Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel fungi yang meliputi jumlah jenis fungi, populasi fungi, frekuensi ko-
lonisasi berbagai jenis fungi dan keanekaragaman jenis fungi. 2. Variabel serasah yang meliputi laju dekomposisi serasah, bobot serasah sisa
pada tiap tahap dekomposisi, kandungan kimia serasah yaitu karbohidrat dan total protein yang terdapat pada serasah pada tiap tahap proses dekomposisi.
3.4 Pengumpulan Data Fungi
Data tentang identitas, jumlah jenis, populasi, frekunsi kolonisasi dan keanekaragaman jenis fungi, dikumpulkan untuk mengeteahui pengaruh tingkat
salinitas air, serta lama dekomposisi terhadap parameter-parameter tersebut. Adapun serasah daun R. apiculata ditempatkan pada lokasi dengan tingkat salini-
tas sebagai berikut: A.
Tingkat salinitas 0-10 ppt B.
Tingkat salinitas 10-20 ppt C.
Tingkat salinitas 20-30 ppt D.
Tingkat salinitas 30 ppt Pengumpulan data dilakukan setelah serasah ditempatkan di lapangan den-
gan berbagai tingkat salinitas, selama waktu sebagai berikut: A.
Hari ke-0 control F. Hari ke-75
B. Hari ke-15
G. Hari ke-90 C.
Hari ke-30 H. Hari ke-105
D. Hari ke-45
I. Hari ke-120 E.
Hari ke-60
3.5 Metode Pengambilan Data 3.5.1 Pengumpulan Serasah Daun
R. apiculata
Serasah daun dikumpulkan dengan menggunakan jaring kasa nilon yang berukuran 2x2 m sebanyak 1 kain nilon yang diletakkan dengan cara mengikatnya
di antara kedua pohon pada ketinggian di atas garis pasang tertinggi. Pengambilan serasah daun diambil setelah dikumpulkan 1 bulan. Serasah daun R. apiculata di-
kumpulkan sekitar 5400 gram 50 g serasah x 9 perlakuan x 3 ulangan x 4 kelom- pok. Serasah daun R.apiculata yang terkumpul hanya berupa komponen daun
yang telah mengalami senescense dari pohon.
3.5.2 Penempatan Serasah Daun di Lokasi Penelitian
Serasah daun R.apiculata sebanyak 50 g dimasukkan ke dalam jaring kasa yang berukuran 40 x 30 cm yang terbuat dari nilon Gambar 3. Kemudian jarring
kasa di tempatkan pada lokasi penelitian pada lokasi peneliian pada berbagai ting- kat salinitas yang telah diukur dengan hand refractometer 0-10 ppt, 10-20 ppt,
20-30 ppt, dan 30 ppt. Jaring kasa ditenggelamkan pada lantai hutan mangrove dan diikat pada akar pohon mangrove yang terdekat.
5 cm
Kain Kasa Nilon
40 cm Jahitan
30 cm
30 cm Gambar 3. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah Yang Digunakan Untuk Penem-
patan Serasah Pada Beberapa Lokasi di Lapangan Dengan Berbagai Tingkat salinitas.
Pada lokasi dengan tingkat salinitias yang telah ditentukan di atas dibuat satu plot berukuran 170 cm x 500 cm dengan jumlah plot keseluruhan sebanyak
empat plot Gambar 4. Kantong serasah yang berisi serasah daun Rhizo- phora apiculata ditempatkan secara acak pada plot-plot ini. Agar tidak dihanyut-
kan oleh pasang air laut maka keempat ujung kantong serasah diikatkan pada po- tongan pancang yang dibuat dari kayu dengan panjang 100 cm dan diameter 2 cm.
Keempat potongan kayu yang sudah diikatkan dengan kantong serasah, selanjut-
nya ditancapkan di tanah sampai kedalaman 40 cm. Sebanyak 3 kantong berisi serasah diambil dari tiap tingkat salinitas sekali dua minggu dan pengambilan
kantong berisi serasah dilakukan sampai hari ke-120 sebanyak 8 kali pengambi- lan setelah serasah diletakkan di lapangan. Pada hari ke-120, semua serasah
diperkirakan telah mengalami dekomposisi dengan sempurna.
Gambar 4. Letak Plot untuk Penempatan Kantong Serasah pada Beberapa Lokasi Di Lapangan dengan Berbagai Tingkat Salinitas
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian
40 cm 30 cm
f b
g
d e
a 170 cm
Gambar 6. Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan 3.5.3 Isolasi Fungi dari Serasah Daun
R.apiculata
500 cm Kantong Serasah
Penentuan populasi fungi baik yang terdapat pada control belum men- galami proses dekomposisi maupun pada perlakuan mengalami proses dekom-
posisi dilakukan dengan metode pengenceran yaitu dengan membuat suatu seri pengenceran dilution series. Pengenceran serasah daun R.apiculata dan isolasi
fungi dalam cawan petri Gambar 7 dilakukan tahapan sebagai berikut: Sebanyak 10 g serasah daun R. apiculata yang telah dihancurkan dalam
mortar dengan alu secara aseptis kemudian dimasukkan kedalam kedalam labu elemeyer 250 ml. Selanjutnya disuspensikan air laut yang berasal dari lingkungan
serasah pada masing masing salinitas sampai volume mencapai 100 ml kemudian disterilkan selanjutnya dilakukan pengenceran pada tingkat yang optimal untuk
isolasi fungi yaitu 10
-2
, kemudian sebanyak 0,1 ml suspensi hasil pengenceran di- tuang kedalam cawan petri yang telah berisi media PDA Potato Dextrose Agar
dan dibuat ulangan sebanyak 3 kali untuk tiap pengenceran. Suspensi fungi se- banyak 0,1 ml diambil dengan pipet serologi ditanam ditempatkan pada media
yang telah memadat dengan hokey stick, suspensi fungi yang ditanam disebar merata pada media metode cawan sebar. Suspensi fungi diinkubasi selama 3
sampai 12 hari dan dilakukan pengamatan terhadap koloni yang muncul. Jumlah koloni per ml dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni terhitung dengan
faktor pengenceran. Koloni fungi yang berkembang selanjutnya dimurnikan den- gan membuat sub media biakan, media agar PDA dalam cawan petri untuk pen-
gamatan makroskopis, dan media agar miring PDA dalam tabung reaksi untuk disimpan sebagai cadangan isolate, setelah berkembang disimpan dalam lemari
pendingin agar sub biakan tidak cepat mati.Sub biakan digunakan sebagai bahan identifikasi fungi.
Gambar 7. Metode pengenceran serasah daun R. apiculata untuk isolasi fungi pada cawan Petri.
3.5.4 Identifikasi Fungi dari Serasah Daun R. apiculata
Biarkan murni fungi diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri
makroskopinya yaitu ciri koloni seperti warna hifa, warna massa spora atau konidia. Pengamatan fungi secara mikroskopik dilakukan dengan metode
Blok square yaitu fungi ditumbuhkan pada potongan agar sebesar 4x4x2 mm ke- mudian diletakkan pada kaca obyek dan ditutup dengan gelas penutup. Biarkan
pada kaca obyek ini ditempatkan dalam cawan petri yang telah diberi pelembab berupa kapas basah. Biakan kaca objek ini dibiarkan selama beberapa hari pada
kondisi ruang sampai fungi tumbuh cukup berkembang. Fungi yang berkembang diamati ciri mikroskopiknya yaitu ciri-ciri hifa, ada tidaknya sikat pada hifa, tipe
percabangan hifa. Ciri-ciri yang didapatkan ditabulasi, kemudian dicocokan den- gan kunci identifikasi fungi Pitt dan Hocking 1997, Samson et al.,1984, Gandjar
et al., 1999. Setelah diidentifikasi dicatat jumlah tiap-tiap jenis fungi, populasi, keanekaragaman jenis dan prekuensi kolonisasi fungi yang terdapat pada serasah
dari R. apiculata. Kegiatan ini dilakukan pada tiap kali pengambilan serasah dari
lapangan selama masa proses dekomposisi yaitu mulai dari hari ke-0 kontrol sampai hari ke-120.
3.5.5 Penentuan Indeks Keanekaragaman Jenis Fungi
Analisis Data Keanekaragaman Jenis Fungi
Analisis keanekaragaman jenis fungi dilakukan dengan menggunakan indeks Diversitas Shannon-Winner dengan rumus :
H= - ∑
Dengan: Ni = Nilai kuantitatif suatu jenis
N = jumlah nilai kuantitatif semua jenis dalam komunitas
Laju Dekomposisi Serasah
Laju dekomposisi serasah diproleh dengan menggunakan persamaan Olson, 1963 :
X
t
X
o
0 = e X
–kt t
= X
o
e
–kt
In X
t
= In X
o
dengan:
-kt
X
t =
X berat serasah setelah waktu pengamatan ke-t
0 =
e = bilangan logaritma natural 2,72 berat serasah awal
k = laju dekomposisi serasah t = waktu pengamatan
3.6 Penentuan Kuantitas Karbohidrat Total dan Protein yang Terdapat
PadaSerasah Daun R.apiculata yang Mengalami Dekomposisi
3.6.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dalam rancangan petak terbagi dengan RAL yang
terdiri atas: tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt, dan 30 ppt sebagai petak utama dan lama masa dekomposisi Kontrol, 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60
hari, 75 hari, 90 hari, 105 hari, 120 hari sebagai anak petak.
3.6.2 Penentuan Kuantitas Karbohidrat
Kadar karbohidrat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami de- komposisi dapat diketahui dengan menghitung kadar abu dengan cara sebagai
berikut: Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu
105
Kadar Abu =
C selama 2 sampai 3 jam. Cawan porselin ini selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang bobot-
nya X. Contoh uji sebanyak 5 g bobot kering Y dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya cawan porselin berisi contoh uji ini dipijarkan di atas nyala
api bunsen sampai tidak mengeluarkan asap. Contoh uji diangkat seluruhnya sete- lah menjadi abu yang berwarna putih dan didinginkan dalam eksikator. Setelah
satu jam, abu ditimbang dengan bobot Z. Penentuan kadar abu ditentukan den- gan rumus 1.
X 100 Dengan :
X = Bobot cawan porselin Y = Bobot contoh uji coba
Z = Bobot contoh setelah menjadi abu Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan rumus
Kadar karbohidrat = Bobot kering – Abu x 100 Berat contoh uji awal
3.6.3 Penentuan Kadar Protein
Analisis protein dilakukan dengan 3 tahap yaitu : tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi. Adapun secara rinci metode analisis diuraikan sebagai
berikut : sebanyak 0,3 g bobot kering contoh uji X dimasukkan ke dalam labu dekstruksi, kemudian ditambahkan 3 sendok kecil katalis campuran selen dan 20
ml H
2
S0
4
Setelah labu dekstruksi didinginkan, larutan contoh uji dimasukkan ke- dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung
N. Selanjutnya ke dalam larutan dimasukkan beberapa butir batu didih dan ditam- bahkan 100 ml NaOH 33. Proses penyulingan ini dilakukan sampai semua N
ditangkap H pekat secara ini selanjutnya dipanaskan dengan alat destruksi selama 10
menit pada posisi pada low dan 5 menit pada posisi hight sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Proses ini dilakukan diruang asam tahap
dekstruksi.
2
SO
4
Sisa H ada dalam labu erlenmmeyer bila 23 semua cairan dalam labu
telah menguap tahap destilasi.
2
SO
4
yang terdapat pada labu Erlenmeyer dititrasi kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0,3 N. Proses ditittrasi berakhir setelah terjadi pe-
rubahan warna menjadi biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi. Vol- ume NaOH dicatat sebagai Z ml, selanjutnya dibandingkan dengan blanko Y ml
tahap titrasi. Kadar protein dapat ditentukan dengan rumus.
Kadar protein = x 100
Dengan : X = Bobot contoh uji awal
Y= Vokume titrasi blanko ml Z = Volume NaOH penintrasi ml
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis-jenis fungi pada serasah daun
R. Apiculata yang belum mengalami dekomposisi dan yang telah mengalami dekomposisi pada
berbagai tingkat salinitas
Hasil isolasi fungi yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum mengalami proses dekomposisi di lapangan kontrol dan yang telah
mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas didapatkan 38 jenis fungi Tabel 4.1.
Aspergillus dan Penicillium merupakan jenis yang paling banyak dijumpai sewaktu isolasi serasah daun R. apiculata yang belum mengalami
dekomposisi kontrol maupun yang telah mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Fungi Aspergillus dan Penicillium mendominasi baik dari segi
jenis dan jumlah diduga karena kedua kelompok fungi ini merupakan fungi Ascomycotina yang sering hidup di tanah sebagai mikroba saprofit. Menurut
Affandi 2000, hasil karakterisasi dan identifikasi fungi dari serasah daun
tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, JawaTengah, didapatkan 30 strain jamur yang berasosiasi dengan proses degradasi serasah, terdiri dari 7 genus
antara lain Aspergillus 10 jenis, Penicillium 4 jenis, Paecilomyces 2 jenis, Trichoderma 10 jenis. Selama isolasi dari serasah daun R. apiculata baik pada
kontrol maupun pada berbagai tingkat salinitas, Curvularia
sp.1 merupakan kelompok fungi yang paling sedikit ditemukan jenisnya sewaktu
isolasi dari serasah daun R. apiculata. Hal ini diduga karena salah satu jenis fungi ini umumnya lebih banyak dijumpai pada tanaman serelia. Biasanya fungi
Curvularia khususnya Curvularia lunata, dikenal sebagai parasit atau sapropit pada tanaman serelia terutama pada tanaman padi dan gandum.