Jenis dan Rancangan Penelitian Definisi Operasional Tata Cara Penelitian

27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

a. Bahan utama berupa temugiring yang berasal dari petani temugiring di daerah Godean, Sleman. b. Bahan kimia yang digunakan meliputi DPPH dan β-karoten dengan kualitas pro analitik yang berasal dari Sigma Chem. Co., USA. Etanol, heksan, kloroform, metanol, asam sulfat, barium klorida, NaCl pro analitik yang diperoleh dari Merck, Germany. Bahan kualitas teknis Brataco Chemica, yaitu: etanol 90 dan aquadest. Reagen Dragendorff, AlCl 3 , FeCl 3 , sitroborat, iod, dan vanillin sulfat. Silika gel GF254 for thin layer chromatography dan silika gel 60 0,040-0,063 mm for column chromatography dari Merck, Germany. Bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli berasal dari Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta. Media agar yang digunakan trypticasein soy broth TSB dari Agarindo Biological Company, Agar No. 1 diperoleh dari Oxoid. Amoxicillin diperoleh dari PT. Indofarma.

2. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa micro haematocrit tubes, light meter Lutron, lampu UV 254nm dan 366nm, sentrifuge, vortex junke kunkel, mikropipet 10- 1000 μL; 1-10 μL ; 5-5- μL ; 0,5-10 μL Acura 825, Socorex, neraca analitik Scaltec SBC 22, BP 160P, vacuum rotary evaporator Junke Kunkel, waterbath labo-tech, Heraceus, inkubator, ose, blender, kertas saring, penjepit, freezer, autoclave YX-400Z, oven WTB binder, tabung reaksi bertutup dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis Pyrex-Germany dan Iwaki.

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanolik adalah ekstrak temugiring yang diperoleh dari hasil maserasi dengan campuran etanol air : air 9:1 vv kemudian dipekatkan sampai semua etanol dapat teruapkan. 2. Isolat temugiring adalah isolat yang diperoleh dari hasil triturasi ekstrak temugiring dengan pelarut n-heksan yang kemudian dilakukan kromatografi kolom kemudian diuapkan sampai seluruh pelarutnya dapat teruapkan. 3. Aktivitas antioksidan adalah munculnya bercak putihkuning pada spot KLT dengan warna latar ungu. 4. Aktivitas UV protection adalah spot berwarna kuning yang mampu mempertahankan intensitas warnanya dalam satuan waktu. 5. Aktivitas antibakteri adalah munculnya zona hambat disekitar spot. 1. Determinasi tanaman Determinasi rimpang kunyit dilakukan di bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Determinasi ini untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian benar-benar rimpang temugiring C. heyneana. 2. Pengumpulan dan penyiapan bahan a. Pengumpulan bahan Temugiring yang digunakan diperoleh dari petani temugiring di daerah Godean, Sleman. Bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang akar temugiring. b. Sortasi basah Bahan baku dipisahkan dari bahan pengganggu seperti tanah, kerikil, rumput, bagian tanaman yang tidak dibutuhkan daun dan batang, bagian dari tanaman lain tangkai, daun, bunga dan biji inang, bahan yang rusak dan lain-lain. c. Pencucian Rimpang temugiring dicuci dengan air mengalir sambil dibersihkan kotoran yang melekat pada rimpang temugiring. Hal ini diulang sebanyak tiga kali.

D. Tata Cara Penelitian

d. Pemotongan Rimpang temugiring dipotong melintang dengan ukuran sedang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, dipotong dengan menampakkan permukaan yang besar. e. Pengeringan Setelah dipotong, rimpang temugiring yang masih basah dikeringkan didalam oven dengan suhu 50ºC selama 5 hari dimulai pada pukul 08.00- 14.00. f. Sortasi kering Rimpang temugiring yang sudah kering dipisahkan dari bahan-bahan pengganggu yang masih tersisa dari sortasi basah seperti kerikil, bahan yang rusak dan lain lain. g. Penyerbukan Rimpang temugiring dibuat serbuk sedikit demi sedikit menggunakan blender kaca. 3. Ekstraksi a. Maserasi Satu kilogram simplisia kering yang telah dalam bentuk serbuk tersebut ditimbang dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi serta ditambahkan dengan pelarutnya yaitu etanol 90 dengan perbandingan 1:3 hingga dapat merendam seluruh serbuk simplisia tersebut. Campuran tersebut kemudian dimaserasi selama 24 jam sehingga didapatkan filtrat pertama dan serbuk sisa maserasi pertama dilakukan maserasi kembali dengan menggunakan pelarut yang sama 90 selama 24 jam pada suhu ruang. Filtrat kedua diperoleh melalui penyaringan dari hasil maserasi kedua. Filtrat hasil maserasi pertama dan kedua kemudian dicampurkan hingga homogen dan dilakukan evaporasi dengan rotary evaporator hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental ini kemudian disimpan dalam lemari pendingin. b. Susut pengeringan ekstrak Cawan petri yang telah dikeringkan sebanyak 3 buah ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ºC hingga mencapai bobot tetap. Setelah ketiga cawan petri tersebut mencapai bobot tetap, ditambahkan ekstrak kental dan timbang cawan petri beserta ekstrak kental tersebut hingga didapatkan ekstrak kental = 0,5 gram pada masing-masing cawan. Masing- masing cawan tersebut ditambahkan silika = 0,5 gram. Ketiga cawan petri tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50ºC hingga mencapai bobot tetap. c. Pemerian ekstrak temugiring C. heyneana Ekstrak temugiring diamati warna, bau, bentuk dan rasa. 4. Kromatografi lapis tipis ekstrak temugiring a. Preparasi sampel 5 mg ekstrak temugiring dilarutkan dalam 1 ml etanol p.a. b. Optimasi fase gerak Sampel ekstrak temugiring ditotolkan pada plat KLT dengan panjang elusi 5 cm dengan menggunakan pipa kapiler 3 spot penotolan untuk 3 fase gerak. Tiga spot penotolan tersebut kemudian dielusikan dengan 3 jenis fase gerak sebagai berikut : 1 Fase gerak non polar : n-heksan : etil asetat 2:3 vv 2 Fase gerak semi polar : kloroform : metanol 9:1 vv ; kloroform : metanol 95:5 vv 3 Fase gerak polar : etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air 100:11:11:20 vv 5. Identifikasi golongan senyawa pada ekstrak kental rimpang temugiring a. Deteksi secara fisik Ekstrak kental yang telah disiapkan tersebut ditotolkan pada lempeng KLT dengan jarak elusi 5 cm dan fase gerak kloroform : metanol 95:5 vv. Lempeng KLT hasil elusi kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Setelah kering, lempeng KLT tersebut dideteksi pada lampu UV 254nm dan 366nm. b. Identifikasi golongan senyawa dengan reagen semprot Ekstrak kental tersebut diidentifikasi golongan senyawanya dengan menggunakan KLT dengan jarak elusi 5 cm. Hasil elusi yang telah dikeringkan tersebut kemudian disemprot dengan pereaksi AlCl 3 , FeCl 3 , sitroborat, Dragendorf dan vanillin sulfat. Hasil KLT tersebut kemudian diamati dan dihitung nilai Rf yang timbul pada masing-masing pereaksi tersebut. 6. Uji kualitatif penangkap radikal bebas, antibakteri, dan UV protection pada ekstrak kental rimpang temugiring a. Uji kualitatif aktivitas penangkap radikal bebas DPPH secara KLT 1 Preparasi pereaksi semprot DPPH Pereaksi DPPH dibuat 0,2 dalam pelarut metanol dan disimpan dalam wadah gelap kaca dan tertutup rapat. 