22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variable Penelitian
a. Variabel bebas
: konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai.
b. Variabel tergantung
: diameter zona hambat. c.
Variabel pengacau terkendali : asal tanaman, cara ekstraksi, waktu
lamanya inkubasi, suhu inkubasi, jenis mikroba uji, volume larutan uji yang
diinokulasikan, umur tanaman. 2.
Definisi Operasional
a. Aktivitas antibakteri adalah kemampuan bahan uji yang mampu menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroba uji Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli yang dapat dilihat dari zona jernih yang
menggambarkan zona hambat pertumbuhan bakteri, dibandingkan dengan kontrol negatif DMSO 5.
b. Kulit batang pohon petai adalah kulit batang pohon petai yang berwarna cokelat dari pohon yang berumur 3-5 tahun berasal dari Kabupaten
Sleman, Yogyakarta. c. Zona hambat adalah zona jernih di sekitar sumuran pada media
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, dilihat dari kejernihan media yang dibandingkan dengan kontrol negatif DMSO.
d. Kadar Hambat Minimum KHM adalah kadar terendah dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. e. Kadar Bunuh Minimal KBM adalah kadar terendah dari ekstrak etanol
kulit batang pohon petai yang dapat membunuh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli.
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk kulit batang pohon petai diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal, kultur murni bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli dari Balai Kesehatan Yogyakarta, media Mueller
Hinton Agar MHA dan Mueller Hinton Broth MHB dari Merck, Etanol
70 Mediss, Amoksisilin BERNOFARM, DMSO 5 Merck, larutan Mac Farland
0,5 1,5.10
8
CFU, aquadest steril.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis UVmini- 1240 UV-Vis Spectrophotometer Shimadzu, Microbiological Safety Cabinet,
moisture balance HG53 Halogen Moisture Analyzer, Platform Shaker Innova 2100 New Brunswick Scientific, autoclave, rotary vacuum
evaporator Buchi Labortechnik AG CH-9230, timbangan digital, waterbath
Memmert, mikropipet Socorex, Bunsen, jarum ose, flakon, kertas saring, kuvet, alat-alat gelas PYREX dari Laboratorium Mikrobiologi dan
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Sanata Dharma, pipet tetes, cawan petri, batang pengaduk, inkubator Heraeus, sendok, pelubang sumuran
diameter 6 mm.
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi kulit batang pohon petai
Determinasi dilakukan di CV. Merapi Farma Herbal, Yogyakarta. Kulit batang pohon petai dideterminasi secara makroskopis dengan
mencocokkan ciri - ciri yang ada pada tanaman.
2. Pengumpulan bahan kulit batang pohon petai
Sampel yang digunakan adalah kulit batang pohon petai yang diambil dari Kabupaten Sleman. Kulit batang pohon petai yang diambil berwarna
cokelat.
3. Pengeringan dan pembuatan serbuk bahan
Kulit batang pohon petai yang telah diperoleh, dicuci bersih dari kotoran dengan menggunakan air mengalir. Kulit batang pohon petai dipotong
menjadi beberapa bagian lalu dikeringkan. Pengeringan dihentikan ketika kulit batang pohon petai mudah remuk saat diremas lalu dilanjutkan dengan
proses penyerbukan menggunakan mesin penggiling kopi hingga halus. Setelah serbuk didapatkan lalu serbuk diayak menggunakan ayakan tepung.
Serbuk yang telah halus dimasukkan dalam toples yang tertutup rapat dan disimpan dalam lemari penyimpanan.
4. Penetapan susut pengeringan pada serbuk kering kulit batang pohon petai
Serbuk kering kulit batang pohon petai yang sudah diayak ditimbang sebanyak lebih kurang 5 gram ke dalam alat moisture balance lalu diratakan.
Bobot serbuk kering kulit batang pohon petai ditimbang sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan. Serbuk kering kulit batang pohon petai dipanaskan
pada suhu 105 C selama 15 menit. Bobot serbuk setelah pemanasan diperoleh
lalu dihitung selisih antara bobot sebelum pemanasan dan bobot setelah
pemanasan yang merupakan hasil susut pengeringan serbuk kulit batang pohon petai. Hasil pengukuran dinyatakan dalam persen.
