Tabel V. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap
S. aureus
Hasil penelitian Konsentrasi
Diameter zona hambat Kekuatan aktivitas
antibakteri 3, 125
9,1 ± 0,5 Sedang
6,25 11,3 ± 0,6
Kuat 12,5
15,1 ± 1,6 Kuat
25 17,1 ± 1,0
Kuat 50
18,9 ± 2,4 Sangat kuat
Kontrol negatif DMSO yang digunakan dalam penelitian ini tidak menunjukkan zona hambat sehingga DMSO tidak mempunyai aktivitas
antibakteri dan aman digunakan dalam uji antibakteri. Kontrol negatif atau kontrol pelarut bertujuan untuk melihat apakah pelarut yang digunakan untuk
melarutkan ekstrak memiliki aktivitas antibakteri atau tidak. Sedangkan kontrol positif yang digunakan amoksisilin dalam penelitian ini menunjukkan zona
hambat dengan kekuatan daya antibakterinya sangat kuat. Amoksisilin digunakan dalam penelitian karena memiliki spektrum yang luas dalam golongan penisilin.
Menurut McEvoy cit., Sulistiyaningsih, 2007, amoksisilin digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif E. coli
dan Gram positif S. aureus. Menurut Istiantoro dan Ganiswarna cit., Sulistiyaningsih, 2007, mekanisme kerja amoksisilin menghambat pembentukan
peptidoglikan yang diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri. Selain
digunakan sebagai kontrol positif, amoksisilin juga digunakan sebagai kontrol metode. Kontrol metode amoksisilin bertujuan untuk melihat aktivitas
antibakteri yang digunakan di pasaran sebagai terapi bagi penyakit yang disebabkan karena bakteri dan untuk melihat apakah metode yang dilakukan
peneliti sudah benar atau belum. Data diameter zona hambat ekstrak etanol kulit batang pohon petai
terhadap S. aureus yang diperoleh dari masing-masing variasi konsentrasi, kontrol negatif, kontrol positif dianalisis secara statistik menggunakan Microsoft Excel
dengan rumus yang sesuai. Data tersebut diuji apakah terdistribusi normal atau tidak menggunakan Shapiro-Wilk dan homogenitas data dengan uji Levene. Dari
kedua uji tersebut menunjukkan bahwa distribusi data diameter zona hambat tidak normal dan data diameter zona hambat ekstrak etanol kulit batang pohon petai
tidak homogen. Oleh karena itu, analisis data dilanjutkan menggunakan analisis non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis bertujuan untuk melihat apakah antara
seri konsentrasi dengan kontrol positif dan kontrol negatif berbeda tidak bermakna atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc menggunakan
Mann Withney-Wilcoxon Test bertujuan untuk melihat perbedaan hasil diameter
zona jernih antara seri konsentrasi, kontrol positif, dan kontrol negatif. Mann Withney-Wilcoxon Test
ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh disajikan dalam tabel VI.
Seri konsentrasi ekstrak etanol pada data tabel VI menunjukkan berbeda bermakna secara statistik terhadap kontrol positif maupun kontrol negatif. Pada
kontrol negatif, seluruh seri konsentrasi mempunyai perbedaaan yang bermakna terkait aktivitas hambat karena kontrol negatif tidak menghasilkan aktivitas
hambat.
Tabel VI. Hasil Mann Withney-Wilcoxon Test diameter zona hambat seri
konsentrasi ekstrak etanol, kontrol negatif, kontrol positif terhadap Staphylococcus aureus
Kelompok perlakuan
Kontrol +
Kontrol –
K. 50
K. 25
K. 12,5
K. 6,25
K. 3,125
Kontrol + BTB
Kontrol –
BB BTB
Konsentrasi 50
BB BB
BTB Konsentrasi
25 BB
BB BTB
BTB Konsentrasi
12,5 BB
BB BB
BB BTB
Konsentrasi 6,25
BB BB
BB BB
BB BTB
Konsentrasi 3,125
BB BB
BB BB
BB BB
BTB
Keterangan: BB = berbeda bermakna, BTB = berbeda tidak bermakna
Rerata ± SD diameter zona hambat ekstrak etanol kulit batang pohon petai setiap kelompok perlakuan : kontrol + 35,1 ± 0,8; kontrol
– 0,0 ± 0,0; konsentrasi 50 18,9 ± 2,4; konsentrasi 25 17,1 ± 1,0; konsentrasi 12,5 15,1 ± 1,6, konsentrasi 6,25
11,3 ± 0,6; dan konsentrasi 3,125 9,1 ± 0,5. K : Konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai
Apabila membandingkan antar seri konsentrasi, meningkatnya daya hambat sebanding dengan meningkatnya seri konsentrasi. Tetapi pada seri konsentrasi 25
dan 50, data diameter zona hambat menunjukkan berbeda tidak bermakna atau bisa dikatakan memiliki daya hambat yang sama antar kedua seri konsentrasi
tersebut. Selain itu, hasil ini juga menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang lebih besar 50 tidak selalu daya hambatnya makin besar. Hal ini disebabkan karena
etanol yang digunakan untuk menyari senyawa kimia yang terkandung dalam kulit batang pohon petai adalah etanol 70 dimana komposisi etanol 70 terdiri dari
etanol 70 dan air 30. Menurut Djide 2004 mengatakan bahwa etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 50 - 70 dan membunuh
pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 70. Tersedianya molekul air dalam etanol 70 akan mempercepat proses penguapan dan proses penetrasi ke jaringan. Hal ini
didukung oleh fakta yang menyatakan bahwa alkohol absolut yang tidak mengandung air, memiliki aktivitas antibakteri jauh lebih rendah dibandingkan
dengan alkohol yang mengandung air. Menurut Sulistiyaningsih 2010 mekanisme kerja alkohol dengan mendenaturasi protein. Hal ini disebabkan karena pada proses
denaturasi protein memerlukan air pada konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, variasi konsentrasi ekstrak etanol dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan daya
hambatnya tidak lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif. Berdasarkan hasil yang diperoleh menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit batang pohon petai
mempunyai potensi antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus. Kemudian dilanjutkan dengan mengukur kadar hambat minimum KHM dan kadar bunuh
minimum KBM dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai.
H. Pengukuran Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh Minimum