2 Uji kualitatif penangkap radikal bebas DPPH Ekstrak kental 5 mg mL dalam etanol ditotolkan pada lempeng KLT dengan fase gerak kloroform : metanol 95 : 5 vv dan jarak elusi 5 cm. Lempeng KLT hasil elusi tersebut kemudian dikeringkan pada suhu ruang dan selanjutnya disemprot dengan pereaksi DPPH. Hasil positif ditandai dengan adanya bercak berwarna kuning – putih dengan latar ungu pada lempeng KLT. b. Uji kualitatif aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi kontak 1 Pembuatan larutan Mac Farland 0,5 1,6 x 108 CFUmL Ambil larutan barium klorida 1,1 bv sebanyak 0,05 mL lalu ditambahkan 9,95 mL larutan asam sulfat 1 bv, diaduk hingga homogen. 2 Pembuatan media a Media TSB cair Tiga gram media TSB 30 gL dilarutkan dalam 100ml aquadest kemudian diaduk hingga homogen diatas hot plate. Media tersebut disterilkan dengan autoclave. Setelah itu, media TSB tersebut dituang ke dalam tabung dengan volume masing-masing tabung 20 mL secara aseptis. b Media agar Enam gram media TSB 30 gL ditambahkan 1,2 agar dan dilarutkan dalam 200 mL aquadest. Campuran tersebut diaduk hingga homogen di atas water bath dan disterilkan dengan autoclave. Kemudian, campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri dengan volume masing – masing cawan petri 15 mL secara aseptis dan dibiarkan hingga memadat. 3 Pembuatan saline water 0,9 Timbang NaCl 0,9 gram yang kemudian dilarutkan dalam 100 mL aquadest hingga larut. 4 Pembuatan suspensi bakteri uji Kultur murni bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus masing – masing diambil sebanyak 1 ose dan masing – masing diinokulasikan pada media TSB cair, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Pembuatan suspensi bakteri uji dilakukan dengan cara bakteri dari media TSB cair yang telah diinkubasi tersebut ditambahkan ke dalam 10 mL saline water hingga kekeruhannya sesuai dengan larutan standar Mac Farland 0,5 1,6 x 108 CFUmL. 5 Penyimpanan kultur bakteri Sisa kultur bakteri yang belum diuji dari media TSB cair yang telah diinkubasi tersebut, masing – masing diambil 0,5 mL dan dicampur dengan 25 μL gliserol dalam wadah effendorf yang berbeda. Inkubasi selama 1 jam dalam inkubator dengan suhu 37ºC dan kemudian disimpan dalam freezer. 6 Pembuatan kontrol a Kontrol kontaminasi media Kontrol kontaminasi media dibuat dengan cara menuang 15 mL media agar pada cawan petri secara aseptis. Diinkubasi selama 24 jam dan kemudian diamati. b Kontrol pertumbuhan bakteri uji Kontrol pertumbuhan bakteri uji dibuat dengan cara menginokulasikan 100 μL bakteri uji dan diratakan dengan spreader dalam media agar yang telah dibuat sebelumnya, diinkubasi selama 24 jam dan kemudian diamati. c Kontrol positif Kontrol positif dibuat dengan menggunakan amoksisilin dengan konsentrasi 5 mg mL dan diambil 15 μL, 20 μL, dan 30 μL yang kemudian masing – masing ditotolkan pada paper disc berdiameter 5 mm. Paper disc tersebut kemudian diletakkan pada media agar yang telah diinokulasikan 100 μL bakteri uji, diinkubasi selama 24 jam dan diamati. 7 Penyiapan sampel Ekstrak kental rimpang temugiring ditimbang 5 mg dan dilarutkan dalam 1 mL etanol. Kemudian ditotolkan pada lempeng KLT dengan volume 15 μL, 20 μL, dan 30 μL sehingga akan didapatkan bobot uji 75 μg, 100 μg, dan 150 μg. Lempeng KLT tersebut kemudian dielusi dengan jarak elusi 5 cm menggunakan fase gerak kloroform : metanol 95 : 5 vv. Setelah dielusi, lempeng KLT tersebut dibiarkan mengering secara aseptis. 8 Metode bioautografi kontak Lempeng KLT yang telah kering tersebut, dikontakkan pada media agar yang telah diinokulasikan 100 μL bakteri uji secara cawan sebar. Setelah 40 menit, lempeng KLT tersebut diangkat dari media agar dan media agar tersebut diinkubasi selama 18 jam yang kemudian diamati dimana bercak yang mengandung daya antibakteri. Daya antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona hambat pada media agar tersebut. c. Uji kualitatif aktivitas UV protection dengan β-karoten secara KLT 1 Preparasi pereaksi β-karoten Timbang 0,01 g β-karoten larutkan dalam 20 mL kloroform dan disimpan dalam wadah gelap dan tertutup rapat. 