5. Pembuatan ekstak etanol kulit batang pohon petai
Ekstrak etanol kulit batang pohon petai dibuat dengan metode maserasi. Maserasi dilakukan dua kali dengan perbandingan 1 : 7,5 bagian
pada maserasi pertama dan maserasi kedua dengan perbandingan 1 : 2,5 bagian. Maserasi pertama dilakukan dengan menimbang 50 g serbuk kulit
batang pohon petai kemudian direndam dalam 375 ml pelarut etanol 70 selama 2 x 24 jam menggunakan shaker. Ekstrak yang didapat disaring
menggunakan corong Buchner, kertas saring dan pompa vakum. Sisa serbuk hasil maserasi pertama yang masih ada kemudian diremaserasi menggunakan
pelarut etanol sebanyak 125 mL dan diperoleh maserat II. Maserat I dan maserat II digabung kemudian dipekatkan menggunakan rotary vacuum
evaporator dengan suhu 70
C sampai terbentuk cairan kental. Penguapan dilanjutkan dengan menggunakan penangas air selama dengan suhu antara 50-
60
o
C sampai diperoleh ekstrak kental dengan bobot tetap.
6. Identifikasi kandungan senyawa kimia kulit batang pohon petai dengan uji
tabung
a. Pembuatan larutan uji fitokimia Pembuatan larutan uji untuk uji fitokimia dilakukan dengan cara
melarutkan sebanyak 500 mg ekstrak etanol 70 kulit batang pohon petai dilarutkan dalam 50 mL etanol 70.
b. Skrinning Fitokimia 1 Uji pendahuluan
Dua gram serbuk kulit batang pohon petai ditambahkan dengan 20 mL aquadest lalu dipanaskan di atas waterbath selama lebih kurang 15
menit, lalu disaring. Hasil positif yang diperoleh apabila larutan menjadi berwarna merah hingga kuning dan saat penambahan KOH LP, warna larutan
menjadi lebih intensif menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor dengan gugus hidrofilik.
2 Uji Saponin Sebanyak 100 mg serbuk kulit batang pohon petai ditambahkan 10
mL aquadest ke dalam tabung reaksi, ditutup dan dikocok selama 30 detik. Tabung dibiarkan dalam posisi tegak selama 30 menit. Apabila terbentuk
buih dari permukaan cairan dan setelah lebih kurang 30 menit ditetesi lebih kurang 1 tetes HCl 2 N, busa tidak hilang maka menunjukkan adanya
saponin.
3 Uji Flavonoid Sebanyak 3 mL larutan uji ditetesi dengan NaOH LP lebih kurang 2
tetes, terjadi pembentukan intensitas warna kuning. Penambahan HCL membuat intensitas warna kuning berubah. Perubahan ini mengindikasikan
adanya flavonoid Jones and Kinghorn, 2006. 4 Uji Alkaloid
Sebanyak 2 mL larutan uji diuapkan di atas porselin dan penangas air lebih kurang 5 menit, lalu sisanya dilarutkan dengan 5 mL HCl 2 N.
Kemudian, larutan yang diperoleh dibagi dalam 3 tabung reaksi yaitu : blanko larutan uji yang telah diuapkan dan ditambah HCL 2N, blanko ditambah 3
tetes pereaksi Dragendorff, dan blanko ditambah 3 tetes peraksi Mayer. Apabila terdapat endapan jingga setelah ditambah pereaksi Dragendorff dan
endapan kuning setelah ditambahkan pereaksi Mayer menunjukkan adanya alkaloid Jones and Kinghorn, 2006.
5 Uji Tanin Sebanyak 1 mL larutan uji dilarutkan dengan larutan FeCl
3
10 lebih kurang 3 tetes. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua
atau hitam kehijauan Jones and Kinghorn, 2006. 6 Uji Fenolik
Sebanyak 3 mL larutan uji ditambahkan beberapa tetes lebih kurang 6 tetes larutan FeCl
3
1. Hasil positif berwarna hijau, merah, ungu atau hitam Jones and Kinghorn, 2006.
7 Uji Terpenoid Sebanyak 2,5 mL larutan uji dicampur dengan 1 mL kloroform dan
ditambah 1,5 mL H
2
SO
4
pekat secara hati-hati lewat dinding. Hasil positif ditunjukkan dengan larutan menjadi warna coklat kemerahan pada
permukaan dalam larutan Edeoga, Okwu, dan Mbaebre, 2005.
