Tingkat Pendapatan Nelayan Sasaran dan Non Sasaran Co-Fish Project

134 membuktikan rendahnya kesejahteraan nelayan bila dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Menurut Kusnadi 2002 kesejahteraan nelayan yang rendah sudah menjadi hal yang lumrah, dan merupakan ciri-ciri umum kehidupan masyarakat nelayan terutama nelayan tradisional. Tingkat kehidupan mereka dipandang sedikit di atas migran atau setaraf dengan petani kecil. Bahkan jika dilihat secara seksama dengan kelompok masyarakat di sektor pertanian, nelayan khususnya nelayan buruh dan nelayan kecil atau nelayan tradisional dapat digolongkan sebagai lapisan sosial paling miskin. Seiring dengan pendapat tersebut, kondisi masyarakat nelayan yang miskin memang sudah tercermin dari laporan Departemen Perikanan dan Kelautan 2004 yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin saat ini mencapai 24 persen atau 47 juta jiwa, dan 60 persen diantaranya merupakan masyarakat pesisir yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Menurut Dahuri 1999, kemiskinan masyarakat nelayan bersifat multidimensi, karena disebabkan tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan serta infrastruktur. Selain itu, juga disebabkan kurangnya kesempatan dalam berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, masalah ini menyebabkan posisi tawar masyarakat pesisir menjadi semakin lemah. Pada saat yang sama, permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat nelayan juga dikarenakan kebijakan pemerintah yang selama ini kurang berpihak pada masyarakat nelayan sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah tersebut. Kondisi inilah yang secara keseluruhan menjadi pelengkap yang mempengaruhi masyarakat nelayan tetap pada kondisi terkebelakang. Jadi dari kondisi yang ada, meskipun terjadi peningkatan yang terjadi antara sebelum dan setelah Co-Fish Project, namun perubahan yang ada tersebut tidak berarti menunjukkan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan.

6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan Sasaran dan Non Sasaran Co-Fish Project

Selain dilihat dari beberapa aspek di atas, kondisi sosial-ekonomi juga didekati dengan melihat perbedaan tingkat pendapatan antara masyarakat nelayan 135 sasaran dengan nelayan non sasaran Co-Fish Project. Pendapatan nelayan dihitung berdasarkan pendapatan yang diterima dari sektor perikanan tangkap. Hal ini dilakukan karena sebagian besar masyarakat sumber pendapatan yang diterima masih mengandalkan usaha pada sektor perikanan tangkap saja. Perbedaan pendapatan nelayan sasaran dan nelayan non sasaran Co-Fish Project dilakukan dengan menggunakan analisis statistik dengan uji 2 sample t pada taraf uji 95 persen dengan melihat perbandingan pendapatan pada dua kondisi masyarakat di atas. Berdasarkan hasil analisis tingkat pendapatan pada sasaran dan non sasaran Co-Fish Project mempunyai rata-rata beda adalah sama dengan nol atau lebih kecil dari nol, ini berarti bahwa pelaksanaan Co-Fish Project yang dilaksanakan di Kabupaten Bengkalis tidak mempunyai efek yang berarti pada peningkatan pendapatan nelayan sasaran Tabel 41. Hasil uji 2 sample t pada taraf nyata 95 persen menunjukkan t-value sebesar –2,03, dan t-tabel sebesar 1,96, dimana nilai t-value lebih kecil dari nilai t-tabel atau Ho diterima. Ini berarti bahwa rata-rata pendapatan nelayan sasaran lebih kecil atau sama dengan rata-rata pendapatan nelayan non sasaran Co-Fish Project, artinya Co-Fish Project tidak mempunyai efek berarti pada peningkatan pendapatan nelayan. Tabel 41 Perbandingan tingkat pendapatan nelayan sasaran dan non sasaran Co-Fish Project Sasaran N Mean St Dev SE Mean Co –Fish Project 155 1517452 351320 28219 Non Co-Fish Project 30 1630000 260586 47576 T-Value -2,03 T- Tabel 1,96 P-Value 0,047 DF 51 Sumber: Diolah dari data survey 2006 Kondisi di atas menjelaskan meskipun armada dan alat tangkap yang digunakan cenderung sama antara nelayan sasaran dan non sasaran Co-fish Project , namun tingkat pendapatan nelayan sasaran lebih rendah. Hal ini sangat kuat dipengaruhi dengan konflik yang terjadi di wilayah perairan dimana nelayan sasaran melakukan aktivitas melaut, kondisi ini yang sangat mengganggu keamanan para nelayan dan tidak merasa leluasa melakukan pekerjaannya. Sedangkan di wilayah perairan dimana tempat nelayan non sasaran melakukan aktivitas tidak terjadi konflik dan nelayan aman dalam melakukan pekerjaannya. 136 Dengan kata lain konflik yang terjadi sangat berpengaruh terhadap rendahnya tingkat pendapatan nelayan sasaran.

6.3 Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di

Kabupaten Bengkalis Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan sasaran Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis salah satu penyebabnya belum optimalnya pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada. Meskipun demikian, ketergantungan masyarakat terhadap sektor perikanan tangkap masih menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi wilayah yang merupakan pesisir dan laut, sehingga sulitnya masyarakat nelayan merubah cara hidup selain dari sektor perikanan tangkap yang selama ini dijalankan, sektor perikanan tangkap tersebut selama ini dipandang sudah merupakan suatu budaya didalam kehidupan masyarakat sehingga sulit sekali untuk dirubah. Kondisi inilah sebenarnya harus dipertimbangkan dalam menyusun suatu program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah harus lebih menitikberatkan pada pembangunan sektor perikanan itu sendiri. Meskipun kehidupan sebagai nelayan belum dapat meningkatkan kondisi sosial-ekonomi, namun budaya ketergantungan pada sektor perikanan tangkap tetap menyatu di tengah-tengah masyarakat dan bahkan menjadi sangat kuat dengan adanya suatu kearifan lokal yang mengatur norma-norma hubungan nelayan dengan lingkungan maupun hubungan nelayan dengan masyarakat umum lainnya. Kearifan lokal ini penting untuk dipelajari karena sangat berhubungan dengan konflik yang selama ini terjadi. Sebelum menelusuri lebih jauh, harus diketahui terlebih dahulu seperti apa kearifan lokal itu sendiri. Kearifan lokal yang diyakini masyarakat nelayan menurut Wahyono, et al. 2000 merupakan pengelolaan sumberdaya laut yang diatur melalui institusi lokal yang lebih dikenal dengan Hak ulayat laut HUL. Secara khusus hak laut tersebut diartikan sebagai seperangkat aturan mengenai pengelolaan sumberdaya laut serta semua yang terkandung didalammnya, terkait tentang siapa yang memiliki hak atas wilayah, jenis sumberdaya apa yang boleh ditangkap, serta bagaimana teknik pemanfaatannya agar terhindar dari kepunahan dari eksploitasi yang berlebihan. Pengertian ini dihubungkan dengan kearifan lokal yang selama ini diyakini