Implikasi Hasil Analisis ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA AYAM PADA ENAM

4. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi terhadap model dilakukan dengan menggunakan statistik- d Durbin-Watson. Berdasarkan nilai statistik diketahui bahwa tidak terdapat autokorelasi yang mencerminkan tidak adanya hubungan linear diantara error pada data.

5. Uji Homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas terhadap model dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai statistik model regresi Denpasar adalah 6,19764738. Nilai tersebut signifikan pada tingkat kepercayaan 50 persen. Jadi, nilai error model memiliki simpangan yang konstan atau menyebar normal sepanjang pengamatan data pada tingkat kepercayaan 50 persen.

6.7. Implikasi Hasil Analisis

Berdasarkan hasil pengujian variabel model penduga dari masing- masing kota, maka dapat disusun secara ringkas hasil pengujian model penduga tersebut agar lebih mudah untuk dibandingkan. Hasil ringkas uji model penduga masing- masing kota dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Ringkas Uji Variabel Model Penduga a=5 Variabel 1 2 3 4 5 6 P t-1 ü ü ü û ü û S ü ü û û û û C û û ü ü û ü D ü û û ü ü û Keterangan: 1 = DKI Jakarta 4 = Yogyakarta ü = Signifikan 2 = Bandung 5 = Surabaya û = Tidak Signifikan 3 = Semarang 6 = Denpasar Dari Tabel 12, dapat diketahui bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi harga ayam pada masing- masing kota berbeda satu dengan yang lain. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat dan budaya masing- masing daerah yang nantinya akan mempengaruhi tingkat konsumsi daging ayam. Selain itu, hal lain yang juga tidak kalah penting adalah kemampuan produksi daging ayam suatu daerah yang akan memepengaruhi pasokan daging ayam ke pasar-pasar daerah masing- masing. Tetapi secara umum, bila dibandingkan berdasarkan hasil pengujian variabel untuk masing- masing kota dengan berbagai tingkat kepercayaan dapat disimpulkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi harga ayam pada enam kota di Jawa-Bali adalah variabel harga ayam itu sendiri, kecuali hal ini tidak dialami oleh kota Denpasar karena pembentukan harga secara garis besar dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat. Berdasarkan hasil peramalan terhadap harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali dengan metode peramalan time series terakurat menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi yang tidak menentu sepanjang tahun di masing- masing kotanya. Tetapi berdasarkan plot data hasil peramalan dapat diketahui bahwa pada kota DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta memiliki kecenderungan harga yang meningkat drastis selama 14 bulan ke depan. Sedangkan kota Surabaya dan Denpasar akan pula mengalami kenaikan harga tetapi dengan kecenderungan harga yang meningkat secara perlahan selama 14 bulan. Pola kecenderungan harga pada enam kota di Jawa-Bali secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kecenderungan Harga pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali Kota Kecenderungan Harga DKI Jakarta Berfluktuasi dengan trend harga yang meningkat secara drastis Bandung Berfluktuasi dengan trend harga yang meningkat secara drastis Semarang Berfluktuasi dengan trend harga yang meningkat secara drastis Yogyakarta Berfluktuasi dengan trend harga yang meningkat secara drastis Surabaya Berfluktuasi dengan trend harga yang meningkat secara perlahan Denpasar Berfluktuasi dengan trend harga yang meningkat secara perlahan Hasil peramalan pada masing- masing kota juga menunjukkan harga tertinggi dan harga terendah akan terjadi pada bulan yang berbeda. Harga tertinggi rata-rata diperkirakan akan terjadi menjelang akhir tahun 2007. Berikut ditampilkan hasil peramalan harga ayam menggunakan metode time series terakurat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Peramalan Harga Ayam Menggunakan Metode Time Series Terakurat Periode Peramalan Bulan 1 2 3 4 5 6 59 Nov 2006 17.070 19.827 18.218 19.361 15.838 17.148 a 