165 Bengkalis. Penerbitan Keputusan Bupati tersebut semakin menambah banyaknya
produk hukum yang ada tanpa diikuti dengan meredamnya konflik yang terjadi. Meskipun telah diterbitkan beberapa peraturan, nelayan jaring batu tetap
melakukan penangkapan ikan pada wilayah 0-4 mil laut. Surat Keputusan Bupati dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dari permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terselesaikannya konflik antara nelayan tradisional rawai dengan nelayan jaring batu bottom gill
net dikarenakan lemahnya penerapan peraturan-peraturan yang ada. Pengaturan
wilayah operasional penangkapan ikan antara nelayan tradisional dengan nelayan yang usahanya berskala besar sudah diatur dengan terbitnya berbagai produk
hukum, namun peraturan-peraturan tersebut tidak diikuti dengan penerapan yang tegas. Disamping permasalahan tersebut permasalahan lain yang timbul karena
keterlibatan oknum-oknum tertentu, adanya sistem memakai kekuatan bekengan dan KKN, hal-hal ini merupakan suatu rangkaian penyebab lambatnya proses
penyelesaian konflik ada. Disamping kondisi seperti yang dipaparkan tersebut, konflik yang terjadi karena adanya benturan pandangan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan. Nelayan tradisional yang mengedepankan kearifan lokal tanpa diikuti dengan dukungan pihak lain yang sekaligus tidak memahami betapa
efektifnya kearifan lokal yang ada dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan.
6.5 Tidak Berbekasnya Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis
Menurut Kusnadi 2004, kegagalan program pemberdayaan masyarakat nelayan selama ini terjadi karena persepsi yang keliru terhadap esensi program
tersebut. Pertama para perencana dan pengelola program selalu berharap hasil yang cepat dengan parameter yang kongkrit, seperti keuntungan ekonomis serta
produktivitas yang tinggi. Hasrat yang begitu kuat ini sering mengabaikan realitas bahwa yang dihadapi adalah masalah mengelola manusia dengan mentalitas
yang beragam. Perubahan perilaku sosial-budaya secara evolutif yang diharapkan bisa secara konsisten mendukung keberhasilan program sering
kali terabaikan, sehingga perjalanan proses pemberdayaan masyarakat nelayan tersendat-sendat atau berhenti ditengah jalan.
166 Kedua, kuatnya persepsi bahwa setiap program pemberdayaan yang
dilaksanakan sebagai suatu proyek instant yang menguntungkan secara ekonomis bagi pelaksana program dan masyarakat nelayan. Persepsi
demikian terbentuk karena program pengelolaan sumberdaya perikanan dianggap sebagai hal yang rutin dan kegagalan proyek tersebut selama ini
dipandang wajar, dan tidak memiliki konsekuensi hukum dan moral apapun. Kabupaten Bengkalis yang diperlihatkan dengan berbagai macam
permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, rendahnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan, tingginya ketergantungan terhadap sektor
perikanan tangkap, serta terjadinya konflik antar nelayan dari tahun 1985 sampai sekarang belum terselesaikan secara baik. Permasalahan yang ada tersebut
mengakibatkan wilayah pesisir laut dengan potensi yang besar di Kabupaten Bengkalis belum memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat nelayan.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan yang terjadi, Kusnadi 2004 menyatakan, bahwa program-program pengelolaan sumberdaya perikanan perlu
dirumuskan demi percepatan penyelesaian masalah yang ada, program harus didasari dengan unsur-unsur yang relevan dengan karakteristik budaya dan
kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat nelayan. Sehingga bisa mengurangi kegagalan program pengelolaan sumberdaya perikanan. Unsur-unsur yang harus
dipertimbangkan tersebut meliputi: 1 adanya sikap empati-simpati yang kuat terhadap nasib nelayan, 2 program harus bersifat fokus dan mempertimbangkan
aspek kontekstual, 3 berorientasi partisipatif, 4 serta 5 berwawasan sistemik. Kemudian Wrihatnolo dan Dwidjowijoto 2007 menambahkan sebagai salah satu
tolok ukur keberhasilan program pemberdayaan masyarakat perlu adanya upaya menjaga keberlanjutannya disign sustainablity.
Dari pendapat di atas, dihubungkan dengan kondisi yang terjadi pada proyek pengelolaan sumberdaya perikanan Co-Fish Project di Kabupaten
Bengkalis ditinjau dari pembahasan sebelumnya, ada tiga aspek penting sebagai penentu keberhasilan program pemberdayaan masyarakat nelayan diyakini tidak
menjadi unsur yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan proyek sebagai berikut: 1 Paradigma proyek salah satu target penting yang harus dilakukan adalah proses
pemberdayaan masyarakat nelayan, diperlihatkan tidak didasari oleh unsur-unsur
167 yang relevan dengan karakteristik budaya dan kebutuhan sosial-ekonomi
masyarakat nelayan. 2 Rendahnya keterlibatan masyarakat nelayan partisipasi selama proyek. Serta 3 Tidak ada upaya perbaikan dan keberlanjutan dalam
menjaga program-program yang ada. Permasalahan-permasalahan tersebut di atas, menjadi faktor penyebab proyek yang dilaksanakan tidak memecahkan
permasalahan yang selama ini dihadapi masyarakat nelayan. Secara lebih jelas, faktor-faktor penyebab tidak berbekasnya Co-Fish Project di Kabupaten
Bengkalis dapat dilihat pada Gambar 37.
Secara lebih jelas unsur-unsur yang tidak dipertimbangkan dalam pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis tersebut sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Co-Fish Project tidak Bersifat Fokus dan Mempertimbangkan Aspek Kontekstual yang Ada di Tengah-tengah Masyarakat Sasaran
Pentingnya program yang bersifat fokus dan mengedepankan pertimbangan aspek kontekstual berarti bahwa suatu program pemberdayaan harus dilakukan
berdasarkan kebutuhan yang kongkrit dari masyarakat nelayan. Pentingnya pertimbangan dalam masalah ini diungkapkan Kusnadi 2004 bahwa program
Permasalahan Masyarakat Nelayan
di Kabupaten Bengkalis
1. Sosek Rendah 2. Budaya Terhadap
Prikanan Tangkap 3. Konflik antar
Nelayan 4. Pengelolaan
Masih Tradisional Tidak Dilaksanakan:
1. Bersifat fokus sesuai aspek kontekstual
2. Berorientasi partisipatif 3. Upaya perbaikan dan
keberlanjutan Pelaksanaan
Program Co-Fish Project
Gambar 37 Faktor penyebab tidak berbekasnya Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis.
168 pemberdayaan harus berdasarkan kebutuhan yang kongkrit dan menjadi prioritas
masyarakat nelayan, pertimbangan yang dimaksud adalah karakteristik usaha perikanan yang dilakukan masyarakat, potensi keberagaman sumberdaya ekonomi
lokal, relasi sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, kelembagaan sosial- ekonomi, serta sumberdaya manusia masyarakat nelayan itu sendiri. Pertimbangan
aspek kontekstual di atas sangat penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat nelayan karena unsur pemberdayaan ini dapat menjamin agar program
yang ditawarkan menjadi tepat sasaran. Menurut Pratikto 2005 pentingnya kefokusan dan mempertimbangkan aspek kontekstual merupakan salah satu
prinsip yang harus menjadi perhatian dalam program pemberdayaan sehingga dapat secara mudah diserap dan didukung masyarakat nelayan. Dalam
pelaksanaannya harus menitikberatkan pada pilihan kegiatan ekonomi berdasarkan potensi sumberdaya, kelayakan dan jenis usaha, serta kebutuhan dan
kemampuan dari masyarakat nelayan itu sendiri. Dilihat dari kondisi yan ada, selama pelaksanaan Co-Fish Project di
Kabupaten Bengkalis aspek kontekstual tersebut terabaikan. Program-program yang ada selama pelaksanaan proyek tidak dilakukan berdasarkan kebutuhan yang
kongkrit dan menjadi prioritas dari masyarakat sasaran. Permasalahan ini terlihat dari program-program yang ada tidak mempertimbangkan karakteristik dari usaha
perikanan yang ada di tengah-tengah masyarakat perikanan tangkap, potensi keberagaman sumberdaya ekonomi lokal potensi bahan baku, hubungan sosial
antar nelayan yang ada konflik antar nelayan, peta kelembagaan sosial-ekonomi lokal kearifan lokal, serta kondisi sumberdaya manusia masyarakat sasaran.
