Uji Hipotesis HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

62 Berangkat dari konsep tersebut, maka peneliti melihat masih adanya stereotype mengenai pekerjaan yang dirasa pantas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh, sejauh ini masih ada anggapan bahwa laki-laki memiliki peran sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan memiliki peran gender sebagai perawat, pengasuh, dan pendidik anak Nugroho, 2011. Nugroho 2011 juga menjelaskan bahwa dalam setiap budaya muncul stereotype tertentu mengenai sesuatu yang pantas bagi perempuan maupun laki-laki. Isi stereotype juga dapat berubah-ubah tergantung dalam kurun waktu tertentu, meskipun selalu ada stereotype tertentu yang muncul dalam membedakan peran antara laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat prokrastinasi akademik antara mahasiswa laki-laki dan perempuan memperlihatkan bahwa hasil penelitian cukup sejalan dengan pendapat diatas yang menyebutkan bahwa isi stereotype dapat berubah-ubah tergantung kurun waktu tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seiring kemajuan jaman, tuntutan sosial yang menyebabkan perbedaan stereotype peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat sudah tidak memberikan pengaruh yang begitu kuat terhadap prokrastinasi akademik. Seiring dengan semakin majunya perkembangan jaman, terlihat bahwa pandangan masyarakat yang menyebutkan apa yang seharusnya perlu dan pantas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat terlihat mulai melunak. Dewasa ini semakin terasa bahwa laki-laki dan perempuan 63 mulai mengarah pada persamaan tuntutan dan peran gender, bahkan juga pertukaran peran gender antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini tampak tidak seperti dulu lagi dimana stereotype benar-benar kuat memberikan doktrin kepada masyarakat melalui anggapan bahwa laki-laki memiliki peran utama dalam mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga atau urusan domestik. Hal ini bisa dilihat dari semakin sulitnya menemui keluarga Jawa yang benar-benar masih menerapkan nilai ideologi perempuan sebagai kanca wingking semata. Akan tetapi, meskipun secara penerapan ideologi tersebut sudah jarang dijumpai, namun tidak dapat dipungkiri apabila tingkah pola laku mereka masih banyak dipengaruhi oleh ideologi tersebut Handayani dan Novianto, 2008. Tuntutan sosial dalam masyarakat dan peran gender tradisional dapat dikatakan sudah mengalami pergeseran, bahkan juga pertukaran peran. Contohnya adalah sekarang ini banyak wanita yang bekerja atau mencari nafkah, sedangkan suami yang mengurus rumah tangga di rumah. Hal ini dapat dilihat pada Tenaga Kerja Wanita TKW yang biasanya meninggalkan keluarganya untuk mencari nafkah di luar negeri, sedangkan suami mengurus dan mengasuh anaknya di rumah Sadli, 2010. Keadaan ini bukanlah hal yang luar biasa, akan tetapi hal ini merupakan keadaan yang wajar terjadi. Sadli 2010 menambahkan bahwa sebenarnya laki-laki atau ayah sebenarnya mampu untuk mengasuh anaknya, hanya saja kebanyakan keluarga dan laki- laki masih beranggapan bahwa mengasuh adalah tugas perempuan. Keadaan 64 pertukaran peran dapat saja terjadi karena pada dasarnya konsep gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan hasil konstruksi sosial, dimana konsep tersebut adalah buatan manusia, tidak bersifat kodrat, dapat berubah, dapat ditukar, tergantung waktu dan budaya setempat Widaningsih, 2010. Oleh karena itu, keadaan tersebut memang wajar terjadi karena masyarakat sudah mengalami perkembangan jaman sehingga perannya bisa mengalami perubahan maupun pertukaran. Dewasa ini telah terjadi sebuah perkembangan nilai baru yang terjadi di tengah masyarakat, dimana saat ini telah terlihat persamaan kesempatan untuk perempuan dan laki-laki dalam hal berkarier di ranah publik. Dalam budaya patriarki, sudah bukan yang asing lagi apabila kita mendengar bahwa wilayah publik yang terdiri atas pranata publik, negara, pemerintahan, pendidikan, perusahaan, perbankan, perdagangan, dan lain-lain hampir seluruhnya dikuasai oleh kaum laki-laki. Sedangkan perempuan lebih berkiprah di sektor domestik, membersihkan rumah, memasak, mencuci, dan mengasuh anak dalam Budiati, 2010. Akan tetapi, keadaan seperti itu tampaknya telah berubah dan mulai melunak. Pada masa sekarang ini dapat dikatakan bahwa kesempatan menjadi penguasa sektor publik bukan hanya kaum laki-laki saja, tetapi kaum perempuan pun juga telah memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah perempuan di Indonesia yang mampu mengisi kedudukan di wilayah publik, seperti menjadi jendral,