60 Des 2006 16.749 b 19.462 17.779 19.266 15.120 16.233 61 Jan 2007 16.945 19.816 18.681 20.402 15.434 14.156 62 Feb 2007 17.014 17.904 b 16.734 b 18.136 b 11.804 b 14.697 63 Mar 2007 17.695 18.264 16.995 18.412 12.508 13.656 b 64 Apr 2007 18.042 20.105 18.632 20.437 15.001 13.733 65 Mei 2007 17.739 21.825 20.164 21.200 16.011 14.849 66 Jun 2007 18.223 21.904 20.831 22.241 15.716 15.373 67 Jul 2007 19.410 23.505 23.021 24.988 16.362 a 14.954 68 Agust 2007 19.526 22.736 24.170 24.376 15.064 15.106 69 Sept 2007 18.938 21.632 23.550 23.788 14.994 15.077 70 Okt 2007 19.004 22.592 23.358 26.339 14.756 16.170 71 Nov 2007 19.060 22.415 24.407 26.921 15.288 15.810 72 Des 2007 19.992 a 24.484 a 25.398 a 28.640 a 16.266 15.824 Keterangan: 1 = DKI Jakarta; SARIMA 0,1,02,1,1 12 a = Harga Tertinggi 2 = Bandung; SARIMA 0,1,02,1,0 12 b = Harga Terendah 3 = Semarang; SARIMA 0,1,12,1,1 12 4 = Yogyakarta; SARIMA 1,1,02,1,1 12 5 = Surabaya; SARIMA 1,0,02,1,0 12 6 = Denpasar; SARIMA 0,0,20,1,1 12 Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui harga tertinggi untuk masing- masing kota, yaitu: a DKI Jakarta Rp. 19.992,- pada bulan Desember 2007, b Bandung Rp. 24.484,- pada bulan Desember 2007, c Semarang Rp. 25.398,- pada bulan Desember 2007, d Yogyakarta Rp. 28.640,- pada bulan Desember 2007, e Surabaya Rp. 16.362,- pada bulan Juli 2007, f Denpasar Rp. 17.148,- pada bulan November 2006. Sedangkan harga terendah untuk masing- masing kota, yaitu: a DKI Jakarta Rp. 16.749,- pada bulan Desember 2006, b Bandung Rp. 17.904,- pada bulan Februari 2007, c Semarang Rp. 16.734,- pada bulan Februari 2007, d Yogyakarta Rp.18.136,- pada bulan Februari 2007, e Surabaya Rp. 11.804,- pada bulan Februari 2007, f Denpasar Rp. 13.656,- pada bulan Maret 2007. Hasil peramalan menunjukkan bahwa harga pada masing- masing kota tetap berfluktuasi dan memiliki kecenderungan harga yang berbeda. Harga ayam yang berfluktuasi diharapkan dapat sesegera mungkin untuk diatasi. Berbagai pihak berwenang yang terkait, khususnya Badan Ketahanan Pangan BKP dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat mengatur tingkat stabilitas harga. Acuan perumusan kebijakan adalah berdasarkan variabel yang paling berpengaruh pada model regresi masing- masing kota. Karena variabel dalam model dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran situasi pembentukan harga pada masing- masing kota. Misalnya pada DKI Jakarta harga tertinggi akan terjadi pada bulan Desember 2007 sebesar Rp. 19.992,-. Bila dilihat dari variabel dalam model regresi, hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat DKI Jakarta akan daging ayam sedangkan volume produksipasokan ayam di pasaran sedang menurun dan juga disebabkan oleh wabah flu burung yang kembali marak menyebar. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah dapat menambah pasokan daging ayam dari daerah lain untuk mengisi kekurangan pasokan, serta memberikan penyuluhan pada masyarakat seputar masalah flu burung. Berdasarkan hasil analisa regresi, faktor- faktor yang berpengaruh dalam pembentukan harga untuk masing- masing kota besar di Jawa-Bali berbeda satu dengan yang lain. Untuk DKI Jakarta harga ayam dipengaruhi oleh harga pada periode sebelumnya, produksi ayam, dan wabah flu burung. Harga ayam di Bandung, Semarang dan Surabaya dipengaruhi oleh harga ayam periode sebelumnya, serta dipengaruhi pula oleh volume produksipasokan pada kota Bandung, tingkat konsumsi pada kota Semarang, dan adanya wabah flu burung pada kota Surabaya. Pada kota Yogyakarta dan Denpasar harga ayam dipengaruhi oleh tingkat konsumsi daging ayam, tetapi di Yogyakarta harga ayam juga dipengaruhi oleh wabah flu burung. Kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi yang akan dirumuskan oleh Departemen Pertanian Badan Ketahanan Pangan, diharapkan dapat menyesuaikan dengan situasi dan budaya masyarakat dalam mengkonsumsi daging ayam. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyelewengan terhadap kebijakan yang dibuat.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN