Isolasi dan identifikasi senyawa aktif penangkap radikal bebas dpph, uv protection, dan antibakteri ekstrak rimpang temugiring (Curcuma heyneana Val.
INTISARI
Temugiring (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp) telah lama digunakan dalam formula kosmetik bahan alam. Lulur temugiring secara tradisional memiliki indikasi sebagai penghalus badan dan pemberi warna kuning pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas rimpang temugiring sebagai antioksidan, Ultra Violet (UV) protection dan antibakteri.
Rimpang temugiring diekstraksi dengan pelarut etanol 90% kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis untuk mendapatkan golongan senyawa aktif. Aktivitas antioksidan diuji secara kualitatif menggunakan metode penangkap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH). Aktivitas UV protection diuji menggunakan metode inhibition of bleaching of β-carotene. Aktivitas antibakteri diuji menggunakan metode bioautografi kontak. Bercak yang memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri dan UV protection masing – masing diisolasi dengan kromatografi kolom untuk diuji aktivitas antioksidan secara kualitatif dengan menggunakan metode DPPH dan aktivitas UV protection secara kualitatif menggunakan metode inhibition of bleaching of β-carotene sedangkan pada aktivitas antibakteri diuji menggunakan metode disc diffusion sehingga akan didapatkan aktivitas antibakteri isolat dari ekstrak rimpang temugiring dalam menghambat aktivitas bakteri Staphyloccocus aureus yang ditunjukkan dengan nampaknya zona hambat disekitar spot.
Hasil isolasi diperoleh 3 isolat dimana isolat pertama memiliki aktivitas antioksidan, UV protector, antibakteri dan teridentifikasi sebagai golongan senyawa flavonoid. Isolat 2 dan 3 memiliki aktivitas antioksidan dan UV protection. Isolat 2 teridentifikasi sebagai golongan flavonoid. Isolat 3 teridentifikasi sebagai golongan flavonoid dan terpenoid.
(2)
ABSTRACT
Temugiring (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp) has been used in natural cosmetic formula. Temugiring rhizome has been indicated traditionally as body smoothing and giving the yellow color of the skin. This study aimed to observe the activity of temugiring as antioxidant, Ultra Violet (UV) protection and anti-bacteria.
Temugiring rhizome was extracted with ethanol 90% and then proceed with the preparation of thin layer chromatography to get the class of active compounds. Antioxidant activity was tested qualitatively using DPPH method. UV protection was tested using inhibition of bleaching of β-carotene method, while the antibacterial test was using contact bioautography method. The spots that have antioxidants, UV protection and anti-bacteria activity was each isolated to proceed antioxidant activity qualitatively was using DPPH method, UV protection activity was using inhibition of bleaching of β-carotene method, while the antibacterial test was using disc diffusion method so that we will get anti-bacteria activity that showed by inhibition zone around of spots of the temugiring isolate in obstructing Staphyloccocus aureus
bacteria activity.
The result of the isolation obtained 3 isolates that the first isolate has all three activities and was identified as flavonoide. The second isolate active as antioxidant and UV protection and was identified as flavonoide.The third isolate active as antioxidant and UV protection and was identified as flavonoide and terpenoide. Keywords: rhizome temugiring, DPPH, UV protection, anti-bacteria,
(3)
i
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF PENANGKAP RADIKAL BEBAS DPPH, UV PROTECTION, DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK RIMPANG TEMUGIRING (Curcuma heyneana Val. &V. Zijp)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Skolastika Feranda Wardhani NIM : 118114158
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN Sabar menanti waktu Tuhan
Di dalam hidup ini, semua ada waktunya. Ada waktunya kita menabur ..
Ada juga waktu menuai.
Mungkin dalam hidupmu badai datang menyerbu, Mungkin doamu bagai tak terjawab!
Namun yakinlah tetap. Tuhan takkan terlambat! Juga tak akan lebih cepat Semuanya ….
Dia jadikan indah tepat pada waktuNya. Tuhan selalu dengar doamu!
Tuhan tak pernah tinggalkanmu!
PertolonganNya pastikan tiba tepat pada waktuNya. Bagaikan kuncup mawar waktunya mekar
Percayalah …..
Tuhan jadikan semua indah pada waktuNya. Hendaklah kita slalu dalam firman-Nya Percayalah kepada Tuhan!
Nantikan dia bekerja pada waktuNya. (1 Korintus 10:13 & Pengkotbah 3:11a)
Karya ini saya persembahkan untuk: Bapa di surga, Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu senantiasa membimbing langkahku Bapak dan Mama yang selalu mencurahkan kasih sayangnya Dek coni yang selalu menemani mengerjakan tugas akhir ini Partner skripsiku Sahabat-sahabatku yang selalu memotivasi Dan almamaterku tercinta.
(7)
(8)
(9)
vii PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan berkatNya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF PENANGKAP RADIKAL BEBAS DPPH, UV PROTECTION, DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK RIMPANG TEMUGIRING (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp)” ini dengan baik dan lancar untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa perjuangan panjang dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerja sama banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Orangtuaku tercinta, Bapak Petrus Sudiwardoyo dan Ibu Vincentia Nanik Mulyani Sri Utami atas kasih sayangnya selama ini dan menjadi sumber semangatku.
2. Ibu Aris Widyastuti, M.Si, Ph.D., Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
3. Bapak Dr. rer. nat. Yosi Bayu Murti, Apt selaku dosen pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah mendampingi, memotivasi dan memberi masukan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk menguji serta masukan dan saran yang berguna bagi penulis.
(10)
viii
5. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk menguji serta masukan dan saran yang berguna bagi penulis.
6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt selaku Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium selama proses penelitian.
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu selama proses studi.
8. Bapak Wagiran, Bapak Mukminin, Bapak Parlan, Mas Kunto, Mas Bimo sertu seluruh laboran dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bantuannya selama penelitian.
9. Teman seperjuanganku Surya Adhi Nugraha, Agustine Kurniawaty, Setio Agustine dan Elyn Prameswari atas kerjasama, pengetahuan, ide, kesabaran dan motivasi selama penelitian.
10.Sahabat-sahabatku Winta Hayu Pramesi, Raysa Bestari Siniwi dan Devita Wardhani yang senantiasa dengan sabar selalu mendengarkan keluh kesah dan senantiasa memberikan semangat dan motivasi bagi penulis.
11.Teman- teman FSM D, FST B, angkatan 2011, atas kerjasama, doa, semangat, kritik dan sarannya.
12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat disebut satu per satu.
(11)
ix
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga naskah skripsi ini dapat bermanfaat.
(12)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN………. ii
HALAMAN PENGESAHAN………. ii
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA…………. vi
PRAKATA……….. vii
DAFTAR ISI………... x
DAFTAR TABEL………... xiv
DAFTAR GAMBAR……….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………...…... xviii
INTISARI SKRIPSI……… xx
ABSTRACT………... xxi
BAB I. PENGANTAR………. 1
A. Latar Belakang………. 1
1. Perumusan masalah... 3
2. Keaslian penelitian……….. 3
3. Manfaat penelitian………... 5
(13)
xi
BAB II. PENELAAH PUSTAKA……….. 7
A. Temugiring……… 7
1. Klasifikasi tanaman……….. 7
2. Gambaran umum……….. 7
3. Efek farmakologis……… 8
4. Kandungan kimia……….. 8
B. Antioksidan……… 9
1. Definisi……….. 9
2. Mekanisme……… 9
3. Metode uji antioksidan………... 10
C. Antibakteri……….. 12
1. Definisi……….. 12
2. Mekanisme……… 12
3. Metode uji antibakteri………... 13
D. Ultra Violet Protection……….. 16
1. Definisi……….. 16
2. Metode uji aktivitas tabir surya dengan metode β – karoten……... 17
E. Skrining fitokimia……….. 19
F. Ekstraksi………. 20
(14)
xii
1. Kromatografi lapis tipis………... 22
2. Kromatografi kolom……… 23
H. Landasan Teori……… 25
I. Hipotesis……….. 26
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 27
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 27
B. Bahan dan Alat Penelitian……… 27
1. Bahan……….. 27
2. Alat Penelitian……… 28
D. Tata Cara Penelitian……… 29
Bagan penelitian………... 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 43
A. Determinasi Tanaman………. 43
B. Pengumpulan dan Pembuatan Serbuk Rimpang Temugiring…………. 43
C. Pembuatan Ekstrak Kental Rimpang Temugiring………... 44
D. Optimasi Fase Gerak Ekstrak Kental Rimpang Temugiring……… 45
E. Identifikasi golongan senyawa dengan reagen semprot pada ekstrak kental rimpang temugiring……….. 51
F. Uji aktivitas Penangkap Radikal Bebas DPPH, Antibakteri dan UV Protection pada ekstrak kental rimpang temugiring………. 54
(15)
xiii
G. Isolasi senyawa yang memiliki aktivitas penangkap radikal bebas DPPH,
Antibakteri dan UV protection……….. 61
H. Pengujian aktivitas dan identifikasi golongan senyawa pada isolat….. 64
I. Identifikasi golongan senyawa aktif isolat ekstrak rimpang temugiring 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 74
DAFTAR PUSTAKA……….. 75
LAMPIRAN………. 79
(16)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak
rimpang temugiring ……….. 48
Tabel II. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal DPPH ekstrak
rimpang temugiring………... .. 51 Tabel III. Hasil identifikasi golongan senyawa pada ekstrak rimpang
temugiring……… 53
