Mekanisme Antioksidan Uji Aktivitas Antioksidan

alam terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan hijau. Kebanyakan dari golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat- sifat antioksidan baik didalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida Hernani dan Rahardjo 2006. Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran, dan tumbuhanalga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain Winarsi 2007. Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan hampir disetiap minyak tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi secara kimia. Tokoferol memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipid karena rantai C panjang. Pengaruh nutrisi secara lengkap dari tokoferol belum diketahui, tetapi α-tokoferol dikenal sebagai sumber vitamin E. Aktivitas antioksidan tokoferol didalam jaringan hidup cenderung α-β-γ-δ-tokoferol, tetapi dalam makanan aktivitas tokoferol terbalik δ-γ-β-α-tokoferol Kumalaningsih 2006. β-karoten merupakan scavengers pemulung oksigen tunggal. Vitamin C pemulung superoksida dan radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan Low Density Lipoprotein LDL Hariyatmi 2003. Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi, dan penangkap oksigen. Tubuh sangat memerlukan vitamin C, kekurangan vitamin C dalam darah menyebabkan beberapa penyakit antara lain asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Vitamin ini dapat dikonsumsi dalam bentuk sintetik atau makanan-makanan yang kaya vitamin C seperti jeruk, strawbery, brokoli, tomat, kiwi, anggur, dan ubi jalar Hernani dan Raharjo 2006.

2.7 Mekanisme Antioksidan

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi empat tipe. Tipe pertama yaitu pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E. Tipe kedua yaitu pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung, misalnya vitamin C. Tipe ketiga yaitu pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe 2+ dan Cu 2+ , misalnya flavonoid. Keempat adalah antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, dan peroksida Hariyatmi 2004. Antioksidan sekunder seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat member efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut a memberikan suasana asam pada medium sistem makanan, b meregenerasi antioksidan utama, c mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, d menangkap oksigen, e mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen Pratt 1992. Enzim antioksidan dibentuk dalam tubuh, yaitu superoksida dismutase SOD, glutation peroksida, katalase, dan glutation reduktase. Sedangkan antioksidan yang berupa mikronutrien dikenal tiga yang utama, yaitu β-karoten, vitamin C, dan vitamin E Shahidi 1997 dalam Hariyatmi 2004. Vitamin E yang larut dalam lemak ini merupakan antioksidan yang melindungi PUFAs dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif, serta mampu menghambat peroksida lipid pada makanan Hariyatmi 2003.

2.8 Uji Aktivitas Antioksidan

Kandungan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan dapat menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang umum digunakan yaitu dengan menggunakan radikal bebas stabil diphenilpycrylhydrazil DPPH. Prinsip metode-metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam Nurjanah 2009. Metode radikal bebas stabil DPPH merupakan radikal sintetik yang larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH dalam metanol berwarna ungu tua terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi, ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu menjadi kuning pucat Molyneux 2004. Prinsip penurunan nilai absorbansi digunakan untuk mengetahui kapasitas antioksidan suatu senyawa. Berikut merupakan struktur diphenylpycrilhydrazil dan diphenylpycrilhydrazine pada Gambar 3. Gamar 3 Struktur diphenylpycrilhydrazil dan diphenylpycrilhydrazine Molyneux 2004 menyatakan, hasil dari metode DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC 50 inhibitory concentration 50, yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50. Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC 50 akan semakin kecil. Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC 50 -nya semakin kecil. Semakin kecil nilai IC 50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 50 μ gmL, kuat untuk IC 50 antara 50-100 μ gmL, sedang jika IC 50 bernilai 100-150 μ gmL, dan lemah jika IC 50 bernilai 150-200 μ gmL.

2.9 Kromatografi Lapis Tipis