Jenis Armada Penangkapan Ikan

128 Ketersediaan sarana penerangan yang biasa digunakan rumah tangga nelayan bersumber dari tenaga diesel, PLN dan petromak lampu minyak tanah. Pada kondisi sebelum dan setelah Co-Fish Project, menunjukkan adanya penurunan penggunaan penerangan listrik berumber dari tenaga diesel dan petromak, dan meningkat terhadap penggunaan listrik bersumber dari tenaga PLN Tabel 35. sebelum Co-Fish Project ketersediaan sarana penerangan lebih dominan pada penggunaan petromak yaitu sebesar 61,3 persen dan diesel sebesar 33,5 persen. Sedangkan penggunaan PLN hanya 5,2 persen. Setelah Co-Fish Project ketersediaan fasilitas penerangan listrik dengan PLN lebih tinggi yaitu 72,9 persen. Sedangkan terjadi penurunan pada penggunaan diesel menjadi 12,3 persen, dan petromak menjadi 14,8 persen. Penggunaan PLN yang besar dibandingkan dengan sumber yang lain dikarenakan sudah adanya program listrik masuk desa dari pemerintah pada tahun 2000 sehingga dengan program tersebut penggunaan PLN sudah merata sebelum Co-Fish Project selesai. Tabel 35 Pemanfaatan fasilitas penerangan listrik rumah tangga nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project Pemanfaatan Fasilitas Listrik Sebelum Setelah Persentase Diesel 33,5 12,3 PLN 5,2 72,9 Petromak 61,3 14,8 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006

6.2.1.3 Jenis Armada Penangkapan Ikan

Armada laut bagi para nelayan merupakan sarana yang paling dibutuhkan untuk keberlangsungan mata pencaharian. Karena dengan armada yang dimiliki para nelayan bisa mencari nafkah dan menghidupi anggota keluarganya. Jenis armada yang digunakan nelayan relatif sangat kecil perahu, disamping sebagian sudah menggunakan tenaga motor, dan masih ada juga para nelayan menggunakan dayung dalam melakukan kegiatan melaut Tabel 36. Dari Tabel tersebut menunjukkan adanya perubahan terhadap penggunaan armada penangkapan ikan, sebelum Co-Fish Project kepemilikan terhadap armada perahu dayung sebesar 29,7 persen, dan kepemilikan terhadap armada perahu motor tempel sebesar 70,3 persen. Setelah Co-Fish Project perubahan kepemilikan armada penangkapan ikan 129 berubah drastis, dimana kepemilikan armada perahu dayung penggunaannya menurun menjadi 3,9 persen dan penggunaan perahu motor tempel meningkat sebesar 96,1 persen. Meningkatnya penggunaan perahu dengan tenaga motor di karenakan meningkatnya kebutuhan para nelayan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Namun kapasitas armada yang dimiliki pada umumnya masih relatif kecil yaitu sekitar 2-3 GT, dan begitu juga tentang perubahan jenis alat tangkap pada umumnya tidak berubah, kondisi di lapangan juga menunjukkan para nelayan masih dominan menggunakan alat tangkap tradisional berupa rawai. Masih tradisionalnya armada dan alat tangkap yang digunakan nelayan dikarenakan selama pelaksanaan Co-Fish Project tidak ada program yang menyentuh pada perbaikan fasilitas armada dan alat tangkap kepada masyarakat nelayan. Namun program yang ada tujuannya adalah memperkenalkan mata pencaharian selain dari sektor perikanan tangkap. Hal inilah menjadi salah satu penyebab masih tradisionalnya armada dan alat tangkap yang dimiliki masyarakat nelayan meskipun telah dilaksanakan Co-Fish Project. Disamping itu, penyebab lain masih tradisionalnya armada dan alat tangkap pada masyarakat nelayan karena minimnya perhatian pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan armada dan alat tangkap kepada masyarakat nelayan. Wawancara yang dilakukan dengan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bengkalis didapat informasi bahwa pemerintah daerah sudah melakukan upaya dalam hal memperbaiki sarana armada nelayan dalam bentuk pemberian kredit speed boat fiber dengan harga sekitar 100 juta rupiah lebih dengan persyaratan seperti adanya anggunan dengan harga cicilan di atas 3 juta rupiah per bulan namun peluang tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh nelayan. Tabel 36 Kepemilikan armada penangkapan ikan sebelum dan setelah Co-Fish Project Jenis Armada Penangkapan Ikan Sebelum Setelah Persentase Perahu Dayung 29,7 3,9 Motor Tempel 70,3 96,1 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006 130 Bertolak belakang dari penyataan di atas, setelah dilakukan wawancara yang sama tentang program pemerintah daerah tersebut kepada masyarakat nelayan mereka menjawab pemerintah daerah tidak ada bedanya dengan para tengkulak tauke, dan bahkan para tauke dipandang lebih baik karena lebih sering membantu para nelayan. Nelayan tidak dapat mengikuti program dari pemerintah daerah tersebut karena tidak sanggup membayar hutang, apa lagi memenuhi anggunan yang sangat memberatkan tersebut, sehingga program ini hanya dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha. Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa tidak tahunya pemerintah daerah akan kondisi dan kebutuhan yang ada, hal demikian mengakibatkan masyarakat nelayan tetap terbelakang karena armada yang dimiliki sangat sederhana dan tidak mampu melakukan kegiatan penangkapan ikan secara optimal sehingga hasil yang didapat juga rendah.

6.2.1.4 Tingkat Pendapatan