Tabel IV. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal DPPH ekstrak rimpang temugiring………...……… 54 Tabel V. Hasil uji kualitatif antibakteri secara bioautografi pada
bakteri S. aureus……… 57 Tabel VI. Hasil uji kualitatif antibakteri secara bioautografi pada
bakteri E. coli……….. 57 Tabel VII. Hasil optimasi intensitas sinar UV……… 59 Tabel VIII. Hasil uji kualitatif UV protection ekstrak rimpang
temugiring………. 57
Tabel IX. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas DPPH isolat
dan ekstrak rimpang
temugiring………. 65
Tabel X. Hasil uji kualitatif aktivitas UV protection isolat dan ekstrak
(17)
xv
Tabel XI. Hasil deteksi secara fisik kromatografi lapis tipis isolat
senyawa ekstrak rimpang
temugiring………... 70 Tabel XII. Hasil identifikasi senyawa dari isolat senyawa ekstrak
rimpang temugiring dengan
reagen………... 72 Tabel XIII. Hasil uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas
DPPH, UV protection dan antibakteri isolat ekstrak rimpang
(18)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumus bangun DPPH dan non radikal DPPH bentuk
tereduksi ... 11
Gambar 2. Struktur α-karoten dan β-karoten ... 18
Gambar 3. Kromatografi Kolom ... 24
Gambar 4. Hasil optimasi fase gerak pada deteksi UV 254 nm ... 46
Gambar 5. Hasil optimasi 2 fase gerak. ... 47
Gambar 6. Hasil optimasi fase gerak dengan reagen semprot DPPH ... 50
Gambar 7. Hasil deteksi dengan UV 254 nm elusi dengan fase gerak kloroform:metanol (95:5 v/v) ... 54
Gambar 8. Hasil deteksi elusi fase gerak kloroform : metanol (95:5 v/v) dengan reagen semprot DPPH ... 55
Gambar 9. Hasil Uji Kualitatif antibakteri dengan metode Bioautografi. . 56
Gambar 10. Grafik hasil rata-rata perubahan warna pada optimasi lampu UV dengan intensitas cahaya sedang……… .. 59
Gambar 11. Hasil tampak visual profil KLT dengan pereaksi semprot beta karoten. ... 61
Gambar 12. Perbandingan profik KLT secara visual, UV 245 nm dan 366 nm. ... 62
Gambar 13. Profil hasil elusi kromatografi dengan fase gerak kloroform: n-heksan (50:50 v/v) dan kloroform:n-heksan (75:25 v/v) ... 63
(19)
xvii
Gambar 14. Profil hasil elusi kromatografi dengan fase gerak kloroform:n-heksan (75:25 v/v) dan kloroform:n-heksan (50:50 v/v) ... 63 Gambar 15. Hasil profil KLT isolat dengan peraksi semprot DPPH ... 66 Gambar 16. Hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat 1 dengan bobot
uji 100 µg. ... 68 Gambar 17. Hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat 1 dengan bobot
uji 200 µg. ... 69 Gambar 18. Profil KLT isolat 1 ekstrak rimpang temugiring deteksi
dengan lampu UV 254 nm ... 70 Gambar 19. Profil KLT isolat 2 ekstrak rimpang temugiring deteksi
dengan lampu UV 254 nm ... 71 Gambar 20. Profil KLT isolat 3 ekstrak rimpang temugiring deteksi
(20)
xviii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi simplisia kering rimpang temugiring ... 79 Lampiran 2. Perhitungan susut pengeringan simplisia rimpang
temugiring ... 80 Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak ... 81 Lampiran 4. Perhitungan susut pengeringan ekstrak rimpang
temugiring.. ... 81 Lampiran 5. Gambar indikator warna yang digunakan dalam uji kualitatif
UV protection ... 84 Lampiran 6. Surat sertifikat hasil uji bakteri... 85 Lampiran 7. Gambar kontrol media, kontrol pertumbuhan dan kontrol
positif uji kualitatif antibakteri ekstrak rimpang temugiring 87 Lampiran 8. Penimbangan hasil triturasi ... 88 Lampiran 9. Penimbangan rimpang temugiring dan hasil triturasi untuk
kromatografi lapis tipis ... 88 Lampiran 10. Penimbangan rimpang temugiring dan hasil triturasi untuk
kromatografi lapis tipis ... 89 Lampiran 11. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat
rimpang temugiring ... 89 Lampiran 12. Gambar uji kualitatif golongan senyawa isolat ekstrak
(21)
xix
Lampiran 13. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas UV protection isolat rimpang temugiring ... 94
(22)
xx
INTISARI SKRIPSI
Temugiring (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp) telah lama digunakan dalam formula kosmetik bahan alam. Lulur temugiring secara tradisional memiliki indikasi sebagai penghalus badan dan pemberi warna kuning pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas rimpang temugiring sebagai antioksidan, Ultra Violet (UV) protection dan antibakteri.
Rimpang temugiring diekstraksi dengan pelarut etanol 90% kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis untuk mendapatkan golongan senyawa aktif. Aktivitas antioksidan diuji secara kualitatif menggunakan metode penangkap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH). Aktivitas UV
protection diuji menggunakan metode inhibition of bleaching of β-carotene. Aktivitas antibakteri diuji menggunakan metode bioautografi kontak. Bercak yang memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri dan UV protection masing – masing diisolasi dengan kromatografi kolom untuk diuji aktivitas antioksidan secara kualitatif dengan menggunakan metode DPPH dan aktivitas UV protection secara kualitatif menggunakan metode inhibition of bleaching of β-carotene sedangkan pada aktivitas antibakteri diuji menggunakan metode disc diffusion sehingga akan didapatkan aktivitas antibakteri isolat dari ekstrak rimpang temugiring dalam menghambat aktivitas bakteri Staphyloccocus aureus yang ditunjukkan dengan nampaknya zona hambat disekitar spot.
Hasil isolasi diperoleh 3 isolat dimana isolat pertama memiliki aktivitas antioksidan, UV protector, antibakteri dan teridentifikasi sebagai golongan senyawa flavonoid. Isolat 2 dan 3 memiliki aktivitas antioksidan dan UV
protection. Isolat 2 teridentifikasi sebagai golongan flavonoid. Isolat 3 teridentifikasi sebagai golongan flavonoid dan terpenoid.
Kata kunci: rimpang temugiring, DPPH, UV protection, antibakteri, bioautografi.
(23)
xxi ABSTRACT
Temugiring (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp) has been used in natural cosmetic formula. Temugiring rhizome has been indicated traditionally as body smoothing and giving the yellow color of the skin. This study aimed to observe the activity of temugiring as antioxidant, Ultra Violet (UV) protection and anti-bacteria.
Temugiring rhizome was extracted with ethanol 90% and then proceed with the preparation of thin layer chromatography to get the class of active compounds. Antioxidant activity was tested qualitatively using DPPH method. UV protection was tested using inhibition of bleaching of β-carotene method, while the antibacterial test was using contact bioautography method. The spots that have antioxidants, UV protection and anti-bacteria activity was each isolated to proceed antioxidant activity qualitatively was using DPPH method, UV protection activity was using inhibition of bleaching of β-carotene method, while the antibacterial test was using disc diffusion method so that we will get anti-bacteria activity that showed by inhibition zone around of spots of the temugiring isolate in obstructing Staphyloccocus aureus bacteria activity.
The result of the isolation obtained 3 isolates that the first isolate has all three activities and was identified as flavonoide. The second isolate active as antioxidant and UV protection and was identified as flavonoide.The third isolate active as antioxidant and UV protection and was identified as flavonoide and terpenoide.
Keywords: rhizome temugiring, DPPH, UV protection, anti-bacteria, bioautography
(24)
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Temugiring merupakan tanaman asli Indonesia. Temugiring telah lama dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai keperluan rumah tangga, antara lain sebagai obat ataupun sebagai ramuan kosmetik tradisional. Masyarakat telah menggunakan temugiring sebagai kosmetik dengan berbagai macam cara aplikasi, salah satunya adalah lulur kocok. Ramuan lulur kocok dari zaman nenek moyang sudah tersohor khasiatnya dan banyak digunakan masyarakat untuk merawat dan mempercantik tubuh.
Kosmetik dikenal manusia sejak berabadabad yang lalu. Pada abad ke -19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1176/MenKes/Permenkes/2010 adalah sebagai berikut “Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, dan organ genital bagian
(25)
luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh dalam kondisi baik.
Dewasa ini minat manusia untuk memenuhi kebutuhan akan kosmetik sangat tinggi. Seiring berubahnya pola dan gaya hidup masyarakat yang cenderung membutuhkan segala sesuatu yang bersifat instan sehingga terciptalah berbagai macam produk instan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tidak dapat dipungkiri keberadaan kosmetik amatlah penting kegunaannya untuk merawat tubuh dan digunakan berbagai kalangan dari bayi hingga orang dewasa dan oleh pria maupun wanita. Kosmetik tradisional racikan sendiri dari bahan alam cenderung diminati masyarakat karena efek sampingnya yang lebih rendah. Namun sayangnya masyarakat kini cenderung tidak memiliki waktu untuk meramu sendiri kosmetik yang mereka butuhkan, industri menangkap peluang ini dan muncullah berbagai macam produk kosmetik di masyarakat, namun tentu saja bahan-bahan yang terkandung di dalamnya terdapat senyawa kimia ditambahkan untuk hasil yang lebih optimal.
Hal ini menjadi perhatian khusus karena penggunaan zat kimia sintetis pada kosmetik memiliki efek samping dan tidak baik untuk penggunaan jangka panjang. Hal ini disadari masyarakat adanya bahaya menggunakan kosmetik berbahan kimia dan mulai kembali ke kosmetik tradisional dengan komposisi utama bahan alam dengan kemungkinan efek samping yang lebih rendah. Seiring berkembangnya waktu muncullah minat masyarakat yang besar atas hadirnya kosmetik alami bahan alam namun dengan cara aplikasi yang praktis.
