Faktor-faktor Penyebab Prokrastinasi Akademik

21 a. Kondisi fisik individu Salah satu faktor internal yang mempengaruhi individu melakukan prokrastinasi akademik adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu, misalnya kelelahan atau fatigue. b. Kondisi psikologis individu Millgram menyebutkan bahwa trait turut mempengaruhi individu melakukan prokrastinasi akademik. Misalnya, trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial dalam Mayasari, dkk, 2010. Ellis dan Knaus dalam Mayasari, dkk, 2010 menambahkan bahwa keyakinan irasional juga mempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi akademik. Keyakinan irasional tersebut dapat muncul karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan tugas sekolah. Misalnya, tugas sekolah dipandang sebagai suatu beban dan sesuatu yang tidak menyenangkan. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang terdapat di luar diri individu yang memunculkan perilaku prokrastinasi. Faktor ini meliputi: 22 a. Gaya pengasuhan orang tua Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ferrari dan Ollivete, gaya pengasuhan otoriter ayah akan menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi yang kronis pada subjek penelitian anak wanita. Sedangkan gaya pengasuhan otoritatif ayah akan menghasilkan anak wanita yang bukan prokrastinator dalam Mayasari, dkk, 2010. b. Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah lingkungan yang rendah pengawasan daripada lingkungan yang tinggi pengawasan. Prokrastinasi akademik juga dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus reinforcement tertentu bisa memunculkan perilaku prokrastinasi akademik. Kondisi lingkungan yang rendah pengawasan akan mendorong individu untuk melakukan prokrastinasi akademik karena rendahnya pengawasan akan menjadi faktor pendorong individu untuk berperilaku tidak tepat waktu. Selain faktor yang telah disebutkan diatas, Burka dan Yuen menambahkan bahwa budaya juga merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi. Masalah sosial dan 23 budaya dimana individu tinggal akan mempengaruhi berkembangnya perilaku prokrastinasi dalam Adi, 2012. Menurut Wade dan Tavris dalam Adi, 2012, dalam area psikologi, pendekatan perspektif sosiokultural mempercayai bahwa konteks sosial dan peraturan budaya mempengaruhi berbagai keyakinan dan perilaku individu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa budaya yang dihayati individu akan berpotensi memunculkan perilaku prokrastinasi akademik apabila budaya tersebut mendukung munculnya perilaku prokrastinasi. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa faktor yang penyebab muculnya perilaku prokrastinasi akademik secara garis besar adalah faktor internal dan faktor eksternal, dimana faktor internal adalah yang berasal dari dalam diri individu dan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu, seperti gaya pengasuhan, kondisi lingkungan, dan latar belakang budaya dimana mereka tinggal.

6. Aspek Prokrastinasi Akademik

Schouwenberg dalam Ferrari, 1995 mengungkapkan ada beberapa indikator yang menunjukkan ciri-ciri prokrastinasi akademik, diantaranya adalah : a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi 24 Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya merupakan hal penting dan berguna yang harus segera diselesaikan. Akan tetapi, mereka cenderung menunda dalam memulai mengerjakannya. Apabila sebelumnya mereka sudah mengerjakan, mereka cenderung untuk menunda menuntaskan penyelesaian tugas tersebut terlebih dahulu. b. Keterlambatan atau kelambanan dalam mengerjakan tugas Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi, cenderung akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengerjakan tugas. Mereka cenderung akan menghabiskan waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya secara berlebihan dan juga menghabiskan waktunya dengan melakukan hal yang tidak dibutuhkan penyelesaian tugas, tanpa memperhatikan keterbatasan waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya. Tindakan ini terkadang membuat mahasiswa tidak berhasil dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik. c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual Mahasiswa prokrastinator akan memiliki kesulitan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Mereka cenderung sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan sebelumnya, baik yang ditentukan orang lain maupun rencana yang telah dia tentukan sendiri. 25 d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi cenderung dengan sengaja tidak segera menyelesaikan tugasnya, tetapi menggunakan waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan memberikan hiburan bagi dirinya sehingga menyita waktu yang seharusnya dia gunakan untuk mengerjakan tugas.

B. MAHASISWA

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi Poerwadarminta, 1989. Di Indonesia, rata-rata umur seorang mahasiswa adalah 18-24 tahun. Berdasarkan teori tahapan umur perkembangan menurut Santrock, usia mahasiswa termasuk dalam kategori dewasa awal, dimana Dariyo dalam Iriani dan Ninawati, 2005 juga menyatakan bahwa secara fisik individu pada dewasa awal telah menampakkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Pada usia ini, mereka tampak memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif. Penampilan fisik yang dimiliki dinilai benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas seperti orang dewasa lainnya. Misalnya, bekerja, menikah dan mempunyai anak, bertindak 26 secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain. Dapat disimpulkan bahwa pada usia dewasa awal biasanya individu telah mencapai penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang matang. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh seseorang, sesuai dengan norma sosial- budaya yang berlaku di masyarakat Dariyo, dalam Iriani dan Ninawati, 2005. Jadi, mahasiswa sebagai individu yang termasuk dalam kategori dewasa awal adalah suatu tahap dimana mahasiswa tersebut sudah dapat membuat keputusan sendiri, misalnya dalam hal karir dan membentuk hubungan intim tanpa campur tangan orang tua. Pada tahap ini merupakan tahap dimana tahap perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya, dengan kondisi fisik dan intelektual yang baik Iriani dan Ninawati, 2005. Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan mahasiswa adalah individu yang berumur 18-24 tahun atau telah memasuki tahap dewasa awal dimana dirinya telah siap melakukan hal seperti yang dilakukan orang dewasa lainnya, seperti mengambil keputusan, bekerja berkarier, menikah, mempunyai anak, dan bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain. 27

C. PERBEDAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM HAL

PROKRASTINASI AKADEMIK Rueda menjelaskan bahwa masyarakat yang menganut sistem patriarki meletakkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan yang dominan dibandingkan perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan perempuan. Di semua lini kehidupan, masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya dalam Wardani, 2009. Menurut Masudi seperti yang dikutip dalam Wardani 2009, sejarah masyarakat patriarki sejak awal membentuk peradaban manusia yang menganggap bahwa laki-laki lebih kuat superior dibandingkan perempuan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Kultur patriarki ini secara turun-temurun membentuk perbedaan perilaku, status, dan otoritas antara laki-laki dan perempuan di masyarakat yang kemudian menjadi hirarki gender. Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender. Jika dilihat dalam kamus bahasa Inggris, tidak secara jelas dibedakan pengertian antara sex dan gender. Sering kali gender dipersamakan dengan seks dalam Nugroho, 2011. Nugroho 2011 dalam bukunya menjelaskan bahwa untuk memahami konsep gender, maka harus dibedakan antara kata gender dengan seks jenis kelamin. Seks jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin penyifatan manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis