Jenis dan Sumber Data Model Operasional Penelitian

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data cross section enam negara tujuan ekspor dan data time series selama 7 tahun yaitu dari tahun 2002 sampai tahun 2008. Nenas yang menjadi objek penelitian adalah nenas dalam bentuk fresh or dried HS 1996 dengan kode 080430. Data-data tersebut diperoleh dari Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik BPS, Departemen Perdagangan, website UN Comtrade, serta studi pustaka yaitu pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literatur di perpustakaan IPB dan internet. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1 Jenis Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian No Jenis Data Sumber Data 1. Volume ekspor nenas asal Indonesia, nilai ekspor seluruh komoditi Indonesia, nilai ekspor nenas dunia, nilai ekspor seluruh komoditi dunia Kilogram UN Comtrade, BPS 2. Nilai tukar mata uang beberapa negara tujuan ekspor terhadap US www.oanda.com 3. Jumlah populasi Indonesia dan negara tujuan ekspor juta jiwa www.stat.go.jp www.singstat.gov.sg www.bea.gov www.data.un.org 4. GDP riil Indonesia dan negara tujuan ekspor US www.data.un.org www.data.worldbank.org www.singstat.gov.sg 5. Jarak Indonesia dengan beberapa negara tujuan ekspor Kilometer www.timeanddate.com

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif, yaitu estimasi daya saing dan keunggulan komparatif nenas Indonesia menggunakan RCA, EPD, dan IIT serta estimasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas asal Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor menggunakan metode Panel data. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan software E-views 6.1 dan Microsoft Excel.

3.2.1 Revealed Comparative Advantage RCA

Metode RCA Revealed Comparative Advantage digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing dan keunggulan komparatif nenas asal Indonesia. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ballasa pada tahun 1995. Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antarwilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah sehingga dapat dikatakan bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan dalam ekspornya. Variabel yang diukur dalam RCA adalah kinerja ekspor suatu komoditi terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa pasar nilai produk dalam perdagangan dunia. RCA mendefinisikan apabila pangsa ekspor suatu komoditi di dalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi di dalam total ekspor komoditi dunia, maka negara tersebut dikatakan memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi itu. Apabila nilai RCA lebih besar dari satu berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia atau berarti komoditi tersebut berdaya saing kuat. Sedangkan apabila nilai RCA lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditi tersebut rendah di bawah rata-rata dunia atau berdaya saing lemah. Formula RCA dirumuskan sebagai berikut : RCA = t j it ij W W X X 3.1 Dimana : X ij = Nilai ekspor komoditi i dari negara j tahun ke t X it = nilai ekspor total negara j W j = nilai ekspor dunia komoditi i W t = nilai total ekspor dunia Nilai daya saing suatu komoditi dalam RCA memiliki dua kemungkinan, yaitu : 1. Nilai RCA 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing kuat. 2. Nilai RCA 1, berarti suatu negara tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing lemah. Kelebihan dari metode RCA antara lain metode ini mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga keunggulan komparatif suatu komoditi dari waktu ke waktu dapat terlihat dengan jelas. Sedangkan kelemahan dari metode ini antara lain : o Pengukuran berdasarkan nilai RCA ini mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya. o Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal. o RCA tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi di masa yang akan datang.

3.2.2 Export Product Dynamic EPD

EPD merupakan suatu indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari market share sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity” dan “Retreat” . Jika pertumbuhan ekspor suatu komoditi di atas rata-rata secara kontinu dalam waktu yang lama, maka produk ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Posisi pasar ideal yang bertujuan untuk memperoleh pangsa ekspor tertinggi disebut Rising Star, ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar untuk produk-produk yang berkembang cepat. Lost Opportunity dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis. Kondisi ini paling tidak diinginkan karena berarti kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di pasar dunia. Kondisi Falling Star juga tidak diinginkan walau tidak seperti kondisi Lost Opportunity, karena pangsa pasarnya meningkat meskipun bukan pada produk yang dinamis di pasar dunia. Sementara itu, Retreat berarti produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar. Namun bisa diinginkan kembali jika pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis. Keterangan : x-axis: the growth of share of countrys export in the world trade y-axis: the growth of share of product in the world trade Gambar 3.1 Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada Matriks EPD

