BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabai  merah  Capsicum  annuum  L.  merupakan  tanaman  sayuran  yang  sangat penting  di  Indonesia.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  areal  pertanaman  cabai  merah
yang  terluas  diantara  tanaman  sayuran.  Pada  tahun  2004,  luas  panen  cabai mencapai  194.588  ha  dan  produksinya  mencapai  1.100.514  ton.  Produktivitas
cabai merah  di  Indonesia  sekitar  5.66  tonha.  Produktivitas  ini jauh  lebih  rendah dibandingkan  potensinya  yaitu  12-15  tonha  Departemen  Pertanian,  2004.
Penggunaan  benih  bermutu  rendah  dan  infeksi  penyakit  merupakan  penyebab utama rendahnya produktivitas cabai tersebut. Penurunan hasil panen di lapangan
akibat  penyakit rebah kecambah  pada  musim  hujan  cukup  tinggi  yaitu  mencapai 80,  sedangkan  pada  musim  kemarau  sekitar  20-30  Widodo,  2007.  Di
Kabupaten  Garut  misalnya  penurunan  hasil  panen  akibat  rebah  kecambah mencapai 60-70 Oktaviane, 2013.
Salah satu penyebab penyakit yang menyerang tanaman cabai ialah jamur Sclerotium  rolfsii  Lamidi,  1986;  Dange,  2006;  Semangun,  2007;  Yusniawaty,
2009.  Jamur  ini  dapat  menyebabkan  biji  cabai  membusuk  di  dalam  tanah,  atau semai-semai dapat mati sebelum muncul ke permukaan tanah, batang semai muda
yang  masih  lunak  terserang  pada  pangkalnya  menjadi  basah  dan  mengerut sehingga  semai  rebah  dan  mati  Semangun,  2007.  Jamur  S.  rolfsii  mempunyai
penyebaran  yang  sangat  luas,  meliputi  daerah  tropik  dan  sub  tropik  di  seluruh dunia,  seperti  di  Korea  Kim  dan  Weon,  2003,  Amerika  Cumming,  2009,
Malaysia Jinantana dan Sariah, 1998 dan Indonesia Lamidi, 1986; Dange, 2006; Yusniawaty,  2009.  Selain  menyerang  cabai  jamur  ini  juga  menyerang  inang
Universitas Sumatera Utara
lainnya seperti sambiloto Hartati et al., 2008, famili Solanaceae Kim dan Weon, 2003, tanaman bayam Cumming, 2009, tomat Yusniawaty, 2009 dan kedelai
Malinda et al., 2012. Tanaman  cabai  adalah  tanaman  yang  tidak  ditanam  langsung  di  lahan
tetapi  harus  lebih  dahulu  disemai,  setelah  kecambah  berumur  7-12  hari  bibit dipindah ke lapangan. Menurut Setiadi 2004 persemaian benih memiliki peranan
yang  penting  dalam  penentuan  hasil  panen.  Sehingga  kualitas  persemaian  cabai perlu  diperhatikan  agar  hasil  panen  sesuai  dengan  yang  diharapkan.  Hingga  saat
ini,  varietas  cabai  komersial  berdaya  hasil  tinggi  dan  tahan  terhadap  penyakit rebah kecambah masih belum ada. Umumnya spesies cabai yang terserang rebah
kecambah akan mati sebelum muncul ke permukaan tanah. Pada umumnya pengendalian penyakit rebah kecambah masih bergantung
kepada fungisida, namun karena fungisida memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan,  para  peneliti  berupaya  mencari  alternatif  lain  yang  bisa  digunakan
untuk  pengendalikan  rebah  kecambah  tanpa  mengganggu  keseimbangan lingkungan diantaranya: penggunaan ekstrak tanaman seperti rimpang jahe, umbi
bawang  putih,  daun  alamanda,  daun  neem,  dan  biji  kalijira  Islam  dan  Faruq, 2012  dan  menggunakan  agen  biokontrol  seperti  Trichoderma  harzianum  dan
Trichoderma  virens  Jinantana  dan  Sariah,  1998;  Istikorini,  2006;  Mukarlina  et al.,  2010,  dan  Pseudomonas  putida  Boer  et  al.,  2003.  Penggunaan
mikroorganisme  sebagai  agen  pengendali  penyakit  rebah  kecambah  bisa  secara langsung  Seikh  et  al.,  2006;  Suprapta,  2012  maupun  dengan  cara  enkapsulasi
Bashan, 1986. Enkapsulasi adalah  proses pembentukan kapsul yang menyelubungi suatu
bahan.  Bahan  yang  diselubungi  umumnya  disebut  bahan  inti  atau  bahan  aktif. Bahan  inti  tersebut  dapat  berbentuk  padat,  cair  atau  gas.  Enkapsulasi  dapat
dilakukan  pada  sel  bakteri  sebagai  bahan  inti  Frazier  dan  Westhoff,  1998. Beberapa  penelitian  yang  menggunakan  bakteri  sebagai  bahan  inti  yaitu
Lactobacillus  casei  dan Bifidobacterium  bifidum  terenkapsulasi  kalsium  alginat
Universitas Sumatera Utara
Kim  et  al.,  1996,  Lactobacillus  plantarum  terenkapsulasi  susu  skim  dan  gum arab  Rizqiati  et  al.,  2009  dan  Methylobacterium  spp.  terenkapsulasi  beberapa
komposisi  bahan  pelapis  alginat,  gum  arabik  Eka,  2009.  Enkapsulasi  dengan menambahkan subtansi prebiotik dalam produk merupakan salah satu faktor yang
dapat  digunakan  untuk  meningkatkan  viabilitas  organisme  pada  produk  Kneifel et  al.,  1993.  Dalam  penelitian  ini  perlu  dilakukan  penelitian  mengenai  potensi
enkapsulasi  bahan  pelapis  alginat,  CMC,  tapioka  dan  gum  arab  terhadap  benih cabai merah dengan memanfaatkan isolat bakteri kitinolitik yang potensial sebagai
pengendali hayati jamur patogen.
1.2. Perumusan Masalah