Optimasi Fase Gerak Ekstrak Kental Rimpang Temugiring

tidak memerlukan pemanasan sehingga zat aktif yang terkandung di dalam bahan tidak mudah rusak. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam etanol 90 setinggi kurang lebih 2 cm dari tinggi serbuk. Hal ini bertujuan agar larutan penyari dapat memasuki seluruh pori-pori bahan sehingga mempermudah penyarian. Prinsip maserasi yaitu cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan diluar sel, maka larutan terpekat akan di desak ke luar. Peristiwa tersebut berulang kali terjadi sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Dalam penelitian ini, maserasi pertama dilakukan selama 24 jam dan kemudian disaring filtrat pertama dan residu maserasi 1 di remaserasi agar didapatkan filtrat yang lebih optimal. Remaserasi dilakukan dengan cara perlakuan yang sama, konsentrasi dan jumlah pelarut yang digunakan sama, kemudian filtat hasil maserasi pertama dan kedua digabungkan. Hasil maserasi kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu terkontrol yaitu 50ºC-60ºC. Setelah didapatkan ekstrak kental kemudian disimpan di dalam gelas kaca yang tertutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin. Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum melakukan pemisahan yaitu dengan mencari fase gerak optimum yang akan digunakan agar senyawa-senyawa yang terkandung dalam rimpang temugiring dapat terpisah dengan sempurna dan mendapat hasil sesuai dengan yang diinginkan. Pada penelitian ini peneliti

