Senyawa aktif saponin secara fisiologi telah dipelajari dari bintang laut dan timun laut. Senyawa aktif dari bintang laut dan timun laut tidak dapat
digunakan sebagai obat karena dapat membuat sel menjadi lisis. Glycosylated ceramides dan saponin merupakan metabolit utama dari echinodermata. Senyawa
imbricatine dari bintang laut Dermasterias imbricata merupakan alkaloid benzyltetrahydroisoquinolone pertama yang dihasilkan pada sel manusia Samuel
et al. 2011. Wang et al. 2003 menemukan komponen aktif saponin yang diisolasi dari bintang laut
Certonardoa semiregularis yaitu
senyawa certonardosides. Bintang laut ini diambil dari pantai di Pulau Komun Korea.
Senyawa aktif dari bintang laut Certonardoa semiregularis memiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan antimikroba. Samuel et al. 2011 menyatakan, senyawa
imbricatine, benzyltetrahydroisoquinolone, lysastroside, dan certonardosides memiliki fungsi sebagai antiviral dan anti-HIV.
Hasil penelitian Maier et al. 2007 menyatakan bahwa asterosaponin memiliki potensi aktivitas biologis yang berguna sebagai sitotoksik, hemolisis,
dan sitostatis. Aktivitas antifungi diperoleh dari komponen dua sulfated hexaglycosides dan dua sulfated polyhydroxylated steroidal xylosides yang
diisolasi dari bintang laut Patagonia Anasterias minuta.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan yang paling banyak digunakan untuk menarik atau memisahkan komponen bioaktif dari suatu bahan
baku. Ekstraksi dapat diartikan sebagai suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga
komponen yang diinginkan dapat larut. Metode dasar penyaringan adalah maserasi, perkolasi, dan sokhletasi. Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut
diatas disesuaikan dengan kepentingan dalam kandungan senyawa yang diinginkan Harborne 1987.
Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstrak dengan senyawa
pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.
Senyawa polar akan larut pada pelarut polar juga, begitu juga sebaliknya. Pelarut
yang digunakan harus memenuhi kriteria murah, mudah didapat, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak terbakar, dan
selektif artinya menarik zat yang berkhasiat yang dikehendaki. Pelarut yang digunakan dapat berupa kloroform, heksana non polar, etil asetat semi polar,
dan metanol polar Sirait 2007.
2.4 Komponen Bioaktif dari Biota Laut
Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis.
Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik misalnya polifenol dan komponen asam phenolic acid. Komponen bioaktif tidak terbatas
pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, misalnya protein dan peptida
Senyawa fitokimia bukanlah zat gizi, namun kehadirannya dalam tubuh dapat membuat tubuh lebih sehat, lebih kuat, dan lebih bugar Robinson 1995.
Fitokimia atau kimia tumbuhan berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Fitokimia ini
mencakup struktur kimianya, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara alamiah, dan fungsi biologisnya. Senyawa fitokimia berpotensi
mencegah berbagai penyakit degeneratif dan kardiovaskuler Harborne 1987. Beberapa senyawa metabolit sekunder khususnya struktur dan aktivitas
biologisnya telah berhasil diisolasi dari hewan-hewan laut. Senyawa metabolit sekunder tersebut mempunyai potensi sebagai obat. Senyawa bioaktif yang
menarik diteliti umumnya diisolasi dari spons laut, ubur-ubur, bintang laut, timun laut, terumbu karang, moluska, echinodermata, dan krustasea. Senyawa bioaktif
yang telah diisolasi dari hewan laut yaitu steroid, terpenoid, isoprenoid, nonisoprenoid, quinon, dan nitrogen heterosiklik Sirait 2007. Pengujian
kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia.
2.4.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem
siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas di bidang pengobatan. Alkaloid sering bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan tetap belum begitu pasti walaupun beberapa senyawa dilaporkan berperan sebagai
pengatur tumbuhan atau penolak dan pemikat serangga Harborne 1987. Biota laut yang memiliki kandungan alkaloid yaitu spons, moluska, dan
coelenterata. Sebagian besar alkaloid yang diisolasi dari hewan laut dapat berfungsi
sebagai antiviral,
antibakterial, anti-inflamatori,
antimalaria, antioksidan, dan antikanker. Alkaloid pada hewan laut dapat dikelompokkan
menjadi pyridoacridine, indole, pyrrole, pyridine, isoquinoline guanidine dan streroidal alkaloids Kumar dan Rawat 2011.