(26)
Temugiring memiliki warna khas kuning langsat yang dapat membuat kulit terlihat lebih segar dan cerah. Efek farmakologi temugiring dalam lulur ini dipercaya sebagai bahan tabir surya. Kepercayaan masyarakat atas khasiat temugiring dan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka perlu dilakukan pembuktian khasiat temugiring terhadap aktivitasnya sebagai antioksidan, antibakteri, dan sebagai UV protection pada penelitian ini. Penentuan aktivitas antioksidan dalam penelitian ini menggunakan pereaksi 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH) secara kromatografi lapis tipis yang akan menunjukkan perbedaan warna ketika ekstrak memiliki aktivitas antioksidan. Penentuan aktivitas antibakteri pada penelitian ini menggunakan metode disc diffusion sehingga akan didapatkan aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli. Sedangkan penentuan aktivitas sebagai UV protection akan digunakan metode Inhibition of Bleaching of β-carotene.
A. Apakah isolat dari ekstrak temugiring mampu memberikan efek antioksidan?
B. Apakah isolat dari ekstrak temugiring mampu memberikan efek antibakteri?
C. Apakah isolat dari ekstrak temugiring mampu memberikan efek UV
protection? 2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Aktif Penangkap Radikal Bebas DPPH, UV protection, dan 1. Perumusan masalah
(27)
Antibakteri Ekstrak Rimpang Temugiring (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp) belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai C. heyneana yang terkait aktivitas antibakteri pernah dilakukan oleh Wonohadi dkk. (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk melakukan identifikasi senyawa kandungan rimpang temugiring yang mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Sarcina lutea, Staphyloccoccus aureus dan Candida albicans dengan menggunakan metode difusi (diffusion method) kemudian dilanjutkan dengan bioautografi untuk skrining aktivitas bakteri. Hasil menunjukkan bahwa fraksi heksan, fraksi kloroform, dan fraksi etanol rimpang temugiring menunjukkan hasil positif adanya daya antimikroba terhadap pertumbuhan Sarcina lutea, Staphyloccoccus aureus dan Candida albicans. Uji aktivitas UV Protection pernah dilakukan oleh Fatmawati dkk. (2006) dimana aktivitas UV Protection temugiring diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan menentukan % transmisi eritema dan % transmisi pigmentasi. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak temugiring pada konsentrasi 100 μg/ml sudah dapat memberikan perlindungan terhadap radiasi sinar UV pada kulit.
Fauzy dkk. (2008) melakukan penelitian tentang aktivitas antioksidan ekstrak tunggal dan kombinasinya dari tanaman Curcuma spp dan diantaranya terdapat ekstrak temugiring. Pada penelitian ini dibandingkan aktivitas temugiring dalam ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana. Dari hasil pengujian antioksidan diperoleh bahwa ekstrak metanol temugiring menghasilkan aktivitas penghambatan dengan IC50 108,54 ppm sedangkan aktivitas penghambatan pada ekstrak n-heksana didapat 847,13 ppm. Ekstrak metanol mempunyai aktivitas
(28)
penghambatan lebih besar dari n-heksana. Pada penelitian ini ekstrak etanolik rimpang temugiring difraksinasi dengan KLT dan dilanjutkan dengan uji aktivitas penangkap radikal bebas dengan metode DPPH, aktivitas antibakteri dengan disc diffusion dan aktivitas UV Protectiondengan β- karoten.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis: penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang aktivitas rimpang temugiring sebagai antioksidan, antibakteri, dan sebagai UV protection dengan metode DPPH, inhibition of bleaching test
of β-carotene, bioautografi kontak dan disc diffusion.
b. Manfaat praktis: penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan, antibakteri, dan UV protection pada rimpang temugiring sehingga mampu menunjukkan keefektifannya sebagai bahan kosmetik tradisional.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum:
Mengetahui golongan senyawa aktif isolat dari ekstrak etanolik rimpang temugiring yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antibakteri, dan sebagai UV protection dengan menggunakan metode radikal bebas DPPH, bioautografi kontak, disc diffusion , dan inhibition of bleaching test of β -carotene.
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui aktivitas antioksidan hasil isolasi ekstrak etanolik temugiring dengan menggunakan pereaksi semprot DPPH.
(29)
b. Mengetahui aktivitas antibakteri hasil isolasi ekstrak etanolik temugiring dengan menggunakan metode disc diffusion .
c. Mengetahui aktivitas UV protection hasil isolasi ekstrak etanolik temugiring dengan menggunakan metode inhibition of bleaching test of β -carotene.
(30)
BAB II
PENELAAH PUSTAKA A. Temugiring 1. Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Commelinidae Order : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma heyneana Val. & V. Zijp (Tjitrosoepomo, 1991). 2. Gambaran umum
Temugiring merupakan tanaman berbatang semu dengan ketinggian mencapai 1m. Rimpang temugiring berwarna kuning serta beraroma khas. Daunnya berbentuk runcing dengan tepi rata, berwarna hijau, serta berpelepah yang saling melekat satu dengan yang lain hingga membentuk batang semu. Bunga majemuknya berbulu dengan tangkai yang mencapai 40 cm dan kelopak bunganya berwarna kuning kemerahan. Sementara buah berbentuk bulat telur berwarna coklat kehitaman. Tanaman ini tumbuh pada daerah hingga ketinggian
(31)
750 mdpl. Temugiring dijumpai sebagai tanaman liar di hutan jati atau dihalaman rumah, terutama di tempat yang teduh. Pembudidayaan dilakukan dengan setek rimpang induk atau rimpang cabang yang bertunas (Mursito, 2003).
3. Efek farmakologis
Rimpang temugiring mengandung minyak atsiri, saponin dan flavonoida. Zat-zat tersebut berkhasiat sebagai obat untuk menyembuhkan cacingan, luka, disentri, dan penyakit kulit; pelangsing; penenang; pembersih darah; penghilang bau badan serta bahan kosmetika. Rimpang temugiring pada konsentrasi 100 μg/ml sudah dapat memberikan perlindungan terhadap radiasi sinar UV pada kulit (Fatmawati dkk, 2006). Ekstrak etanol rimpang temugiring mempunyai kemampuan memproteksi kenaikan kadar trigliserida sebesar 171,4 % diduga karena peranan flavonoid, kurkumin, tannin dan saponin (Wahyu, 2011). Berdasarkan penelitian Chanell (1998), ekstrak etanol rimpang temugiring pada kadar 40% menunjukkan adanya daya antimikroba terhadap Sarcina lutea,
Staphylococcus aureus dan Candida albicans.
4. Kandungan kimia
Ekstrak etanolik temugiring mengandung kurkumin dan flavonoid bersifat sebagai antioksidan (Kartini dkk, 2007). Pada uji aktivitas antimikroba yang telah dilakukan oleh Wonohadi dkk. (2006) fraksi etanol memberikan hasil positif menghambat pertumbuhan mikroba uji. Hasil uji secara bioautografi didapatkan minyak atsiri, senyawa terpenoid bebas dan senyawa flavonoid memiliki daya anti mikroba. Hasil skrining kandungan kimia secara kromatografi lapis tipis fraksi
(32)
etanol ekstrak etanol rimpang temugiring menunjukkan adanya kandungan saponin dan kurkuminoid (Chanell, 1998).
B. Antioksidan 1. Definisi
Antioksidan merupakan zat kimia yang secara bertahap akan teroksidasi dengan adanya efek seperti cahaya, panas, logam peroksida atau secara langsung bereaksi dengan oksigen. Ada dua macam antioksidan, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintesis. Sebagai contoh α tokoferol (vitamin E) merupakan antioksidan alam yang terdapat dalam lemak dan minyak yang diperoleh dari biji tanaman (Zapsalis, 1985).
2. Mekanisme
Menurut Winarsi (2007) antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan yang dapat memerangi aktivitas antioksidan dalam tubuh. Antioksidan dianggap sebagai dasar kesehatan dan digunakan selama bertahun-tahun dalam menanggulangi efek berbahaya dari proses oksidatif (Sing, 2007).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni antioksidan alami dan antioksidan sintesis. Antioksidan sintesis adalah antioksidan yang dibuat dengan melakukan sintesis seperti tertiary-butylhydroquinone (tBHQ), butylated hydroxytoluene (BHT), dan propil galat (Gulcin dkk, 2004). Antioksidan alami berfungsi sebagai reduktor, peredam pembentukan oksigen singlet, penangkap radikal bebas, dan sebagai pengkelat logam (Sidik, 1997). Antioksidan alami terdapat pada makanan sehari-hari seperti
(33)
buah dan sayuran yang mengandung berbagai senyawa fenolik atau nitrogen dan karotenoid (Sing, 2007).
Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas. Antioksidan dapat digunakan dalam pencegahan berbagai macam penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, katarak, degenerasi manula, penurunan fungsi syaraf, dan penuaan dini (Mbata, 2010).
Mekanisme kerja antioksidan dibagi dalam beberapa jenis diantaranya antioksidan primer, yaitu senyawa yang mengakhiri rantai radikal bebas dalam jenis reaksi oksidasi (Ketaren, 1986).
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, contohnya asam askorbat dan α-tokoferol. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas (Sidik, 1997).
3. Metode uji antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu pengujian secara kualitatif adalah dengan menggunakan metode 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH) pada kromatografi laps tipis (Masoko dan Eloff, 2007). Metode DPPH merupakan perwakilan dari metode yang menggunakan model radikal dalam evaluasi penangkap radikal; metode tersebut telah mendapatkan popularitas tinggi selama dekade terakhir karena kecepatan dan sensitivitas mereka. Metode DPPH merupakan metode yang paling sering dilakukan sebagai metode pengujian
(34)
antioksidan pada ekstrak tanaman (Shivaprasad dkk., 2005). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, sensitive, dan reprodusibel untuk pengujian aktivitas antioksidan (Savarovic dkk., 2012).