Permasalahan di atas ditunjukkan bahwa masyarakat sasaran yang dominan bermata pencaharian di sektor perikanan tangkap yang masih dikelola secara
tradisional namun tidak tersentuh bagaimana memperbaiki usahanya dalam program yang ditawarkan proyek, sehingga nelayan tetap masih berskala kecil dan
tradisional. Sementara mata pencaharian alternatif yang ditawarkan proyek jauh dari potensi yang ada di tengah-tengah masyarakat sasaran yang mengakibatkan
mata pencaharian alternatif tersebut tidak menyatu dengan kehidupan masyarakat sasaran. Konflik yang terjadi tidak merupakan prioritas penyelesaian dari proyek,
sehingga permasalahan konflik yang ada tetap saja terjadi meskipun telah adanya
169 proyek. Begitu juga kelembagaan lokal yang dimiliki masyarakat sasaran, selama
keberadaan proyek tidak dilakukan pembinaan dengan lebih baik, kearifan lokal yang ada hanya diketahui dan dipatuhi oleh komunitas nelayan tertentu tanpa
diikuti dukungan dari kelompok lain. Kondisi ini sekaligus mengakibatkan kondisi sumberdaya manusia masyarakat sasaran tetap terbelakang dan sulitnya
menerima perubahan. Permasalahan ini menunjukkan program yang ditawarkan tidak tepat sasaran, sehingga pencapaian tujuan dari proyek tidak tercapai.
Permasalahan ini terjadi karena dilatarbelakangi tidak telitinya proyek menyikapi permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat sasaran dan kecenderungan
menganggap semua permasalahan yang dihadapi masyarakat nelayan sama dengan tidak mengkaji secara detail karakteristik masing-masing wilayah yang
menjadi sasaran proyek. 2. Proyek yang Dilaksanakan tidak Berorientasi Partisipatif
Orientasi proyek yang partisipatif sangat penting, hal ini diartikan bahwa masyarakat nelayan harus dilibatkan secara utuh dalam tahapan-tahapan proyek.
Tahapan tersebut meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi dari program yang dilaksanakan secara utuh. Karena dengan langkah
tersebut masyarakat sasaran akan benar-benar menjadi subjek pemberdayaan. Keharusan penglibatan masyarakat nelayan menjadi tujuan penting dalam
program pemberdayaan sesuai yang diungkapkan Pratikto 2005, program pemberdayaan masyarakat nelayan salah satu tujuan intinya adalah meningkatkan
partisipasi aktif dari masyarakat nelayan dari segala aspek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan sehingga pemberdayaan yang
dilakukan dapat menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi untuk mendorong kemandirian masyarakat nelayan. Seiring pendapat tersebut, pentingnya
penglibatan masyarakat nelayan juga diungkapkan Kusnadi 2004 bahwa titik awal penentuan berhasil atau gagalnya suatu program pemberdayaan adalah
proses penglibatan masyarakat, hal ini dikarenakan mereka para nelayan paling tahu terhadap masalah dan kebutuhan kehidupannya. Disamping itu mereka juga
sangat mengerti apakah suatu program yang dilaksanakan berhasil atau gagal berdasarkan parameter yang berkontekstual lokal.
170 Kalau dihubungkan dari kondisi yang ada, keterlibatan masyarakat sasaran
selama pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis tidak terjadi secara utuh. Kondisi demikian terlihat selama pelaksanaan proyek tidak melibatkan
masyarakat sasaran dalam tahap-tahap kegiatan proyek, namun keterlibatan masyarakat hanya sampai dan dirasakan oleh pihak-pihak tertentu saja. Hal ini
mengakibatkan seluruh program yang dilaksanakan selama pelaksanaan Co-Fish Project
tidak sampai pada tingkat masyarakat nelayan yang seharusnya menjadi sasaran dari proyek.