3.2.3 Intra- Industry Trade IIT

Indeks IIT pertama kali diperkenalkan oleh Grubel dan Lloyd 1975. Perhitungan indeks IIT didasarkan pada selisih antara nilai ekspor dan impor dari sebuah industri atau produk dan total perdagangan dari industri atau produk tersebut. IIT dapat dirumuskan sebagai berikut : Lost Opportunity Rising Star Retreat Falling Star _ + – 0 + 3.4 Dimana : IIT ljt = indeks intra-industry trade di negara j dalam industri atau produk l pada waktu t X ljt = total ekspor negara j dalam industri atau produk l pada waktu t M ljt = total impor negara j dalam industri atau produk l pada waktu t Indeks IIT berkisar dari nol hingga seratus. Apabila indeks bernilai nol, maka seluruh perdagangan merupakan inter-industry atau negara j hanya mengekspor atau hanya mengimpor dalam suatu industri atau produk l. Sedangkan apabila indeks bernilai 100 menunjukkan bahwa impor negara j setara dengan ekspornya dalam industri atau produk l atau perdagangan bersifat intra- industry . Menurut Austria dalam Aprilianda 2007 nilai IIT dapat diklasifikasikan seperti pada tabel berikut : Tabel 3.2 Klasifikasi Nilai Intra-Industry Trade IIT Klasifikasi 0,00 No integration one way trade 0,00 – 24,99 Weak integration 25,00 – 49,99 Mild integration 50,00 – 74,99 Moderately strong integration 75,00 – 99,99 Strong integration two way trade

3.2.4 Analisis Panel Data

Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series . Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Data time series adalah data yang dikumpulkan secara berkala untuk melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Metode data panel dapat memberikan keuntungan dibandingkan hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja Baltagi 2005, yaitu: 1 Data panel dapat mengendalikan heterogenitas individu. 2 Dapat memberikan informasi yang lebih banyak, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar degree of freedom dan lebih efisien. 3 Dapat lebih baik untuk studi dynamic of adjustment. 4 Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model time series atau cross section saja. Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu pooled least square, fixed effect, dan random effect.

A. Metode Pooled Least Square

Dalam metode ini dapat dilakukan proses estimasi terpisah untuk setiap unit cross section, maka untuk periode t=1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut : 3.5 Dimana : = variabel endogen = variabel eksogen = intersep = slope i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t = error dari persamaan di atas akan diperoleh parameter dan yang konstan dan efisien yang melibatkan sebanyak jumlah data cross section N x jumlah data time series T. Model tersebut mengasumsikan bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap objek observasi.

B. Metode Fixed Effect

Adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan dapat diatasi dengan memasukkan peubah dummy untuk memungkinkan perbedaan intersep . Model dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan model efek tetap yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut : 3.6 Dimana : = variabel endogen = variabel eksogen = intersep = slope D = variabel dummy i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t = error Penambahan variabel dummy dapat mengurangi jumlah degree of freedom yang pada akhirnya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diestimasi. Pemilihan pendekatan ini dapat dipertimbangkan dengan menggunakan statistik F yang membandingkan nilai jumlah kuadrat error dari proses pendugaan dengan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah dimasukkan variabel dummy ke dalamnya.

C. Metode Random Effect

Penambahan variabel dummy pada model akan mengurangi degree of freedom dan efisiensi dari parameter yang diestimasi. Hal tersebut dapat diatasi dengan metode random effect. Parameter yang berbeda antarindividu maupun antarwaktu dimasukkan ke dalam error seperti pada persamaan berikut: 3.7 3.8 Dimana : = komponen error data cross section = komponen error data time series = komponen error gabungan i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t Hubungan antara model random effect dan model fixed effect dapat dilihat dengan memperlakukan komponen-komponen intersep dalam model fixed effect sebagai dua peubah acak, satu peubah time series dan satu peubah cross section. Penggunaan model random effect dapat menghemat degree of freedom sehingga parameter hasil estimasi akan menjadi efisien.

3.2.4.1 Uji Kesesuaian Model

A. Chow Test

Chow Test dilakukan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut : H : model pooled least square H 1 : model fixed effect Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F statistik seperti berikut : F N-1, NT-N-K = 3.9 Dimana : = residual sum square hasil pendugaan model pooled least square = residual sum square hasil pendugaan model fixed effect N = jumlah data cross section T = jumlah data time series Jika nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya.