7. Uji identifikasi bakteri
a. Staphylococcus aureus
Bakteri ditanam di media geolitik, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C. Bakteri diisolasi dari media geolitik ke media Enrich, diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37
C. Jika terdapat endapan hitam dengan kabut putih diduga bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian, diambil 1-2 ose bakteri,
diinokulasi ke dalam media gula glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sakarosa, media NA miring, media Simons Citrate SC, media Sulfure Indole Motil
SIM dan diinkubasi selama 24 jam. Pengecatan Gram dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C. b.
Escherichia coli Bakteri ditanam ke media penyubur Brilliant Green Lactose Blue
BGLD kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 44 C. Jika terdapat
gelembung udara dari tabung Durham yang terdapat di dalam tabung reaksi diduga bakteri Escherichia coli. Setelah itu, bakteri diisolasi lalu ditanam ke
media TBX Tryptone Bile X-Glucoronide dan diinkubasi pada suhu 37 C
selama 24 jam. Pada media isolasi setelah 24 jam diketahui tersangka Escherichia coli
dengan timbulnya warna hijau. Kemudian, bakteri diambil 1-2 ose, diinokulasi ke dalam media gula laktosa, glukosa, sakarosa, manitol,
maltosa, NA, SC Simon Citrate, SIM Sulfur Indol Motil dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam diinkubasi, dilakukan pengecatan Gram.
8. Uji potensi ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus dan E.
coli.
a. Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji Sebanyak 2,5 gram ekstrak kental kulit batang pohon petai ditimbang
kemudian dilarutkan dengan 5 mL DMSO 5 sehingga diperoleh konsentrasi 50. Konsentrasi 50 diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi 25; 12,5;
6,25; 3,125. Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah DMSO 5 dan kontrol positif yang digunakan adalah amoksisilin 125 mg 5 mL
untuk S. aureus dan E. coli. b. Pembuatan suspensi bakteri uji
Sebanyak 1-3 ose diambil dari stok bakteri S. aureus dan E. coli, kemudian diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi MHB Mueller Hinton Broth
dan divortex agar tercampur rata, lalu dilihat kekeruhannya. Kekeruhan suspensi bakteri disetarakan dengan larutan Mac Farland 0,5 1,5 x 10
8
CFUmL.
c. Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumuran Sebanyak 15 mL MHA steril dituang ke dalam cawan petri steril dan
dibiarkan memadat. Media MHA yang telah memadat pada cawan petri kemudian dapat di streak menggunakan cotton bud steril yang sebelumnya
dicelup dahulu ke dalam suspensi bakteri uji secara merata. Metode ini menggunakan metode Kirby Bauer Mpila, dkk, 2012. Sumuran dibuat dengan
menggunakan pelubang sumuran no. 6 sebanyak 7 lubang sumuran pada media yang telah padat dan ditumbuhi bakteri uji. Ekstrak etanol kulit batang pohon
petai dengan variasi konsentrasi 50; 25; 12,5; 6,25; 3,125, kontrol negatif DMSO 5, dan kontrol positif Amoksisilin 125 mg5 mL
dimasukkan pada lubang sumuran sebanyak 50 µL. Media uji yang telah berisi ekstrak, control positif dan kontrol negatif diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 C lalu diamati dan diukur diameter zona hambat yang dihasilkan. Zona
hambat yang terbentuk diukur dengan penggaris. Dalam uji aktivitas antibakteri ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali replikasi.