3. Tidak Ada Usaha Perbaikan dan Keberlanjutan Setelah Masa Proyek Berakhir Kegagalan-kegagalan pada program pemberdayaan masyarakat nelayan
yang selama ini terjadi menurut Solihin, et al. 2005 bahwa biasanya program- program pemberdayaan masyarakat nelayan tersebut tidak memiliki jaminan
keberlanjutan sustainablity dan akuntabilitas publik public accountablty. Hal ini terjadi karena program-program yang ada berbentuk proyek, sehingga setelah
proyek selesai para pelaksana dari proyek tidak peduli apakah program tersebut masih berjalan atau tidak pada masyarakat.
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto 2007 dari pembelajaran yang pernah ada, program-program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan tidak
ada exit strategy yang jelas, secara bertahap menyiapkan masyarakat dan pemda setelah masa proyek selesai, sehingga program-program yang ada tidak berlanjut.
Dengan kondisi demikian, program pemberdayaan masyarakat ke depan perlu ada exit strategy
pasca proyek termasuk design sustainablity antara lain mencakup operasi dan pemeliharaan sarana prasarana, kelompok masyarakat yang dibentuk,
adanya replika programproyek oleh pemda, serta subsitusi aparat yang telah dilatih sebagai tenaga pendamping.
Dilihat dari kondisi yang ada dari pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis, menunjukkan tidak ada upaya perbaikan dan
keberlanjutanya. Program-program yang telah ada ditinggal begitu saja setelah masa proyek berakhir, hal ini terlihat jelas pada semua program, seperti pada
pembangunan kelembagaan, mata pencaharian alternatif yang diperkenalkan tidak berjalan lagi bubar setelah proyek. Wawasan masyarakat sasaran tetap tidak
171 berubah yang ditunjukkan masih tetapnya bergantung pada sektor perikanan
tangkap, sarana dan parasana yang dibangun tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi-kondisi ini terjadi dilatarbelakangi tidak adanya suatu
jaminan keberlanjutan dari proyek serta tidak adanya sutau strategi yang jelas dalam menjaga keberlanjutannya setelah masa proyek berakhir
Melihat pembelajaran dari permasalahan yang ada, maka pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis harus dilakukan secara baik
dengan mengedepankan interaksi yang seimbang antara pemerintah dan masyarakat serta pihak-pihak lain yang dapat diwujudkan dengan prinsip-prinsip
good governance tata kelola yang baik. Prinsip-prinsip tersebut penting, karena
tanpa prinsip-prinsip tersebut semua program yang dilaksanakan tidak akan berjalan tidak akan memberikan kontribusi yang positif bagi kesejahteraan
masyarakat nelayan dan akhirnya mengakibatkan tidak jelasnya program pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Bengkalis. Adapun prinsip-prinsip
good governance yang perlu dikedepankan tersebut Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto 2007 sebagai berikut. 1. Mengedepankan Aspek Partisipasi
Partisipasi merupakan kunci dari sukses atau tidaknya program pemberdayaan masyarakat. Salah satu faktor penting untuk menumbuhkan
partisipasi masyarakat nelayan adalah pembinaan melalui penyuluhan dan pendidikan secara terus menerus yang akhirnya dapat merubah perilaku dari
masyarakat sasaran. Pentingnya mengedepankan aspek partisipasi dalam pemberdayaan masyarakat nelayan tersebut sesuai dengan pendapat yang
dikemukan oleh Pratikto 2005, kebijakan pembangunan perikanan menghendaki perlu adanya partisipasi masyarakat, karena mereka lebih memahami berbagai
permasalahan yang muncul serta keputusan akhir yang akan diambil. Untuk itu, partisipasi masyarakat memerlukan komunikasi dua arah secara terus menerus.