B. Hausman Test

Hausman Test dilakukan untuk memilih model yang akan digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut : H : model random effect H 1 : model fixed effect Dasar penolakan terhadap H adalah perbandingan antara Hausman statistic dan Chi-Square . Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut : Dimana : = vektor statistik variabel fixed effect b = vektor statistik variabel random effect M = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect M 1 = matriks kovarian untuk dugaan model random effect Nilai m dibandingkan dengan –tabel. Jika m lebih besar dari –tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H 0, sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fixed effect.

3.2.4.2 Uji Asumsi Model

A. Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Apabila autokorelasi diabaikan maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Autokorelasi terjadi pada serangkaian data time series, dimana error term pada satu periode waktu akan tergantung pada error term periode lainnya secara sistematik. Konsekuensi adanya autokorelasi yaitu pada uji F dan uji t menjadi tidak valid dan peramalan juga menjadi tidak efisien. Uji autokorelasi yang digunakan adalah uji Durbin-Watson Statistik. Sebelum dilakukan pengujian dibuat hipotesis sebagai berikut : H : ada autokorelasi H 1 : tidak ada autokorelasi Pengambilan kesimpulan bisa dilakukan dengan melihat apakah nilai dari Durbin- Watson statistik mendekati nilai dua atau empat. Jika nilai dari Durbin-Watson statistik mendekati nilai dua, maka tolak H yang berarti tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh menerima hipotesis H 1 . Sebaliknya jika nilai Durbin-Watson statistik mendekati nilai empat, maka terima H yang berarti terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh menolak hipotesis H 1 .

B. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi penting dalam model ekonomi klasik adalah nilai varian dari variabel bebas yang konstan yang disebut dengan homoskedastisitas. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai varian dari variabel bebas tidak lagi bersifat konstan yang disebut heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Sebelum dilakukan pengujian dibuat hipotesis sebagai berikut : H : Homoskedastisitas H 1 : Heteroskedastisitas Pengujian dilakukan dengan melihat Probability Obs R-squared. Apabila nilai Probability Obs R-squared lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat hete- roskedastisitas pada model atau menolak hipotesis H . Bila nilai Probability Obs R-squared lebih besar dari taraf nyata berarti tidak ada gejala heteroskedastisitas pada model atau menerima hipotesis H . Diketahui taraf nyata = 5 .

C. Multikolinearitas

Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari correlation matrix. Multikolinearitas dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antarvariabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0,8 rule of thumbs 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0,8 maka dapat disimpulkan terdapat mutikolinearitas dalam model. Multikolinearitas yang dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah multikolinearitas sempurna. Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas sempurna maka akan diperoleh nilai R² yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel dugaan yang signifikan.

3.3 Model Operasional Penelitian

Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan nenas asal Indonesia ini menggunakan satu persamaan umum. Model ini dilandasi oleh teori perdagangan internasional mengenai mekanisme keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar internasional. Variabel volume ekspor nenas Indonesia di negara tujuan merupakan variabel terikat. Variabel GDP riil perkapita Indonesia merupakan variabel bebas yang mewakili sisi penawaran, sedangkan variabel GDP riil perkapita negara tujuan, jumlah penduduk negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar merupakan variabel bebas yang mewakili sisi permintaan. Model ini digunakan untuk melihat hubungan volume permintaan ekspor dengan variabel-variabel penyusunnya yang dituliskan dalam bentuk persamaan logaritma natural dengan model dugaan awal sebagai berikut: Ln X j = β + β 1 Ln Y j + β 2 Ln Pop j + β 3 Ln D ij + β 4 Ln ER j + β 5 Ln Y i + 3.11 Dimana : X j = Volume ekspor nenas Indonesia di negara tujuan Kg Y j = GDP riil perkapita negara tujuan US Pop j = Jumlah penduduk negara tujuan Jiwa D ij = Jarak antara Indonesia dan negara tujuan Km ER j = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar domestikUS Y i = GDP riil perkapita Indonesia US β = Intersep β n = Slope n = 1,2,....dst = Error

3.4 Definisi Operasional