2 Optimasi intensitas cahaya ultra violet Lempeng KLT kosong dicelupkan dalam pereaksi β – karoten yang telah dibuat sebelumnya dan warna lempeng KLT tersebut diukur dengan menggunakan indikator warna. Lempeng KLT kemudian disinari dengan lampu UV dalam kotak inkubasi, dimana posisi ketinggian lampu UV diatur yaitu 100 cm dari dasar tinggi, 50 cm dari dasar sedang, dan 35 cm dari dasar rendah serta intensitas cahaya pada tiap ketinggian diukur dengan alat light meter. Perubahan warna yang terjadi pada latar lempeng KLT tersebut diamati pada menit ke – 0, 1, 3, 6, 9, 12, dan 15. Tiap posisi lampu tersebut dilakukan dengan 5 kali replikasi dan dihitung standar deviasi serta rata – rata perubahan warnanya. 3 Uji kualitatif aktivitas β-karoten Larutan ekstrak kental dengan konsentrasi 5 mg mL yang telah disiapkan ditotolkan pada lempeng KLT untuk dielusi dengan jarak elusi 5 cm menggunakan fase gerak kloroform : metanol 95 : 5 vv. Lempeng KLT yang telah dielusi kemudian dicelupkan dengan pereaksi β – karoten dan warna pada lempeng KLT tersebut diukur dengan menggunakan indikator warna. Setelah itu, lempeng KLT tersebut disinari dengan sinar UV dalam kotak inkubasi dengan ketinggian lampu dari dasar adalah 50 cm dan intensitas cahayanya telah terukur dengan alat light meter. Perubahan warna pada lempeng KLT diukur pada menit ke – 0, 1, 3, 6, 9, 12, dan 15. Uji ini dilakukan dengan 5 kali replikasi dan dihitung standar deviasi serta rata – rata perubahan warna. d. Isolasi senyawa yang memiliki aktivitas penangkap radikal bebas DPPH, antibakteri, dan UV protection 1 Triturasi A. Penyiapan sampel Timbang 5,0 gram ekstrak dan dimasukkan ke dalam mortir yang telah ditimbang sebelumnya. Ditambahkan 5,0 gram sea sand dan diaduk hingga homogen sambil diteteskan metanol sebanyak 1 – 2 tetes untuk memudahkan pengadukan. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama semalam di dalam lemari pendingin. 2 Triturasi dengan n-heksan Campuran ekstrak rimpang temugiring dan sea sand tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge. Ditambahkan n- heksan 5 mL, dicampurkan hingga homogen dengan vortex, dan kemudian disentrifugasi. Bagian solvent hasil dari sentrifugasi tersebut kemudian diambil dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatmann no. 42 yang akan ditampung di cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Langkah ini dilakukan hingga bagian solvent hasil sentrifugasi menjadi bening. Hasil filtrasi tersebut kemudian diuapkan di atas water bath hingga seluruh pelarut teruapkan dan ditimbang kembali. Penyimpanan filtrat di lemari pendingin dan disebut sebagai hasil triturasi n-heksan. 3 Triturasi dengan kloroform : metanol 95:5 vv Campuran ekstrak rimpang temugiring dan sea sand sisa dari triturasi heksan dikeringkan dan dipindahkan ke tabung sentrifuge baru. Ditambahkan kloroform : metanol 95:5 vv 5 mL, dicampurkan hingga homogen dengan vortex, dan kemudian disentrifugasi. Bagian solvent hasil dari sentrifugasi tersebut kemudian diambil dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatmann no. 42 yang akan ditampung di cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Langkah ini dilakukan hingga bagian solvent hasil sentrifugasi menjadi bening. Hasil filtrasi tersebut kemudian diuapkan di atas water bath hingga seluruh pelarut teruapkan dan ditimbang kembali. Penyimpanan filtrat di lemari pendingin dan disebut sebagai hasil triturasi kloroform : metanol 95:5 vv. 4 Pengujian KLT ekstrak kental dan hasil triturasi Masing – masing ekstrak kental rimpang temugiring, hasil triturasi heksan, dan hasil triturasi kloroform : metanol 95:5 vv ditimbang 2,5 mg yang kemudian diletakkan pada masing – masing flakon. Masing – masing flakon tersebut kemudian ditambahkan 500 μL etanol p.a dan diaduk hingga homogen. Setelah terlarut hingga homogen, masing – masing flakon tersebut ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan mikrokapiler dengan jarak elusi 5 cm dan fase gerak kloroform : metanol 95 : 5 vv. Hasil elusi dibandingkan dan dihitung nilai Rf masing – masing bercak pada ekstrak kental rimpang temugiring, hasil triturasi n-heksan, dan hasil triturasi kloroform : metanol 95:5 vv. b. Step – Gradient Chromatography 1 Optimasi pelarut yang akan digunakan Hasil triturasi n-heksan yang telah diperoleh tersebut ditimbang 2,5 mg dan dilarutkan dalam 0,5 mL heksan hingga tercampur homogen. Campuran tersebut kemudian ditotolkan pada lempeng KLT dengan jarak elusi 5 cm untuk masing – masing fase gerak. Fase gerak yang digunakan yaitu: n-heksan : kloroform 50:50 vv, n-heksan : kloroform 25:75 vv, kloroform. Setelah dielusi, lempeng KLT tersebut kemudian diamati dan dibandingkan setiap fase gerak. 