Informasi program yang dilaksanakan perlu disampaikan dengan teknik tidak hanya pasif dan formal, tetapi juga aktif dan informal.
Selama ini di Kabupaten Bengkalis aspek partisipasi sering diabaikan. Sering tidak terjadinya komunikasi yang baik dalam pelaksanaan program-
program yang dilaksanakan pemerintah. Permasalahan tersebut mengakibatkan
172 program-program yang dilaksanakan tidak sepenuhnya dirasakan sampai pada
tingkat masyarakat nelayan dan tujuan dari program pengelolaan sering mengalami kegagalan. Dengan demikian perlu mengedepankan aspek partisipasi
sehingga proses penyadaran dari masyarakat dapat dicapai yang sekaligus tercapainya pembangunan di sektor perikanan.
2. Penegakan Hukum Secara Tegas Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto 2007 bentuk pemerintahan yang
bercirikan good governance mengharuskan kerangka penegakan hukum yang tegas tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pihak manapun. Penegakan hukum
didalamnya termasuk perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama kelompok masyarakat yang didalam hal ini adalah nelayan yang selalu menjadi
kelompok yang minoritas. Melihat pengalaman yang ada, penegakan hukum secara tegas sangat
penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, mengingat selama ini kurangnya keberpihakan dari pemerintah daerah kepada
nelayan tradisional dalam penyelesaian masalah konflik antar nelayan. Kondisi ini menimbulkan krisis baru antara pemerintah daerah dengan masyarakat, yang
ditunjukkan semakin melemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Krisis ini diperlihatkan terjadinya proses penghakiman sendiri dari
masyarakat dalam penyelesaian konflik yang terjadi. Permasalahan ini kalau tidak diselesaikan secara baik akan menimbulkan konflik-konflik lain yang sebetulnya
tidak perlu terjadi dan akan lebih memperparah dari kondisi yang ada. 3. Pelaksanaan Program Harus Transparan
Artinya program pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilaksanakan harus diketahui sampai ke level masyarakat yang paling bawah dan mudah
diakses. Pentingnya transparansi dalam program pemberdayaan masyarakat nelayan dikemukan oleh Pratikto 2005 salah satu prinsip dasar dalam
pemberdayaan masyarakat nelayan yang harus mendapat perhatian adalah transparansi, yang diartikan pemberdayaan masyarakat nelayan harus dilakukan
secara terbuka, diinformasikan dan diketahui oleh masyarakat sehingga
173 masyarakat dapat ikut secara bersama-sama melakukan pemantauan dari program
yang dilaksanakan. Namun, permasalahan yang menjadi prinsip di atas dipandang tidak begitu
menjadi indikator yang penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, program-program yang dilaksanakan cenderung
tersembunyi dan tidak dapat diakses oleh masyarakat secara leluasa. Akhirnya masyarakat hanya sebatas menjadi obyek semata dari program yang ada, serta
tidak adanya keberdayaan dari masyarakat nelayan dalam memantau berhasil atau tidaknya dari program yang dilaksanakan. Jadi, ke depan penting suatu
keterbukaan bersama-sama antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam mensukseskan program-program pembangunan di sektor perikanan.
4. Responsif
Menurut Abe 2005 ciri-ciri pembangunan yang mengedepankan prinsip good governance
adalah harus bersifat responsif, yang dalam hal ini dimaksud lembaga-lembaga yang ada harus berusaha melayani setiap elemen masyarakat
yang membutuhkan. Salah satu penerapannya pada pemberdayaan menurut Pratikto 2005, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian
mengatasi permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat nelayan secara cepat dari pemerintah.