D. Optimasi Fase Gerak Ekstrak Kental Rimpang Temugiring

mencoba menggunakan perbandingan antara beberapa pelarut, dimulai dari yang bersifat non polar yaitu n-heksan : etil asetat 2:3 vv, kemudian fase gerak semi polar kloroform:metanol 9:1 vv dan fase gerak polar etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air 100:11:11:20 vv. Sampel ekstrak temugiring ditotolkan pada pelat KLT dengan panjang elusi 5 cm dengan menggunakan pipa kapiler, dan kemudian dielusikan dengan 3 jenis fase gerak tersebut. Dari hasil elusi dibandingkan secara visual, kemudian untuk lebih memperjelas spot pemisahan dilakukan deteksi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm. A B C Gambar 4. Hasil optimasi fase gerak pada deteksi UV 254 nm. A = Fase gerak asetat:asam formiat:asam asetat glasial:air 100:11:11:20 vv. B = fase gerak kloroform:metanol 9:1 vv. C=fase gerak heksan : etil asetat 2:3 vv Dengan deteksi dengan lampu UV 254 nm diketahui bahwa pada fase gerak polar tidak menunjukkan pemisahan sehingga tidak dapat digunakan sebagai fase gerak. Untuk mendapatkan perbandingan fase gerak yang tepat dilakukan lagi optimasi fase gerak, pada optimasi kali ini fase gerak polar tidak diikutsertakan karena pada percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa profilnya kurang baik bila digunakan sebagai fase gerak temugiring. Fase gerak yang digunakan antara lain kloroform:metanol 9:1 vv, kloroform:metanol 95:5 vv dan n-heksan:etil asetat 2:3 vv. A B C Gambar 5. Hasil optimasi 3 fase gerak. A= fase gerak kloroform:metanol 9:1vv. B= fase gerak kloroform:metanol 95:5vv. C=fase gerak heksan:etil asetat 2:3vv Dari hasil optimasi tersebut didapati bahwa pemisahan terbaik ditunjukkan oleh fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv dengan terpisahnya bercak dengan jarak yang cukup dan didapati bercak lebih tebal maka dalam penelitian ini digunakan fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv. Tabel I. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak rimpang temugiring Fase gerak Rf Visual Deteksi UV 254 nm Heksan : etil asetat 2:3 vv 0,2 - meredam + 0,44 Kuning meredam ++ 0,5 - meredam + 0,64 - meredam + 0,7 - meredam +++ Kloroform : metanol 9:1 vv 0,4 - meredam ++ 0,49 Kuning meredam ++ 0,55 - meredam + 0,66 - meredam +++ 0,74 - meredam ++ Kloroform : metanol 95:5 vv 0,28 - meredam ++ 0,42 Kuning meredam ++ 0,5 - meredam + 0,67 - meredam +++ 0,76 - meredam +++ Keterangan ketebalan bercak : + = tipis ++ = sedang +++ = tebal Hasil elusi KLT sampel ekstrak temugiring secara visual hanya tampak bercak kuning pada kisaran Rf 0,40-0,49 yang diduga adalah kurkumin karena lokasinya berada di kisaran bercak pada hasil elusi standar kurkumin. Untuk dapat medeteksi kehadiran senyawa lain maka digunakan deteksi dengan lampu UV 254 nm dan didapat hasil seperti diatas tabel I. Menurut Fauzy 2008, keberadaan kurkumin dalam rimpang temugiring sangatlah penting perannya sebagai antioksidan, terbukti dalam penelitiannya pada uji antioksidan ekstrak metanol memberikan peredaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak dengan pelarut n-heksan, hal ini disebabkan terdapat cukup banyak kurkumin dalam ekstrak metanol, oleh karena itu pada penelitian ini peneliti tidak meneliti kurkumin namun lebih diutamakan senyawa lain yang terkandung dalam rimpang temugiring yang memiliki aktivitas antioksidan. Peneliti memilih menggunakan fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv karena pada bercak lain didapati bercak dengan warna yang lebih tebal dibandingkan dengan hasil elusi dengan fase gerak lainnya, maka diharapkan peneliti dapat meneliti aktivitas senyawa lain yang terdapat dalam temugiring tersebut. Deteksi dengan reagen semprot DPPH juga dilakukan untuk melihat secara jelas dengan spot yang berwarna sehingga dapat diamati secara visual. Peneliti mencoba mengelusikan pelat KLT yang telah ditotolkan dengan sampel sebelumnya ke dalam chamber berisi masing-masing ketiga fase gerak yang berbeda tingkat kepolarannya. Setelah elusi selesai, pelat KLT dikeringkan kemudian disemprot dengan reagen semprot DPPH dan didapatkan bercak yang Nampak jelas pemisahannya dengan Rf standar kurkumin yang dijadikan patokan. A B C Gambar 6. Hasil optimasi fase gerak dengan reagen semprot DPPH A= fase gerak kloroform : metanol 9:1 vv. B= fase gerak kloroform : metanol 95:5 vv. C= fase gerak n-heksan : etil asetat 2:3 vv Dari hasil deteksi dengan reagen semprot DPPH didapatkan hasil yang nampak jelas pada hasil elusi dengan fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv, didapatkan adanya aktivitas DPPH yang ditunjukkan dengan munculnya bercak kuning hingga putih dengan latar ungu, memang pada hasil elusi dengan fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv munculnya bercak berwarna kuning keputihan tidak secepat pada elusi dengan fase gerak kloroform:metanol 9:1 vv dan n- heksan:etil asetat 2:3 vv namun didapati bercak paling tebal di hasil elusi dengan fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv beberapa menit kemudian yang mengindikasikan bahwa aktivitas antioksidan lebih kuat didapatkan dengan hasil elusi dengan fase gerak kloroform:metanol 95:5 vv. Tabel II. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal DPPH ekstrak rimpang temugiring Fase gerak Rf Hasil n-heksan : etil asetat 2:3 vv 0,42 Putih + Kloroform : metanol 9:1 vv 0,52 Putih ++ Kloroform : metanol 95:5 vv 0,36 Kuning + 0,62 Putih ++ Keterangan ketebalan bercak : + = tipis ++ = sedang +++ = tebal Prinsip dari kromatografi lapis tipis sendiri adalah analit bermigrasi ke atas melewati suatu lapisan pada fase diam dibawah pengaruh dari suatu fase gerak yang mana fase gerak tersebut bergerak diatas fase diam berdasarkan kapilaritas. Fase gerak yang dipilih menggunakan sistem yang sederhana yaitu campuran antara 2 pelarut organik karena daya elusi kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Metode ini digunakan karena pemisahannya lebih cepat, tidak perlu instrument yang rumit, hasil dapat langsung dilihat, tidak perlu preparasi sampel karena pelat KLT hanya sekali pakai. Proses pemisahan dilakukan dengan menotolkan sampel ekstrak rimpang temugiring yang telah dilarutkan sebelumnya ke dalam etanol p.a dengan menggunakan pipa kapiler. Menurut Gandjar dan Rohman 2007, pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh jika hanya menotolkan

E. Identifikasi golongan senyawa dengan reagen semprot pada ekstrak