Pereaksi DPPH merupakan senyawa radikal bebas stabil yang dapat berubah warna dari ungu menjadi kuning dengan adanya reduksi melalui proses pemberian (donor) hidrogen atau elektron. Senyawa yang dapat mereduksi DPPH disebut sebagai antioksidan atau penangkap radikal bebas (Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel dan Mohammad, 2009). Untuk pengujian secara kualitatif, pengujian antioksidan dengan metode DPPH dilakukan secara kromatografi lapis tipis. Zat yang telah terelusi disemprot dengan reagen DPPH 0,2% dalam metanol (Masoko dan Eloff, 2007).
A B
Gambar 1. A = Rumus bangun DPPH. B = non radikal DPPH bentuk tereduksi (Molyneux, 2004)
(35)
C. Antibakteri 1. Definisi
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Antibakteri hanya dapat digunakan jika mempunyai sifat toksik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada aktivitas zat antibakteri adalah pH, suhu stabilitas senyawa, jumlah bakteri yang ada, lamanya inkubasi, dan aktivitas metabolisme bakteri. Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel atau menghambat pengangkutan aktif melalui membran sel, antibakteri yang menghambat sintesis protein, dan antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel (Brooks dkk, 2001).
2. Mekanisme
Aktivitas antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen) dan aktivitas bakterisidal (dapat membunuh patogen dalam kisaran luas). Pengendalian mikroorganisme khususnya bakteri, dapat dilakukan secara kimia seperti pemberian antibiotik dan zat-zat kimia lainnya, ataupun pengendalian secara fisik seperti pemberian panas, pendinginan, radiasi, dan pengeringan (Brooks dkk, 2001).
(36)
3. Metode uji antibakteri a. Metode difusi
Prinsip metode difusi adalah pengukuran potensi antibakteri berdasarkan pengamatan diameter daerah hambatan bakteri karena berdifusinya obat dari titik awal pemberian ke daerah difusi. Metode difusi dapat dilakukan dengan cara Kirby Bouwer, paper disc, lubang sumuran, atau silinder tak beralas yang mengandung senyawa antibakteri diletakkan di atas media lalu diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 18 – 24 jam. Setelah inkubasi, diameter daerah hambatan jernih yang mengelilingi senyawa antibakteri dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan senyawa tersebut terhadap bakteri uji (Brooks dkk, 2004).
Terdapat 3 jenis metode difusi, yaitu 1)Disc Diffusion.
Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam uji sensitivitas antimikroba di laboratorium klinis. Dalam uji ini, disk kemudian diletakkan pada media agar yang sudah diinokulasi dengan bakteri uji. Senyawa antibiotik akan berdifusi ke dalam medium sekitarnya membentuk gradien konsentrasi di sekitar disk. Pertumbuhan bakteri uji dihambat hingga terbentuk jarak dari disk dengan konsentrasi dari senyawa tersebut. Hasil ini kurang lebih sama dengan Kadar Hambat Minimum (KHM). Penghambatan pertumbuhan bakteri tampak sebagai zona melingkar pada media agar. Diameter zona hambat yang terbentuk
(37)
sebanding dengan sensitivitas bakteri uji dengan senyawa antimikroba tersebut (Agbor, Ma’ori, dan Opajobi, 2011).
2) Ditch Method.
Metode ini dilakukan dengan cara menghilangkan potongan agar dari cawan petri dan mengisi lubang yang terbentuk dengan agar yang telah mengandung senyawa antibakteri yang akan diuji. Medium dapat diatur sedemikian rupa, sehingga beberapa bakteri dapat diinokulasikan secara streak plate tegak lurus pada agar yang telah mengandung senyawa antibakteri tersebut. Metode ini cocok jika sejumlah besar bakteri harus diuji terhadap satu senyawa antibakteri. Kelemahan dari metode ini yaitu, pelat yang digunakan harus selalu baru setiap hari. Metode ini tidak lagi digunakan dalam laboratorium (Agbor, Ma’ori, dan Opajobi, 2011).
3) Punched Hole Diffusion Method.
Metode ini dilakukan dengan membuat sumuran atau meletakkan satu tabung dengan lubang di kedua sisinya pada cawan agar. Agar tersebut sebelumnya telah diinokulasikan bakteri uji. Sumuran yang sudah terbentuk akan diisi dengan senyawa uji yang memiliki berbagai macam konsentrasi (konsentrasi yang berbeda) pada masing-masing lubang sumuran (Agbor, Ma’ori, dan Opajobi, 2011).
b. Metode dilusi
Prinsip metode dilusi adalah obat atau senyawa antimikroba diencerkan sehingga diperoleh beberapa konsentrasi. Prosedur uji dilusi digunakan untuk mencari KHM atau konsentrasi terendah yang dapat
(38)
menghambat pertumbuhan mikroba dan Kadar Bunuh Minimum (KBM), yaitu konsentrasi terendah yang dapat membunuh mikroba. Pada uji dilusi masing-masing konsentrasi larutan uji ditambahkan suspensi mikroba dalam media cair kemudian diamati pertumbuhan mikroba uji yang tampak berdasarkan kekeruhan media (Brooks dkk, 2004).
Terdapat 2 metode yang dapat digunakan dalam metode dilusi ini, yaitu 1) Broth dilution.
Mueller Hinton Broth (MHB) merupakan media yang paling sering digunakan. Todd-Hewit broth dapat digunakan untuk organisme yang tidak dapat tumbuh baik pada MHB, misalnya Streptococcus.
2) Agar dilution.
Metode ini mirip dengan broth dilution, hanya saja konsentrasi senyawa antibiotik yang akan diuji harus dicampurkan dalam media agar dimana sudah diinokulasikan suspensi bakteri uji. Setelah inkubasi, konsentrasi terendah yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri disebut KHM (Agbor dkk, 2011). Kemampuan antibakteri dikatakan kuat apabila memiliki nilai KHM antara 0,05 – 0,050 mg/mL, sedang apabila nilai KHM antara 0,6 – 1,50 mg/mL, dan lemah apabila diatas 1,50 mg/mL (Diaz dkk, 2010).
c. Metode bioautografi
Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini
(39)
memanfaatkan pengerjaan KLT. Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi agar yaitu dengan memindahkan senyawa antibakteri dari lapisan kromatografi ke lempeng agar perbenihan melalui proses difusi. Prinsip pengujian sebagai berikut : suspensi mikroorganisme didispersikan pada lempeng hasil KLT. Lempeng KLT diinkubasikan pada kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Zona inhibisi kemudian ditampakan oleh aktivitas dehidrogenase dari pereaksi pendeteksian seperti garam tetrazolium. Bakteri yang aktif bermetabolisme merubah garam tetrazolium menjadi formazon berwana. Sedangkan senyawa antibakteri tampak sebagai bercak yang jernih terhadap latar belakang berwarna (Hamburger dan Cordell, 1987).
Merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang mempunyai aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Pratiwi, 2008).
D. Ultra Violet Protection 1. Definisi
Tabir surya mengandung senyawa kimia yang melindungi kulit dari sengatan sinar matahari atau sinar UV dengan cara menghamburkan cahaya secara efektif atau dengan mengabsorbsinya (Jellineck, 1970).
(40)
Berdasarkan penggunannya, tabir surya dapat digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu (Wilkinson dan Moore, 1982) :
a. Bahan yang mencegah sengatan sinar matahari disebut tabir surya yang mengabsorbsi 95% atau lebih radiasi UV pada panjang gelombang 290-320 nm.
b. Bahan yang mencegah pigmentasi disebut tabir surya yang mengabsorbsi kurang dari 85% radiasi UV pada panjang gelombang 290 nm sampai 320 mn. Bahan ini akan menghasilkan sedikit eritema tanpa rasa sakit.
c. Bahan sunblock opak, memberikan perlindungan maksimum dalam bentuk penghalang fisik.
2. Metode uji aktivitas tabir surya dengan metode β – karoten
Beta karoten merupakan salah satu bentuk sederhana dari karotenoid, yang memiliki rumus molekul C4OH56. Beta karoten sangat tidak stabil dalam udara karena dapat teroksidasi dan juga tidak stabil terhadap cahaya dan panas sebab
dapat mengalami isomerisasi menjadi bentuk cis β-karoten yang lebih tidak stabil
(Tungriani, Karim, dan Seniwati, 2012).
Beta karoten larut dalam benzena, klroform, karbon disulfida; cukup larut dalam eter, petroleum eter, minyak; tidak larut pada air, asam, basa. Struktur β- karoten, yaitu
(41)
A
B
Gambar 2. A.Struktur α-karoten, B. β-karoten (Silalahi, 2006)
Prinsip metode β-karoten adalah berdasarkan perubahan warna larutan β-
karoten dari warna kuning. Perubahan warna ini akan terjadi apabila tidak adanya senyawa antioksidan. Hal tersebut dikarenakan adanya senyawa antioksidan yang
mampu membantu mempertahankan ikatan konjugasi μ dari β-karoten (Ueno,
Yamakura, Arastoo, Oshima, dan Kokubo, 2014).
Terdapat beberapa macam jenis -carotene bleaching test yaitu : a. Metode inhibition of bleaching of -carotene
Metode ini menggunakan reagen semprot yaitu 0,05% larutan -karoten dalam kloroform, kemudian akan disemprotkan pada plat KLT hasil elusi yang telah kering. Reagen ini akan bertahan 12 jam pada suhu ruang. Senyawa aktif ditunjukkan dengan bercak kuning hingga jingga pada latar putih.
b. Metode inhibition of bleaching of -carotene induced by autooxidation of linoleic acid
Metode ini menggunakan reagen semprot campuran antara linoleic acid
(42)
KLT kering hasil elusi. Setelah dijemur dibawah sinar matahari, aktivitas antioksidan akan ditunjutkan dengan adanya bercak jingga pada latar putih (Marston, 2011).
Metode uji β-karoten dikembangkan oleh marco 1968. Metode ini
didasarkan pada oksidasi gabungan β-karoten dan asam linoleat, dimana
merupakan produk degradasi asam linoleat dan oksidasi β-karoten. Metode ini
dari karotenoid berwarna oranye diukur spektrofotometri pada 450 nm (Nollet, 2009). Faktor perlindungan antioksidan langsung mengukur kemampuan ekstrak antioksidan untuk mencegah H2O2 katalis oksidasi β-karoten. Banyak metodologi antioksidan berdasarkan oksidasi pewarna indikator yang memakan waktu, karena mereka bergantung pada kondisi yang digunakan untuk reaksi dan oxidizability reagen. Namun, metode uji β-karoten adalah metode yang relatif cepat untuk analisis aktivitas antioksidan. Reaksi dipercepat dengan menggunakan hidrogen
peroksida. Karena β-karoten tidak larut dalam media air, itu diperkenalkan ke
dalam campuran reaksi dalam bentuk emulsi. Metode ini sensitif dan sederhana untuk dilakukan, bagaimanapun kelemahan terdapat dalam analisis karena kesulitan dalam menjaga ukuran partikel emulsi konstan (Shetty, 2007).
E. Skrining fitokimia
Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan. Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau senyawa yang bermanfaat dalam pengobatan, satu atau lebih konstituen yang mempunyai respon farmakologi perlu diisolasi. Oleh karena itu pemeriksaan fitokimia, teknik skrining dapat membantu
(43)
langkah-langkah fitofarmakologi yaitu melalui seleksi awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan aktivitas biologisnya (Farnsworth, 1996).
F. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan istilah kefarmasian menyangkut penarikan zat aktif bersifat inert pada jaringan tanaman atau hewan dengan menggunakan pelarut selektif sehingga dapat digunakan sebagai bahan obat (Handa, 2008). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan, massa atau serbuk yang tersisa diprlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Analit dihilangkan dari bahan-bahan dalam matriks formulasi yang akan mengganggu dalam analisisnya dengan menggunakan pelarut yang sangat mudah melarutkan analit, tetapi senyawa pengganggu matriks memiliki kelarutan terbatas. Tahap – tahap pemartisian pelarut lebih lanjut selanjutnya mungkin dapat digunakan untuk mengurangi senyawa pengganggu tersebut (Watson, 2010). Maserasi merupakan penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang-ulang sehingga terdapat keseimbangan
(44)
konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana serta mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariaannya kurang sempurna (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986). Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor diantaranya yaitu, murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisik dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986). Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan mudah diuapkan dalam proses pemekatan. Etanol dapat melarutkan alkaloid, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil. Lemak, tanin, dan saponin hanya sedikit larut (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan dari komponen campuran tersebut dimana dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase gerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair, sedangkan fase gerak dapat berupa zat cair atau gas. Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari berbagai macam komponen ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase diam dan fase gerak (Yazid, 2005).
(45)
1. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi planar yang berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Fase diamnya disiapkan dengan melapiskan penjerap ke permukaan lapisan kaca, gelas, atau aluminium. Fase diam untuk KLT biasanya merupakan serbuk yang halus dengan ukuran partikel 10 – 50 μm. Silika, alumina, dan selulosa merupakan fase diam yang paling banyak digunakan. Sampel di totolkan pada lempeng KLT menggunakan mikropipet dan dikembangkan/dielusikan dengan menempatkan bagian bawah plat KLT dalam pelarut yang cocok. Pelarut akan membasahi plat dengan gaya kapilaritas dan sampel yang ditotolkan pada plat akan bergerak naik dengan kecepatan yang berbeda-beda, bergantung solubilitasnya, dan derajat retensi pada fase diam. Hasil totolan yang telah dielusi harus ditandai dan dapat juga disemprot dengan reagen tertentu agar berwarna. Pada umumnya, totolan akan bergerak mengikuti fase gerak dengan kecepatan yang berbeda dan dapat ditandai dengan nilai Retardation factor (Rf).
Rf= (Christian, 2004).
Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran bejana, dan sifat dari campuran (Sastrohamidjojo, 2007). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis
(46)
menggunakan peralatan yang sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. Fase gerak dalam KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Kromatografi kolom
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa. Dimana proses ini sangat tergantung pada eluen yang digunakan jika eluen yang digunakan sudah baik sehingga akan terjadi pemisahan senyawa pada kandungan ekstrak yang sempurna. Dengan menggunakan 3 larutan yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda akan melarutkan beberapa kandungan senyawa yang berbeda yang terkandung pada ekstrak.
(47)
Gambar 3. Kromatografi Kolom (Khopkar, 2003)
Dengan menggunakan kolom kromatografi ekstrak yang akan diujikan untuk pemisahan senyawa dimasukkan kedalam kolom yang berisikan silica gel F 254 yang sudah homogen kemudian secara bertahap dengan menggunakan eluen yang berbeda akan mengalirkan senyawa yang terkandung pada ekstrak sehingga akan didapatkan setiap fraksi (Gambar3) (Khopkar, 2003).
Prinsip utama dengan adanya perubahan gradien pada fase gerak adalah untuk meningkatkan kekuatan elusi dari fase gerak, sehingga salah satu senyawa dari analit akan bercampur dengan fase gerak yang sesuai. Metode step – gradient chromatography adalah suatu metode kromatografi dengan perubahan secara langsung antara fase gerak satu dengan fase gerak lainnya yang memiliki kekuatan elusi yang lebih kuat dibandingkan dengan fase gerak sebelumnya (Wu, Liang, dan Berthod, 2012). Kelebihan menggunakan gradien fase gerak, yaitu: mengurangi
(48)
waktu pemisahan, meminimalisir penggunaan pelarut, meningkatkan pemisahan analit, dan memungkinkan sampel yang terelusi memiliki kemurnian yang tinggi (Stevens dan Hill, 2009).
H. LANDASAN TEORI
Tanaman temugiring telah lama dipercaya masyarakat sebagai bahan lulur. Lulur temugiring berkhasiat membuat kulit menjadi halus dan mengobati bekas luka jerawat maupun cacar air. Temugiring memiliki kandungan minyak atsiri, amilum, lemak, dan tannin. Efek farmakologi temugiring dalam lulur ini dipercaya sebagai bahan tabir surya, antibakteri dan antioksidan. Senyawa flavonoid dan kurkumin yang terdapat pada temugiring dapat memberikan aktivitas sebagai antioksidan. Kurkuminoid memberikan warna kuning pada temu-temuan dan dikenal sebagai zat yang bertanggung jawab terhadap adanya efek terapi dari temugiring. Sedangkan kandungan minyak atsiri, senyawa terpenoid bebas dan senyawa flavonoid pada temugiring pada kadar 40% memiliki aktivitas sebagai antimikroba. Senyawa fenolik khususnya golongan flavonoid juga mempunyai potensi sebagai tabir surya karena adanya gugus kromofor (ikatan rangkap tunggal terkonjugasi) yang mampu menyerap sinar UV baik UV A maupun UV B sehingga mengurangi intensitasnya pada kulit. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai aktivitas UV Protection, antioksidan dan antibakteri dari masing-masing golongan dilakukan isolasi dan karakterisasi
(49)
I. Hipotesis
Isolat dari ekstrak etanolik temugiring memiliki aktivitas sebagai antioksidan, UV
(50)
27 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif. B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
a. Bahan utama berupa temugiring yang berasal dari petani temugiring di daerah Godean, Sleman.
b. Bahan kimia yang digunakan meliputi DPPH dan β-karoten dengan kualitas pro analitik yang berasal dari Sigma Chem. Co., USA. Etanol, heksan, kloroform, metanol, asam sulfat, barium klorida, NaCl pro analitik yang diperoleh dari Merck, Germany. Bahan kualitas teknis Brataco Chemica, yaitu: etanol 90% dan aquadest. Reagen Dragendorff, AlCl3, FeCl3, sitroborat, iod, dan vanillin sulfat. Silika gel GF254 for thin layer chromatography dan silika gel 60 (0,040-0,063 mm) for column chromatography dari Merck, Germany. Bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli berasal dari Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta. Media agar yang digunakan trypticasein soy broth (TSB) dari Agarindo Biological Company, Agar No. 1 diperoleh dari Oxoid. Amoxicillin diperoleh dari PT. Indofarma.
(51)
2. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa micro haematocrit tubes, light meter (Lutron), lampu UV 254nm dan 366nm, sentrifuge, vortex (junke & kunkel), mikropipet 10-1000 μL; 1-10 μL ; 5-5- μL ; 0,5-10 μL (Acura 825, Socorex), neraca analitik (Scaltec SBC 22, BP 160P), vacuum rotary evaporator
(Junke & Kunkel), waterbath (labo-tech, Heraceus), inkubator, ose, blender, kertas saring, penjepit, freezer, autoclave (YX-400Z), oven (WTB binder), tabung reaksi bertutup dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis (Pyrex-Germany dan Iwaki).
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanolik adalah ekstrak temugiring yang diperoleh dari hasil maserasi dengan campuran etanol air : air (9:1 v/v) kemudian dipekatkan sampai semua etanol dapat teruapkan.
2. Isolat temugiring adalah isolat yang diperoleh dari hasil triturasi ekstrak temugiring dengan pelarut n-heksan yang kemudian dilakukan kromatografi kolom kemudian diuapkan sampai seluruh pelarutnya dapat teruapkan.
3. Aktivitas antioksidan adalah munculnya bercak putih/kuning pada spot KLT dengan warna latar ungu.
4. Aktivitas UV protection adalah spot berwarna kuning yang mampu mempertahankan intensitas warnanya dalam satuan waktu.
(52)
1. Determinasi tanaman
Determinasi rimpang kunyit dilakukan di bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Determinasi ini untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian benar-benar rimpang temugiring (C. heyneana).
2. Pengumpulan dan penyiapan bahan a. Pengumpulan bahan
Temugiring yang digunakan diperoleh dari petani temugiring di daerah Godean, Sleman. Bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang (akar) temugiring.
b. Sortasi basah
Bahan baku dipisahkan dari bahan pengganggu seperti tanah, kerikil, rumput, bagian tanaman yang tidak dibutuhkan (daun dan batang), bagian dari tanaman lain (tangkai, daun, bunga dan biji inang), bahan yang rusak dan lain-lain.
c. Pencucian
Rimpang temugiring dicuci dengan air mengalir sambil dibersihkan kotoran yang melekat pada rimpang temugiring. Hal ini diulang sebanyak tiga kali.
(53)
d. Pemotongan
Rimpang temugiring dipotong melintang dengan ukuran sedang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, dipotong dengan menampakkan permukaan yang besar.
e. Pengeringan
Setelah dipotong, rimpang temugiring yang masih basah dikeringkan didalam oven dengan suhu 50ºC selama 5 hari dimulai pada pukul 08.00-14.00.
f. Sortasi kering
Rimpang temugiring yang sudah kering dipisahkan dari bahan-bahan pengganggu yang masih tersisa dari sortasi basah seperti kerikil, bahan yang rusak dan lain lain.
g. Penyerbukan
Rimpang temugiring dibuat serbuk sedikit demi sedikit menggunakan blender kaca.
3. Ekstraksi a. Maserasi
Satu kilogram simplisia kering yang telah dalam bentuk serbuk tersebut ditimbang dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi serta ditambahkan dengan pelarutnya yaitu etanol 90% dengan perbandingan 1:3 hingga dapat merendam seluruh serbuk simplisia tersebut. Campuran tersebut kemudian dimaserasi selama 24 jam sehingga didapatkan filtrat pertama dan serbuk sisa maserasi pertama dilakukan maserasi kembali dengan menggunakan pelarut
(54)
yang sama 90% selama 24 jam pada suhu ruang. Filtrat kedua diperoleh melalui penyaringan dari hasil maserasi kedua. Filtrat hasil maserasi pertama dan kedua kemudian dicampurkan hingga homogen dan dilakukan evaporasi dengan rotary evaporator hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental ini kemudian disimpan dalam lemari pendingin.
b. Susut pengeringan ekstrak
Cawan petri yang telah dikeringkan sebanyak 3 buah ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ºC hingga mencapai bobot tetap. Setelah ketiga cawan petri tersebut mencapai bobot tetap, ditambahkan ekstrak kental dan timbang cawan petri beserta ekstrak kental tersebut hingga didapatkan ekstrak kental = 0,5 gram pada masing-masing cawan. Masing-masing cawan tersebut ditambahkan silika = 0,5 gram. Ketiga cawan petri tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50ºC hingga mencapai bobot tetap.
c. Pemerian ekstrak temugiring (C. heyneana)
Ekstrak temugiring diamati warna, bau, bentuk dan rasa. 4. Kromatografi lapis tipis ekstrak temugiring
a. Preparasi sampel
5 mg ekstrak temugiring dilarutkan dalam 1 ml etanol p.a. b. Optimasi fase gerak
Sampel ekstrak temugiring ditotolkan pada plat KLT dengan panjang elusi 5 cm dengan menggunakan pipa kapiler (3 spot penotolan untuk 3 fase
(55)
gerak). Tiga spot penotolan tersebut kemudian dielusikan dengan 3 jenis fase gerak sebagai berikut :
1) Fase gerak non polar : n-heksan : etil asetat (2:3 v/v) 2) Fase gerak semi polar : kloroform : metanol (9:1 v/v) ;
kloroform : metanol (95:5 v/v)
3) Fase gerak polar : etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v)
5. Identifikasi golongan senyawa pada ekstrak kental rimpang temugiring a. Deteksi secara fisik
Ekstrak kental yang telah disiapkan tersebut ditotolkan pada lempeng KLT dengan jarak elusi 5 cm dan fase gerak kloroform : metanol (95:5 v/v). Lempeng KLT hasil elusi kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Setelah kering, lempeng KLT tersebut dideteksi pada lampu UV 254nm dan 366nm. b. Identifikasi golongan senyawa dengan reagen semprot
Ekstrak kental tersebut diidentifikasi golongan senyawanya dengan menggunakan KLT dengan jarak elusi 5 cm. Hasil elusi yang telah dikeringkan tersebut kemudian disemprot dengan pereaksi AlCl3, FeCl3, sitroborat, Dragendorf dan vanillin sulfat. Hasil KLT tersebut kemudian diamati dan dihitung nilai Rf yang timbul pada masing-masing pereaksi tersebut.
(56)
6. Uji kualitatif penangkap radikal bebas, antibakteri, dan UV protection pada ekstrak kental rimpang temugiring
a. Uji kualitatif aktivitas penangkap radikal bebas DPPH secara KLT 1) Preparasi pereaksi semprot DPPH
Pereaksi DPPH dibuat 0,2 % dalam pelarut metanol dan disimpan dalam wadah gelap kaca dan tertutup rapat.
2) Uji kualitatif penangkap radikal bebas DPPH
Ekstrak kental 5 mg/ mL dalam etanol ditotolkan pada lempeng KLT dengan fase gerak kloroform : metanol (95 : 5 v/v) dan jarak elusi 5 cm. Lempeng KLT hasil elusi tersebut kemudian dikeringkan pada suhu ruang dan selanjutnya disemprot dengan pereaksi DPPH. Hasil positif ditandai dengan adanya bercak berwarna kuning – putih dengan latar ungu pada lempeng KLT.
b. Uji kualitatif aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi kontak 1) Pembuatan larutan Mac Farland 0,5 (1,6 x 108 CFU/mL)
Ambil larutan barium klorida 1,1% (b/v) sebanyak 0,05 mL lalu ditambahkan 9,95 mL larutan asam sulfat 1% (b/v), diaduk hingga homogen.
2) Pembuatan media a) Media TSB cair
Tiga gram media TSB (30 g/L) dilarutkan dalam 100ml aquadest kemudian diaduk hingga homogen diatas hot plate. Media tersebut disterilkan dengan autoclave. Setelah itu, media TSB tersebut dituang
(57)
ke dalam tabung dengan volume masing-masing tabung 20 mL secara aseptis.
b)Media agar
Enam gram media TSB (30 g/L) ditambahkan 1,2 % agar dan dilarutkan dalam 200 mL aquadest. Campuran tersebut diaduk hingga homogen di atas water bath dan disterilkan dengan autoclave. Kemudian, campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri dengan volume masing – masing cawan petri 15 mL secara aseptis dan dibiarkan hingga memadat.
3) Pembuatan saline water 0,9 %
Timbang NaCl 0,9 gram yang kemudian dilarutkan dalam 100 mL
aquadest hingga larut.
4) Pembuatan suspensi bakteri uji
Kultur murni bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
masing – masing diambil sebanyak 1 ose dan masing – masing diinokulasikan pada media TSB cair, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Pembuatan suspensi bakteri uji dilakukan dengan cara bakteri dari media TSB cair yang telah diinkubasi tersebut ditambahkan ke dalam 10 mL
saline water hingga kekeruhannya sesuai dengan larutan standar Mac Farland 0,5 (1,6 x 108 CFU/mL).
5) Penyimpanan kultur bakteri
Sisa kultur bakteri yang belum diuji dari media TSB cair yang telah diinkubasi tersebut, masing – masing diambil 0,5 mL dan dicampur
(58)
dengan 25 μL gliserol dalam wadah effendorf yang berbeda. Inkubasi selama 1 jam dalam inkubator dengan suhu 37ºC dan kemudian disimpan dalam freezer.
6) Pembuatan kontrol
a) Kontrol kontaminasi media
Kontrol kontaminasi media dibuat dengan cara menuang 15 mL media agar pada cawan petri secara aseptis. Diinkubasi selama 24 jam dan kemudian diamati.
b) Kontrol pertumbuhan bakteri uji
Kontrol pertumbuhan bakteri uji dibuat dengan cara
menginokulasikan 100 μL bakteri uji dan diratakan dengan spreader
dalam media agar yang telah dibuat sebelumnya, diinkubasi selama 24 jam dan kemudian diamati.
c) Kontrol positif
Kontrol positif dibuat dengan menggunakan amoksisilin dengan konsentrasi 5 mg/ mL dan diambil 15 μL, 20 μL, dan 30 μL yang kemudian masing – masing ditotolkan pada paper disc berdiameter 5 mm. Paper disc tersebut kemudian diletakkan pada media agar yang
telah diinokulasikan 100 μL bakteri uji, diinkubasi selama 24 jam dan
diamati.
7) Penyiapan sampel
Ekstrak kental rimpang temugiring ditimbang 5 mg dan dilarutkan dalam 1 mL etanol. Kemudian ditotolkan pada lempeng KLT dengan
(59)
volume 15 μL, 20 μL, dan 30 μL sehingga akan didapatkanbobot uji 75 μg, 100 μg, dan 150 μg. Lempeng KLT tersebut kemudian dielusi dengan jarak elusi 5 cm menggunakan fase gerak kloroform : metanol (95 : 5 v/v). Setelah dielusi, lempeng KLT tersebut dibiarkan mengering secara aseptis.