Berlarut-larutnya kemelut sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat nelayan di Kabupaten Bengkalis mengisyaratkan lambatnya pemerintah daerah merespons
permasalahan yang dihadapi masyarakat nelayan. Untuk itu perlu tingkat ketanggapan yang tinggi dari pemerintah mengidentifikasi secara detail kebutuhan
masyarakat nelayan sehingga keluar dari kemelut sosial-ekonomi yang dihadapi. 5. Persamaan Hak
Sumberdaya perikanan yang ada harus dapat dirasai dalam pengelolaan dan pemanfaatannya oleh semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat nelayan
kecil yang selama ini selalu terabaikan haknya terhadap sumberdaya perikanan itu sendiri. Persamaan hak akan akses terhadap sumberdaya perikanan tersebut
diungkapkan oleh Pratikto 2005 adalah pemberian kesempatan kepada kelompok yang belum memperoleh terhadap sumberdaya perikanan yang ada agar
dapat merasakan sehingga dapat meningkat kesejahteraannya yang dalam hal ini
174 adalah para nelayan kecil. Persamaan hak tersebut dapat dituangkan dalam bentuk
pemberdayaan terhadap masyarakat nelayan. Dengan cara ini mengakibatkan masyarakat nelayan merasa satu kesatuan dari sumberdaya perikanan yang ada.
Melihat kondisi yang ada, di Kabupaten Bengkalis selama ini ditunjukkan minimnya program dalam bentuk pemberdayaan masyarakat nelayan, meskipun
ada tapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan permasalahan yang ada di tengah- tengah masyarakat. Namun program yang ada selama ini terlalu mengedepankan
upaya peningkatan produksi prikanan, sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilaksanakan menjadi tidak seimbang karena hanya dapat
dirasakan oleh pihak-pihak tertentu. Akibatnya, masyarakat nelayan kecil merasa tidak merupakan satu kesatuan yang utuh dalam sumberdaya perikanan yang ada.
Persamaan hak dalam pengelolaan sumberdaya perikanan ini menjadi sangat penting karena pada umumnya masyarakat nelayan yang ada di Kabupaten
Bengkalis masih dinominasi nelayan berskala kecil, tradisional harus diperdayakan secara baik demi meningkatkan kesejahteraan mereka.
6. Efektif dan Efisien Prinsip efektif dan efisien dalam program pembangunan menurut Abe 2005
adalah proses-proses yang dihasilkan pemerintah program harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menggunakan sebaik mungkin dari segala
sumberdaya yang ada. Program-program dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis selama ini diperlihatkan tidak dilaksanakan
dengan mengedepankan prinsip-prinsip yang efektif dan efisien. Banyak sumberdaya terutama dana terbuang dengan sia-sia, sementara program yang
dilaksanakan tidak menjawab permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat nelayan. Hal ini dilatarbelakangi program tersebut tidak disusun
dengan melibatkan komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakat. Ke depan perlu mengedepankan orientasi program yang lebih efektif
dan efisien dengan menitikberatkan penyelesaian masalah yang ada di tengah- tengah masyarakat nelayan, sehingga program pengelolaan sumberdaya perikanan
yang dilaksanakan menjadi efektif dan efisien. 7. Akuntabilitas
175 Prinsip yang salah satu menjadi fakor penentu ciri-ciri dari good governance
adalah akuntabilitas. Akuntabilitas menurut Abe 2005 diartikan pertanggungjawaban pihak-pihak pembuat kebijakan kepada publik. Kalau
dihubungkan dengan program pemberdayaan masyarakat nelayan adalah pertanggungjawaban pemerintah dalam mensukseskan program yang ada sehingga
benar-benar dapat dirasakan manfaatnya sampai ketingkat masyarakat demi peningkatan kesejahteraan mereka. Namun kenyataan yang ada, dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan prinsip tersebut selalu terabaikan. Hal ini ditunjukkan banyak program-program yang melatarbelakangi peningkatan
kesejahteraan masyarakat nelayan tapi pada saat yang sama masyarakat nelayan tetap berada dalam kondisi kesejahteraan rendah.
Dari penjelasan prinsip-prinsip di atas, menjadi suatu keharusan dan kebutuhan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis
yang akan datang mengedepankan prinsip good governance. Dengan demikian sumberdaya perikanan yang ada dapat memberikan manfaat yang positif bagi
perbaikan keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan dan percepatan pembangunan sektor perikanan, yang secara bersamaan memberikan manfaat bagi
percepatan pembangunan daerah.
6.6 Arah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ke Depan