3.3. Isolat
Isolat bakteri kitinolitik yang digunakan diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA USU Bacillus sp. BK13, Enterobacter
sp. BK15, Bacillus sp. BK17, PB08, PB15 dan Enterobacter sp. PB17. Isolat jamur yang digunakan adalah S. rolfsii yang merupakan koleksi Laboratorium
Mikrobiologi FMIPA USU.
3.4. Uji Antagonis Bakteri Kitinolitik In Vitro
Kemampuan bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan S. rolfsii diuji dengan asai antagonisme in vitro. Biakan S. rolfsii diinokulasikan pada bagian
tengah media PDA yeast. Kultur diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam sebanyak 30 µl ≈ 10
8
selml sel bakteri diinokulasikan ke dalam media tersebut dengan menggunakan cakram kosong Oxoid pada kedua sisi isolat jamur dengan
jarak 3 cm. Biakan diinkubasi pada suhu ruang. Zona hambat terhadap miselia S. rolfsii diamati mulai hari kedua sampai ketujuh. Besarnya zona hambat dihitung
dengan mengukur selisih jari-jari pertumbuhan jamur normal dengan jari-jari pertumbuhan jamur yang terhambat oleh bakteri.
3.5. Pengamatan Struktur Hifa Jamur Abnormal
Pengamatan struktur hifa jamur S. rolfsii dilakukan dengan 2 cara yaitu secara visual dan mikroskopis. Pengamatan secara visual dilakukan dengan cara melihat
zona luas pertumbuhan miselium S. rolfsii. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati ujung miselium pada daerah zona hambat S.
rolfsii. Ujung miselium S. rolfsii yang tumbuh pada permukaan media PDA dipotong berbentuk kubus, kemudian diletakkan pada gelas objek dan selanjutnya
diamati adanya abnormalitas pertumbuhan miselium S. rolfsii di bawah mikroskop elektron.
Universitas Sumatera Utara
3.6. Asai Patogenitas
S. rolfsii Terhadap Benih Cabai
Biakan S. rolfsii yang telah diremajakan di cawan petri selama 7 hari diinokulasikan pada 100 ml media GYB di dalam labu erlenmeyer 250 ml dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 10 hari. Sebanyak 100 ml suspensi biakan S. rolfsii dicampur dengan 500 g campuran pasir, tanah dan kompos steril nisbah
2:1:1 Mulyati, 2009 di dalam nampan plastik berukuran 30 cm x 22 cm x 10 cm. Pada tiap nampan ditanam 30 benih cabai terenkapsulasi lalu ditutup dengan
plastik lalu diamati selama 30 hari. Benih yang ditanam pada media yang tidak diinokulasi S. rolfsii digunakan sebagai kontrol negatif K + sedangkan benih
yang ditanam pada media yang diinokulasi S. rolfsii digunakan sebagai kontrol positif K -. Peubah yang diamati adalah tanaman yang terserang rebah
kecambah selama masa persemaian 30 hari. Persentase rebah kecambah dihitung dari jumlah kecambah yang rebah dibagi jumlah seluruh kecambah yang tumbuh.
Peubah yang diamati adalah tanaman yang terserang rebah kecambah, tinggi tanaman, dan jumlah daun selama persemaian 30 hari. Pengurangan persentasi
rebah kecambah dihitung dari rumus : Pengurangan rebah kecambah =
Reisolasi ulang dilakukan terhadap S. rolfsii dengan memotong jaringan pada pangkal batang kecambah yang menunjukkan gejala rebah kecambah.
Jaringan tersebut didesinfeksi dengan larutan 2 NaClO, dicuci dengan air steril sebanyak tiga kali dan ditanam pada media PDA. Isolat yang diperoleh diuji
kembali patogenitasnya.
3.7. Preparasi Suspensi Isolat Bakteri
Isolat yang akan diujikan diinokulasikan pada campuran media dekstrosa sodium nitrat NaNO
3
0,03 , yeast ekstrak 0,2 g dan koloidal kitin sebanyak 2 selanjutnya diguncang dengan kecepatan 200 rpm selama 4 hari pada suhu ruang.
Kultur Enterobacter sp. PB17 kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10
∑ Kontrol--∑Kontrol+ - ∑ kecambah rebah ∑ Kontrol--∑Kontrol+
Universitas Sumatera Utara
menit, pelet yang diperoleh dipindahkan pada penyangga fosfat 100 mM, pH 7 selanjutnya disuspensikan kembali dengan akuades 1:2 vv diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Kultur Bacillus sp. BK17 disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, pelet yang diperoleh
dipindahkan pada penyangga fosfat 100 mM, pH 7 selanjutnya disuspensikan kembali dengan akuades 1:2 vv diinkubasi pada suhu 65
o
C untuk membunuh sel vegetatifnya selama 15 menit. Kerapatan spora diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm Pungnoo et al., 2005.
3.8. Enkapsulasi Benih Cabai Merah
Metode enkapsulasi yang digunakan merupakan modifikasi dari Chumthong 2008. Proses enkapsulasi diawali dengan preparasi suspensi isolat bakteri yang
diuji, selanjutnya 5 g benih cabai merah dicampur dengan Enterobacter sp. PB17 dengan kerapatan sel OD 600 = 0,5 dan endospora Bacillus sp. BK17 dengan
kerapatan spora OD 660 = 0,5 masing-masing sebanyak 10 ml. Selanjutnya dicampur dengan 85 g laktosa monohidrat, 5 g PVP, 50 g tepung talk dan 10 g
natrium alginat
dan dikeringanginkan.
Enkapsulasi tapioka, 5
g benih cabai merah direndam ke dalam 10 ml suspensi Enterobacter sp. PB17 dan endospora Bacillus sp. BK17, kemudian dicampur dengan 3 ml gliserol, 25 g
tapioka dan 50 g tepung talk. Semua bahan dicampur kemudian ditambahkan akuades steril sampai volumenya menjadi 100 ml lalu dikeringanginkan.
Enkapsulasi menggunakan CMC digunakan metode modifikasi dari Vidhyasekaran dan Muthamilan 1999, 5 g benih cabai merah dicampur dengan
suspensi Enterobacter sp. PB17 dan endospora Bacillus sp. BK17 masing-masing sebanyak 10 ml. Selanjutnya dicampur dengan 100 g tepung talk, 1,5 g CaCO
3
dan 5 g CMC lalu dikeringanginkan, sedangkan untuk enkapsulasi dengan menggunakan gum arabik, 5 g benih cabai merah dicampur dengan suspensi
Enterobacter sp. PB17 dan endospora Bacillus sp. BK17 masing-masing sebanyak 10 ml selanjutnya dicampur dengan 10 g gum arabik dan 50 g tepung talk lalu
dikeringanginkan Kloepper dan Schroth, 1981.
Universitas Sumatera Utara
3.9. Asai Viabilitas Bakteri Kitinolitik Dalam Enkapsulasi