RPTC dengan tujuan pertama, meningkatkan efektivitas pemberian layanan baik berupa informasi dan advokasi, perlindungan awal,
pemulihan psikososial, resosialisasi, maupun pemberian rujukan bagi korban. Kedua, menghindarkan dari berbagai penyimpangan atas pemberian pelayanan
terhadap korban.
14
Sedangkan dalam hal ini kementerian sosial mendirikan Rumah Perlindungan Sosial Wanita RPSW, yang berada di dalam lingkungan Panti
12
Soetomo, Masalah Sosial, h. 53.
13
Buku panduan PSKW MULYA JAYA “Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila” 2007.
14
Departemen Sosial RI, Kumpulan Peraturan Tentang Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan. Jakarta:2007
Sosial Karya Wanita PSKW “Mulia Jaya” Jakarta. Dimana Rumah Perlindungan Sosial Wanita RPSW adalah bentuk multi layanan dari Panti
Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta, yang berfungsi memberikan perlindungan, pemulihanrehabilitasi, advokasi dan reintegrasi bagi wanita
korban trafficking yang mengalami eksploitasi fisik, psikis maupun seksual.
Rumah Perlindungan Sosial Wanita RPSW melindungi wanita dari berbagai bentuk eksploitasi dan deskriminasi serta secara khusus memberikan
layanan untuk wanita yang membutuhkan perlindungan protection, pemulihan dan perbaikan recovery terhadap kondisi trauma dan stress yang
dialaminya, menjaga kerahasiaan, melakukan bimbingan mental, sosial, dan pelatihan keterampilan, karena Rumah Perlindungan Sosial Wanita RPSW
berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik kelayan dan menjamin terpenuhinya hak-hak wanita akan perlindungan dari upaya “perdagangan” dan
eksploitasi sosial.
15
Pemulihan pada korban trafficking perlu dilakukan karena melihat semakin banyaknya siswa yang masuk ke Rumah Perlindungan Sosial Wanita
RPSW dari data base yang diperoleh oleh penulis pada saat penelitian dapat terlihat rincian jumlah siswa yang masuk. Pada tahun 2007 tercatat 32 siswa,
pada tahun 2008 tercatat 4 siswa, pada tahun 2009 tercatat 59 siswa, pada tahun 2010 tercatat 50 siswa, dan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 36
siswa.
16
15
Kementerian Sosial RI
.
Profil RPSW, PSKW Mulya Jaya, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
16
Data Base Korban Trafficking yang ditangani di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Tahun 2007-2011.
Selain itu ada beberapa alasan kuat mengapa perlindungan terhadap perempuan korban trafficking penting dilakukan dalam konteks pelayanan dan
rehabilitasi sosial, antara lain meliputi:
1. Pertama, karena kondisi perempuan korban trafficking merupakan kondisi yang sangat rentan menjadi dan dijadikan sebagai Wanita Tuna Susila
WTS. 2. Kedua, perlindungan dan proses rehabilitasi terhadap korban trafficking
perlu dilakukan untuk menumbuhkan kembali kepercayaan diri korban, yang dilakukan melalui bimbingan fisik, mental dan sosial untuk
memulihkan trauma serta mengembalikan korban pada kehidupan yang berlaku di masyarakat.
3. Ketiga, untuk meningkatkan keterampilan kerja sehingga korban mempunyai kemampuan untuk meningkatkan perekonomian dalam
kehidupannya.
17
Upaya penanganan serta bimbingan skill, mental, fisik, sosial, dan intelektual, yang diperuntukan bagi para korban trafficking juga memang telah
banyak diberikan, tetapi tidak seluruh program yang diberikan mencapai puncak keberhasilan dan keberlanjutan. Oleh sebab itu dalam hal ini peneliti
berusaha membahas mengenai evaluasi kegiatan bimbingan keterampilan kerja yang diperuntukkan bagi korban yang kemudian berdampak pada penguatan
ekonomi para korban trafficking, dimana bimbingan keterampilan kerja yang diberikan oleh Panti Sosial Karya Wanita PSKW ”Mulya Jaya” Jakarta
17
Siti Maryamah, “Peran Pekerja Sosial Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Dalam Melakukan Perlindungan Dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking,”
Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta 2009, h. 5.
adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengetahui, mendalami, dan menguasai suatu bidang keterampilan kerja tertentu, sehingga menjadi
tenaga yang terampil dibidangnya yang memungkinkan klien mampu memperoleh pendapatan yang layak sebagai hasil pendayagunaan keterampilan
kerja yang mereka miliki. Selain
itu demi keberlanjutan program keterampilan yang
dilaksanakan oleh pihak panti, maka suatu program tidak akan terlepas dari proses evaluasi, dimana kegiatan evaluasi merupakan kegiatan penilaian
terhadap suatu program yang sedang berjalan, kegiatan evaluasi ini dilakukan untuk pengambilan keputusan berikutnya.
Maka dengan melihat latar belakang diatas dan dengan melalui berbagai pertimbangan peneliti akan berusaha melakukan penelitian dengan
memilih judul, “Evaluasi Hasil Program Bimbingan Keterampilan Pada Korban
Trafficking Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur”.