8) Metode bioautografi kontak
Lempeng KLT yang telah kering tersebut, dikontakkan pada media agar
yang telah diinokulasikan 100 μL bakteri uji secara cawan sebar. Setelah
40 menit, lempeng KLT tersebut diangkat dari media agar dan media agar tersebut diinkubasi selama 18 jam yang kemudian diamati dimana bercak yang mengandung daya antibakteri. Daya antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona hambat pada media agar tersebut.
c. Uji kualitatif aktivitas UV protection dengan β-karoten secara KLT
1) Preparasi pereaksi β-karoten
Timbang 0,01 g β-karoten larutkan dalam 20 mL kloroform dan disimpan dalam wadah gelap dan tertutup rapat.
2) Optimasi intensitas cahaya ultra violet
Lempeng KLT kosong dicelupkan dalam pereaksi β – karoten yang telah
dibuat sebelumnya dan warna lempeng KLT tersebut diukur dengan menggunakan indikator warna. Lempeng KLT kemudian disinari dengan lampu UV dalam kotak inkubasi, dimana posisi ketinggian lampu UV diatur yaitu 100 cm dari dasar (tinggi), 50 cm dari dasar (sedang), dan 35 cm dari dasar (rendah) serta intensitas cahaya pada tiap ketinggian diukur dengan
(60)
alat light meter. Perubahan warna yang terjadi pada latar lempeng KLT tersebut diamati pada menit ke – 0, 1, 3, 6, 9, 12, dan 15. Tiap posisi lampu tersebut dilakukan dengan 5 kali replikasi dan dihitung standar deviasi serta rata – rata perubahan warnanya.
3) Uji kualitatif aktivitas β-karoten
Larutan ekstrak kental dengan konsentrasi 5 mg/ mL yang telah disiapkan ditotolkan pada lempeng KLT untuk dielusi dengan jarak elusi 5 cm menggunakan fase gerak kloroform : metanol (95 : 5 v/v). Lempeng KLT
yang telah dielusi kemudian dicelupkan dengan pereaksi β – karoten dan
warna pada lempeng KLT tersebut diukur dengan menggunakan indikator warna. Setelah itu, lempeng KLT tersebut disinari dengan sinar UV dalam kotak inkubasi dengan ketinggian lampu dari dasar adalah 50 cm dan intensitas cahayanya telah terukur dengan alat light meter. Perubahan warna pada lempeng KLT diukur pada menit ke – 0, 1, 3, 6, 9, 12, dan 15. Uji ini dilakukan dengan 5 kali replikasi dan dihitung standar deviasi serta rata – rata perubahan warna.
d. Isolasi senyawa yang memiliki aktivitas penangkap radikal bebas DPPH, antibakteri, dan UV protection
1) Triturasi
A. Penyiapan sampel
Timbang 5,0 gram ekstrak dan dimasukkan ke dalam mortir yang telah ditimbang sebelumnya. Ditambahkan 5,0 gram sea sand dan diaduk hingga homogen sambil diteteskan metanol sebanyak 1 – 2 tetes untuk
(61)
memudahkan pengadukan. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama semalam di dalam lemari pendingin.
2) Triturasi dengan n-heksan
Campuran ekstrak rimpang temugiring dan sea sand tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge. Ditambahkan n-heksan 5 mL, dicampurkan hingga homogen dengan vortex, dan kemudian disentrifugasi. Bagian solvent hasil dari sentrifugasi tersebut kemudian diambil dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatmann no. 42 yang akan ditampung di cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Langkah ini dilakukan hingga bagian solvent
hasil sentrifugasi menjadi bening. Hasil filtrasi tersebut kemudian diuapkan di atas water bath hingga seluruh pelarut teruapkan dan ditimbang kembali. Penyimpanan filtrat di lemari pendingin dan disebut sebagai hasil triturasi n-heksan.
3) Triturasi dengan kloroform : metanol (95:5 v/v)
Campuran ekstrak rimpang temugiring dan sea sand sisa dari triturasi heksan dikeringkan dan dipindahkan ke tabung sentrifuge baru. Ditambahkan kloroform : metanol (95:5 v/v) 5 mL, dicampurkan hingga homogen dengan vortex, dan kemudian disentrifugasi. Bagian solvent
hasil dari sentrifugasi tersebut kemudian diambil dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatmann no. 42 yang akan ditampung di cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Langkah ini dilakukan hingga bagian solvent hasil sentrifugasi menjadi bening. Hasil filtrasi
(62)
tersebut kemudian diuapkan di atas water bath hingga seluruh pelarut teruapkan dan ditimbang kembali. Penyimpanan filtrat di lemari pendingin dan disebut sebagai hasil triturasi kloroform : metanol (95:5 v/v).
4) Pengujian KLT ekstrak kental dan hasil triturasi
Masing – masing ekstrak kental rimpang temugiring, hasil triturasi heksan, dan hasil triturasi kloroform : metanol (95:5 v/v) ditimbang 2,5 mg yang kemudian diletakkan pada masing – masing flakon. Masing – masing flakon tersebut kemudian ditambahkan 500 μL etanol p.a dan diaduk hingga homogen. Setelah terlarut hingga homogen, masing – masing flakon tersebut ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan mikrokapiler dengan jarak elusi 5 cm dan fase gerak kloroform : metanol (95 : 5 v/v). Hasil elusi dibandingkan dan dihitung nilai Rf masing – masing bercak pada ekstrak kental rimpang temugiring, hasil triturasi n-heksan, dan hasil triturasi kloroform : metanol (95:5 v/v).
b. Step – Gradient Chromatography
1) Optimasi pelarut yang akan digunakan
Hasil triturasi n-heksan yang telah diperoleh tersebut ditimbang 2,5 mg dan dilarutkan dalam 0,5 mL heksan hingga tercampur homogen. Campuran tersebut kemudian ditotolkan pada lempeng KLT dengan jarak elusi 5 cm untuk masing – masing fase gerak. Fase gerak yang digunakan yaitu: n-heksan : kloroform (50:50 v/v), n-heksan : kloroform (25:75 v/v),
(63)
kloroform. Setelah dielusi, lempeng KLT tersebut kemudian diamati dan dibandingkan setiap fase gerak.
2) Preparasi sampel untuk step gradient chromatography
Hasil triturasi heksan ditimbang 300 mg dan dicampurkan dengan 300 mg silika gel 60 (0,040 – 0,063 mm) for column chromatography hingga homogen.
3) Penyiapan kolom kromatografi
Bagian bawah kolom disumbat dengan kapas yang telah dibasahi dengan heksan. Kolom kemudian disusun dari bawah ke atas yaitu: silika gel 60 (0,040 – 0,063 mm) for column chromatography di atas kapas tersebut dengan ketinggian sekitar 2 cm, sampel yang telah tercampur dengan silika gel 60 (0,040 – 0,063 mm) for column chromatography
dengan ketinggian sekitar 0,5 cm, silika gel 60 (0,040 – 0,063 mm) for column chromatography dengan ketinggian sekitar 1 cm, dan ditutup kembali dengan kapas yang telah terbasahi oleh n-heksan.
4) Step – gradient chromatography
Kolom kromatografi yang telah siap digunakan dialirkan dengan 20 mL heksan : kloroform (75:25 v/v) dan dilanjutkan dengan 10 mL n-heksan : kloroform (50:50 v/v) yang ditampung dalam flakon setiap 2 mL dari hasil
step gradient chromatography. Setiap flakon tersebut kemudian dicuplik untuk dilakukan KLT dengan menggunakan fase gerak kloroform dan profil KLT tersebut diamati.
(64)
5) Penggabungan isolat hasil step gradient chromatography
Nilai Rf masing – masing plat KLT hasil cuplikan tiap flakon dari step gradient chromatography dihitung. Senyawa yang memiliki nilai Rf yang sama dan pada profil KLT hanya menunjukkan satu bercak digabungkan dalam wadah flakon lain yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, diuapkan di atas waterbath dengan suhu 50ºC dan ditimbang kembali untuk mengetahui bobot yang didapatkan serta dihitung pula rendemen yang diperoleh. Ketika hasil penggabungan isolasi tersebut telah pekat, maka langkah selanjutnya adalah memindahkannya ke tabung effendorf
dengan cara melarutkan isolat dengan pelarut yang sesuai sehingga diperoleh kadar 1 mg/ 100 μL dan kemudian diuapkan kembali, sehingga di dalam effendorf terdapat 1 mg isolat.