d. Penentuan KHM dan KBM dengan metode dilusi cair Pada uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi sumuran,
didapatkan konsentrasi terkecil dari ekstrak kulit batang pohon petai yang mempunyai aktivitas antibakteri. Dari konsentrasi terkecil tersebut, dibuat variasi
konsentrasi yang rentangnya lebih sempit sebanyak 10 konsentrasi 0,785; 1,563; 3,125; 6,25; 12,5; 15,625; 18,750; 21,875; 25; 50
untuk mengetahui KHM dan KBM dari masing-masing ekstrak. Pengujian
dilakukan dengan membuat suspensi bakteri yang kekeruhannya disetarakan dengan larutan Mac Farland 0,5 1,5 x 10
8
CFU. Dari suspensi tersebut, diambil 200 µL, ditambah dengan larutan uji yang berisi ekstrak etanol kulit batang
pohon petai dengan konsentrasi tertentu dan dicampur rata dengan 5 mL MHB. Setelah itu diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis
480 nm sebelum inkubasi dan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C.
Hasil selisih dari absorbansi tersebut digunakan sebagai nilai Optical Density OD. Kemudian konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai yang
mempunyai nilai ∆ OD = 0 akan ditegaskan ke dalam media MHA padat,
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C, lalu diamati pertumbuhan bakteri.
Apabila pada media MHA tumbuh koloni bakteri maka konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai tersebut menghambat pertumbuhan bakteri
KHM dan jika media MHA tersebut tidak terdapat pertumbuhan bakteri maka konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai membunuh pertumbuhan
bakteri KBM. Penentuan KHM dan KBM dengan metode dilusi cair dilakukan 3 kali replikasi.
E. Analisis Hasil
Data yang didapat berupa diameter zona hambat, dianalisis secara statistik menggunakan uji Shapiro Wilk untuk mengetahui apakah terdistribusi normal
atau tidak kemudian diikuti dengan uji Levene bertujuan untuk melihat homogenitas data. Apabila distribusi data tidak normal maka analisis dilanjutkan
menggunakan uji Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan bermakna antara
kelompok ekstrak etanol kulit batang pohon petai, kontrol negatif DMSO 5, dan kontrol positif Amoksisilin 125 mg 5 mL. Selanjutnya, dilakukan analisis
post hoc menggunakan Mann-Whitnney Test.
Data yang didapat berupa diameter zona hambat, dianalisis secara statistik menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan bermakna antara
kelompok ekstrak etanol kulit batang pohon petai, kontrol negatif DMSO 5, dan kontrol positif Amoksisilin 125 mg 5 mL. Selanjutnya, dianalisis post hoc
dengan Mann-Withney Wilcoxon Test. Nilai KHM dan KBM yang didapat dianalisis secara deskriptif. Nilai KHM
dan KBM yang diperoleh dengan metode dilusi cair dan diukur kekeruhannya dengan melihat absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga
didapatkan nilai optical density OD. Nilai KHM dan KBM diperoleh jika nilai ∆ OD = 0 yakni absorbansi setelah inkubasi dikurangi absorbansi sebelum
inkubasi. Kemudian ditegaskan pada media MHA di cawan petri untuk menunjukkan konsentrasi dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai mampu
menghambat atau membunuh pertumbuhan koloni bakteri.
34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini secara umum mempunyai tujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus dan E. coli.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit batang pohon petai, mengetahui
kadar hambat bakteri dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus
dan E. coli.
A. Determinasi dan Pengumpulan Tanaman
Determinasi tanaman bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam penelitian dan memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah petai.
Tanaman petai memiliki ciri-ciri sebagai berikut tinggi pohon 5-14 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang, warna coklat kemerahan. Daun majemuk,
anak daun dengan ujung runcing, pangkal membulat, panjang 4-20 mm, lebar 2- 3 cm, warna hijau. Bunga majemuk, jumlah benang sari 10. Pangkal mahkota
berwarna putih kekuningan, melekat pada benang sari. Kelopak bertajuk, bagian ujung berkelamin ganda. Tangkai sari panjang. Buah berbentuk polong, pipih,
warna hijau. Biji berbentuk pipih, tebal, warna hijau. Akar tunggang, warna coklat Adi, 2008.Kulit batang pohon petai diperoleh dari Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dalam bentuk kulit batang pohon petai yang segar. Kulit batang pohon petai yang dipilih adalah kulit batang pohon yang berwarna coklat dan