BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kemampuan Antagonis Bakteri Kitinolitik secara In Vitro
Hasil uji antagonisme 6 isolat bakteri kitinolitik terhadap jamur S. rolfsii menunjukkan bahwa keenam isolat kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan
S. rolfsii dengan kemampuan yang berbeda-beda. Zona hambat umumnya mulai teramati pada hari kedua dan jarak zona hambat terus bertambah, dan setelah hari
ketujuh umumnya tidak terjadi lagi pertambahan jarak zona hambatan seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel.2. Penghambatan pertumbuhan jamur S. rolfsii oleh bakteri kitinolitik
No. Isolat
Rata-rata zona hambatan mm hari ke 2
3 4
5 6
7 1.
Bacillus sp. BK13 2,10
4,69 7,76
2,01 0,00
0,00 2.
Enterobacter sp. BK15 2,23
5,65 5,15
1,69 0,00
0,00 3.
Bacillus sp. BK17 1,79
3,81 8,33 13,50
13,90 11,40
4. PB08
0,55 1,74
0,00 0,00
0,00 0,00
5. PB15
1,53 0,75
0,05 0,00
0,00 0,00
6. Enterobacter sp. PB 17
1,19 3,88
6,13 6,68
2,18 0,00
Pada pengamatan hari ketujuh dari keenam isolat tersebut, isolat yang menunjukkan efektivitas paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur S.
rolfsii adalah Bacillus sp. BK17 dengan jari-jari zona hambat sebesar 11,40 mm dan diikuti oleh Enterobacter sp. PB17 dengan jari-jari zona hambat sebesar 2,18
cm pada hari keenam. Isolat yang paling lemah dalam menghambat jamur S. rolfsii adalah BK08 yang hanya mampu menghambat sampai hari ketiga sebesar
1,74 mm. Kemampuan daya hambat masing-masing isolat berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari besarnya zona hambat yang bervariasi mulai dari peningkatan
Universitas Sumatera Utara
daya hambat sampai penurunan daya hambat. Perbedaan daya hambat masing- masing isolat ini bisa terjadi karena dipengaruhi oleh adanya perbedaan
kemampuan bakteri kitinolitik dalam menghasilkan metabolit protein antifungi seperti enzim kitinase. Media antagonistik yang mengandung kitin menginduksi
bakteri dalam menghasilkan enzim kitinase untuk menguraikan kitin sebagai sumber karbonnya. Produksi enzim dipengaruhi jenis karbon yang diformulasikan
ke dalam media uji dengan pengaturan pH dan jumlahnya El-katatny et al., 2000.
Menurut Ferniah et al., 2003 kitin merupakan induser bagi enzim kitinase, dengan memecah kitin menjadi ketooligosakarida sampai dengan N-
asetil D-glukosamin yang akan mengalami deasetiliasi dan deaminasi dan menghasilkankan molekul-molekul glukosa. Ketika koloni bakteri yang ada pada
media sudah semakin tumbuh dan mendekati koloni jamur yang ada kitin pada dinding sel jamur digunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri,
sehingga dinding sel jamur mengalami kerusakan yang mengakibatkan pertumbuhan jamur menjadi terhambat. Kandungan kitin yang terdapat pada
dinding sel jamur juga mempengaruhi besarnya zona hambat isolat pada masing- masing jamur. Semakin besar kandungan kitin pada dinding sel maka semakin
besar zona hambat yang terbentuk. Bentuk zona hambatan tersebut berupa cerukan penipisan elevasi seperti terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Penghambatan pertumbuhan miselium jamur S. rolfsii pada media MGMK + yeast
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme dapat diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan
pertumbuhan jamur S. rolfsii oleh bakteri kitinolitik. Zona bening ini terbentuk karena terjadi pemutusan ikatan β-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin
oleh kitinase menjadi monomer N-asetilglukosamin. Perbedaan zona bening yang dihasilkan disebabkan adanya perbedaan aktivitas kitinase pada isolat
Enterobacter sp. PB17 dan Bacillus sp. BK17.
4.2. Abnormalitas Hifa Jamur S. rolfsii setelah Uji Antagonis dengan