(65)
Bagan penelitian Simplisia kering temugiring
Ekstrak kental temugiring
Ekstraksi dengan etanol 90%
Bercak KLT temugiring aktif Uji kualitatif
aktivitas penangkap radikal
bebas DPPH, UV protection dan
antibakteri
Triturasi
Hasil triturasi n-heksan
Hasil triturasi kloroform:
metanol (9:1 v/v)
Isolat
Isolat Aktif Kromatografi
kolom
Uji kualitatif aktivitas penangkap radikal bebas DPPH, UV protection dan anti
(66)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi adalah langkah awal yang perlu dilakukan pada penelitian yang menggunakan bahan alam dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti kebenaran identitas tanaman yang akan digunakan dalam penelitian tersebut, untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pengambilan sampel yang pastinya akan berpengaruh pada hasil yang diharapkan. Determinasi rimpang temugiring dilakukan oleh bagian Biologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada. Dari hasil identifikasi/determinasi sampel tersebut telah dinyatakan kebenarannya bahwa simplisia kering yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia rimpang temugiring dengan suku Zingiberaceae. Pembuktian identifikasi ini disertai dengan adanya surat keterangan determinasi tanaman (lampiran 1) yang dikeluarkan oleh Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Rimpang temugiring basah sebanyak 10 kg diperoleh dari petani temugiring yang berasal dari Godean, Sleman. Rimpang temugiring yang diperoleh harus dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel. Kemudian rimpang temugiring dipotong-potong melintang lalu dikeringkan didalam oven dengan suhu terkontrol yaitu 50ºC. Pengeringan ini dilakukan selama 5 hari pada pukul 08.00-14.00. Tujuan dari pengeringan secara
A. Determinasi Tanaman
(67)
umum adalah untuk mengurangi kadar air, karena dengan masih banyaknya kandungan air maka besar kemungkinan dapat tumbuhnya jamur atau mikroorganisme lainnya. Tujuan pengeringan selain untuk mengurangi kadar air, juga dapat untuk menghentikan kerja enzim sehingga mutu dari simplisia dapat dipertahankan, terjamin keawetannya, selain itu juga memudahkan dalam pembuatan serbuk bahan. Simplisia kering dipotong melintang bertujuan agar diperoleh luas permukaan yang besar sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat.
Rimpang temugiring dalam bentuk simplisia kering tersebut kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Tujuan dari penyerbukan simplisa kering ini adalah untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat memperluas permukaan. Apabila luas permukaan patikel tersebut diperluas maka luas permukaan simplisia yang bersentuhan dengan penyari makin luas. Luas permukaan yang semakin besar akan mengoptimalkan pembasahan serbuk simplisia oleh cairan penyari sehingga hasil penyarian juga optimal (Harborne, 1987).
Bobot ekstrak kental temugiring yang diperoleh yaitu 56,8 gram dengan rendemen 4,82%. Kemudian dilakukan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 90%. Etanol merupakan pelarut yang bersifat polar, sehingga diharapkan dapat menarik senyawa yang bersifat semi polar sampai polar, sehingga diharapkan zat aktif yang terkandung di dalam rimpang temugiring dapat tersari dengan maksimal. Metode ekstraksi dingin digunakan dalam penelitian ini karena
(68)
tidak memerlukan pemanasan sehingga zat aktif yang terkandung di dalam bahan tidak mudah rusak.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam etanol 90% setinggi kurang lebih 2 cm dari tinggi serbuk. Hal ini bertujuan agar larutan penyari dapat memasuki seluruh pori-pori bahan sehingga mempermudah penyarian. Prinsip maserasi yaitu cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan diluar sel, maka larutan terpekat akan di desak ke luar. Peristiwa tersebut berulang kali terjadi sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Dalam penelitian ini, maserasi pertama dilakukan selama 24 jam dan kemudian disaring filtrat pertama dan residu maserasi 1 di remaserasi agar didapatkan filtrat yang lebih optimal. Remaserasi dilakukan dengan cara perlakuan yang sama, konsentrasi dan jumlah pelarut yang digunakan sama, kemudian filtat hasil maserasi pertama dan kedua digabungkan. Hasil maserasi kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan suhu terkontrol yaitu 50ºC-60ºC. Setelah didapatkan ekstrak kental kemudian disimpan di dalam gelas kaca yang tertutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin.
Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum melakukan pemisahan yaitu dengan mencari fase gerak optimum yang akan digunakan agar senyawa-senyawa yang terkandung dalam rimpang temugiring dapat terpisah dengan sempurna dan mendapat hasil sesuai dengan yang diinginkan. Pada penelitian ini peneliti
(69)
mencoba menggunakan perbandingan antara beberapa pelarut, dimulai dari yang bersifat non polar yaitu n-heksan : etil asetat (2:3 v/v), kemudian fase gerak semi polar kloroform:metanol (9:1 v/v) dan fase gerak polar etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v).
Sampel ekstrak temugiring ditotolkan pada pelat KLT dengan panjang elusi 5 cm dengan menggunakan pipa kapiler, dan kemudian dielusikan dengan 3 jenis fase gerak tersebut. Dari hasil elusi dibandingkan secara visual, kemudian untuk lebih memperjelas spot pemisahan dilakukan deteksi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm.
A B C
Gambar 4. Hasil optimasi fase gerak pada deteksi UV 254 nm. (A = Fase gerak asetat:asam formiat:asam asetat glasial:air (100:11:11:20 v/v). B = fase gerak kloroform:metanol (9:1 v/v). C=fase gerak heksan : etil asetat (2:3 v/v))
(70)
Dengan deteksi dengan lampu UV 254 nm diketahui bahwa pada fase gerak polar tidak menunjukkan pemisahan sehingga tidak dapat digunakan sebagai fase gerak. Untuk mendapatkan perbandingan fase gerak yang tepat dilakukan lagi optimasi fase gerak, pada optimasi kali ini fase gerak polar tidak diikutsertakan karena pada percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa profilnya kurang baik bila digunakan sebagai fase gerak temugiring. Fase gerak yang digunakan antara lain kloroform:metanol (9:1 v/v), kloroform:metanol (95:5 v/v) dan n-heksan:etil asetat (2:3 v/v).
A B C
Gambar 5. Hasil optimasi 3 fase gerak. (A= fase gerak kloroform:metanol (9:1v/v). B= fase gerak kloroform:metanol (95:5v/v). C=fase gerak heksan:etil asetat (2:3v/v))
Dari hasil optimasi tersebut didapati bahwa pemisahan terbaik ditunjukkan oleh fase gerak kloroform:metanol (95:5 v/v) dengan terpisahnya bercak dengan jarak yang cukup dan didapati bercak lebih tebal maka dalam penelitian ini digunakan fase gerak kloroform:metanol (95:5 v/v).
(71)
Tabel I. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak rimpang temugiring
Fase gerak Rf Visual Deteksi UV 254 nm
Heksan : etil asetat (2:3 v/v)
0,2 - meredam (+)
0,44 Kuning meredam (++)
0,5 - meredam (+)
0,64 - meredam (+)
0,7 - meredam (+++)
Kloroform : metanol (9:1 v/v)
0,4 - meredam (++)
0,49 Kuning meredam (++)
0,55 - meredam (+)
0,66 - meredam (+++)
0,74 - meredam (++)
Kloroform : metanol (95:5 v/v)
0,28 - meredam (++)
0,42 Kuning meredam (++)
0,5 - meredam (+)
0,67 - meredam (+++)
0,76 - meredam (+++)
Keterangan ketebalan bercak : + = tipis
++ = sedang +++ = tebal
Hasil elusi KLT sampel ekstrak temugiring secara visual hanya tampak bercak kuning pada kisaran Rf 0,40-0,49 yang diduga adalah kurkumin karena lokasinya berada di kisaran bercak pada hasil elusi standar kurkumin. Untuk dapat medeteksi kehadiran senyawa lain maka digunakan deteksi dengan lampu UV 254 nm dan didapat hasil seperti diatas (tabel I). Menurut Fauzy (2008), keberadaan kurkumin dalam rimpang temugiring sangatlah penting perannya sebagai antioksidan, terbukti dalam penelitiannya pada uji antioksidan ekstrak metanol
(1)
90
b. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 1 pada bakteri
S. aureus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
c. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 2 pada bakteri
S. aureus
d. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 3 pada bakteri
(3)
92
Lampiran 12. Gambar uji kualitatif golongan senyawa isolat ekstrak rimpang temugiring
A B C D
a. Gambar hasil uji kualitatif gologan senyawa isolat 1 rimpang temugiring dengan reagen semprot. (A. AlCl3 ; B. FeCl3 ; C. Dragendorf ; D. AlCl3 366nm)
A B C D
b. Gambar hasil uji kualitatif golongan senyawa isolat 2 rimpang temugiring dengan reagen semprot. (A. AlCl3 ; B. FeCl3 ; C. Dragendorf ; D. AlCl3 366nm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
A B C D
c. Gambar hasil uji kualitatif golongan senyawa isolat 3 rimpang temugiring dengan reagen semprot. (A. AlCl3 ; B. FeCl3 ; C. Dragendorf ; D. AlCl3 366nm)
(5)
94
Lampiran 13. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas UV protection isolat rimpang temugiring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Penangkap Radikal Bebas DPPH, UV
protection, dan Antibakteri Ekstrak
rimpangTemugiring (Curcuma heyneana Val. & V. Zijp) memiliki nama lengkap Skolastika Feranda Wardhani. Penulis lahir di Yogyakarta, 10 Februari 1993 dari pasangan Petrus Sudiwardoyo dan Vincentia Nanik Mulyani Sri Utami. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Negeri 2 Kapas Yogyakarta pada tahun 1997 hingga 1999. Penulis melanjutkan pendidikan dasar SD Marsudirini Yogyakarta pada tahun 1999 hingga 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Stella Duce 1 Yogyakarta pada tahun 2005 hingga 2008 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 11 Yogyakarta pada tahun 2008 hingga 2011. Penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011 hingga 2015. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta, penulis cukup aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, kepanitiaan dan kegiatan lain yang terdapat di dalam maupun diluar Universitas Sanata Dharma antara lain : Panitia Donor Darah JMKI (2011); Koordinator Divisi INSADHA (2013); Ketua Panitia Pharmacope (2013); Pembicara workshop “Strive Through PKM” (2014); peserta Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) lolos didanai Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dengan judul “ BERMANJA (Bermain Sambil Belajar) Kenalkan Swamedikasi Diare terhadap anak-anak SD Sambiloto 1 Kalasan” (2014); Peraih Gold medal pada Bali International Choir Competition (2012); peraih Gold Medal pada Pesta Paduan Suara Gerejawi Mahasiswa (2014).