2 Preparasi sampel untuk step gradient chromatography Hasil triturasi heksan ditimbang 300 mg dan dicampurkan dengan 300 mg silika gel 60 0,040 – 0,063 mm for column chromatography hingga homogen. 3 Penyiapan kolom kromatografi Bagian bawah kolom disumbat dengan kapas yang telah dibasahi dengan heksan. Kolom kemudian disusun dari bawah ke atas yaitu: silika gel 60 0,040 – 0,063 mm for column chromatography di atas kapas tersebut dengan ketinggian sekitar 2 cm, sampel yang telah tercampur dengan silika gel 60 0,040 – 0,063 mm for column chromatography dengan ketinggian sekitar 0,5 cm, silika gel 60 0,040 – 0,063 mm for column chromatography dengan ketinggian sekitar 1 cm, dan ditutup kembali dengan kapas yang telah terbasahi oleh n-heksan. 4 Step – gradient chromatography Kolom kromatografi yang telah siap digunakan dialirkan dengan 20 mL heksan : kloroform 75:25 vv dan dilanjutkan dengan 10 mL n-heksan : kloroform 50:50 vv yang ditampung dalam flakon setiap 2 mL dari hasil step gradient chromatography . Setiap flakon tersebut kemudian dicuplik untuk dilakukan KLT dengan menggunakan fase gerak kloroform dan profil KLT tersebut diamati. 5 Penggabungan isolat hasil step gradient chromatography Nilai Rf masing – masing plat KLT hasil cuplikan tiap flakon dari step gradient chromatography dihitung. Senyawa yang memiliki nilai Rf yang sama dan pada profil KLT hanya menunjukkan satu bercak digabungkan dalam wadah flakon lain yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, diuapkan di atas waterbath dengan suhu 50ºC dan ditimbang kembali untuk mengetahui bobot yang didapatkan serta dihitung pula rendemen yang diperoleh. Ketika hasil penggabungan isolasi tersebut telah pekat, maka langkah selanjutnya adalah memindahkannya ke tabung effendorf dengan cara melarutkan isolat dengan pelarut yang sesuai sehingga diperoleh kadar 1 mg 100 μL dan kemudian diuapkan kembali, sehingga di dalam effendorf terdapat 1 mg isolat. Bagan penelitian Simplisia kering temugiring Ekstrak kental temugiring Ekstraksi dengan etanol 90 Bercak KLT temugiring aktif Uji kualitatif aktivitas penangkap radikal bebas DPPH, UV protection dan antibakteri Triturasi Hasil triturasi n- heksan Hasil triturasi kloroform: metanol 9:1 vv Isolat Isolat Aktif Kromatografi kolom Uji kualitatif aktivitas penangkap radikal bebas DPPH, UV protection dan anti bakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Determinasi adalah langkah awal yang perlu dilakukan pada penelitian yang menggunakan bahan alam dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti kebenaran identitas tanaman yang akan digunakan dalam penelitian tersebut, untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pengambilan sampel yang pastinya akan berpengaruh pada hasil yang diharapkan. Determinasi rimpang temugiring dilakukan oleh bagian Biologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada. Dari hasil identifikasideterminasi sampel tersebut telah dinyatakan kebenarannya bahwa simplisia kering yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia rimpang temugiring dengan suku Zingiberaceae. Pembuktian identifikasi ini disertai dengan adanya surat keterangan determinasi tanaman lampiran 1 yang dikeluarkan oleh Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Rimpang temugiring basah sebanyak 10 kg diperoleh dari petani temugiring yang berasal dari Godean, Sleman. Rimpang temugiring yang diperoleh harus dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel. Kemudian rimpang temugiring dipotong-potong melintang lalu dikeringkan didalam oven dengan suhu terkontrol yaitu 50ºC. Pengeringan ini dilakukan selama 5 hari pada pukul 08.00-14.00. Tujuan dari pengeringan secara

A. Determinasi Tanaman

B. Pengumpulan dan Pembuatan Serbuk Rimpang Temugiring