2.4.2 Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C
30
asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, dan aktif optik. Triterpenoid ini dapat
dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya
triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida Sirait 2007. Diterpenoid merupakan turunan dari terpenoid. Berdasarkan struktur
kimianya, diterpenoid digolongkan menjadi labdane, pimarane, abietane, kauranes, marine, dan lain-lain. Diterpenoid memiliki aktivitas sebagai
antibakteri, antifungi, anti-inflamasi, antileishmanial, sitotoksik, dan antitumor. Diterpenoid yang terdapat pada biota laut yaitu tipe labdane dan tipe marine. Tipe
labdane merupakan metabolit sekunder dari fungi, biota laut, insekta, dan tumbuhan tinggi yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, sitotoksik, antiviral,
anti-inflamasi, dan antiprotozoa. Selain tipe labdane, tipe marine diterpenoid merupakan salah satu diterpenoid alami dari biota laut yang memiliki potensial
untuk obat anti-inflamasi. Biota laut yang menghasilkan marine diterpenoid adalah spons Axinella sp. Heras dan Hortelano 2009.
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat
pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah,
contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat
pada tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa Robinson 1995. Santalova et al. 2004
menyatakan bahwa sterol yang diisolasi dari spons Rhizochalina incrustata memiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan hemolisis.
2.4.3 Flavonoid
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Flavonoid umumnya
terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron,
antosianidin, katekin, dan flavan-3,4-diol Harborne 1987. Flavonoid dapat berguna bagi kehidupan manusia. Flavon dalam dosis
kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diurematik dan sebagai
antioksidan pada lemak Sirait 2007. Gavin dan Durako 2012 menyatakan, senyawa aktif sitosolik flavonoid yang diisolasi dari lamun Halophila johnsonii
berfungsi sebagai antioksidan.
2.4.4 Saponin
Saponin adalah glikosida dan sterol yang telah terdeteksi pada lebih dari 90 suku tumbuhan.
Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering
menyebabkan hemolisis sel darah merah Robinson 1995. Saponin sebagian besar bereaksi netral larut dalam air, beberapa ada yang bereaksi dengan asam
sukar larut dalam air, sebagian besar ada yang bereaksi dengan basa. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Saponin dapat bersifat
toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya. Saponin yang beracun disebut sapotoksin. Saponin dapat menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu
misalnya pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika Sirait 2007. Chludil
et al. 2000 menyatakan bahwa struktur steroidal glikosid yang diisolasi dari bintang
laut Anasterias minuta memiliki kemampuan sebagai sitotoksik, hemolisis, antifungi, dan antiviral.
2.4.5 Fenol hidrokarbon
Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan satu gugus atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan oleh gugus
metil atau glikosil. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon. Kuinon terdiri atas dua gugus karbonil
yang berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok untuk tujuan identifikasi yaitu, benzokuinon,
naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid Sirait 2007. Hasil penelitian Prajitno 2006 dalam Wiyanto 2010, hasil isolasi dari rumput laut Halimeda
opuntia mempunyai kandungan fenol yang memiliki aktivitas antibakteri.
2.5 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
terluarnya. Kestabilan atom atau molekul terjadi apabila radikal bebas bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini
akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini,
serta penyakit degeneratif lainnya Winarsi 2007. Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh endogenous yang
terbentuk sebagai sisa proses metabolisme proses pembakaran protein atau karbohidrat dan lemak yang kita konsumsi. Radikal bebas dapat pula diperoleh
dari luar tubuh exogenous yang berasal dari polusi udara, asap kendaraan bermotor, asap rokok, berbagai bahan kimia, makanan yang terlalu hangus
carbonated, dan lain sebagainya. Beberapa contoh radikal bebas antara lain: anion superoksida 2O
2•
, radikal hidroksil OH
•
, nitrit oksida NO
•
, hidrogen peroksida H
2
O
2
, dan sebagainya. Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh
akan merusak beberapa target seperti lemak, protein, karbohidrat, dan DNA Molyneux 2004.
Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya.
Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan elektron. Sebagai dampak dari kerja radikal bebas tersebut, akan terbentuk radikal bebas
baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Bila dua senyawa radikal bertemu,
elektron-elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa
radikal bebas bertemu dengan senyawa yang bukan radikal bebas akan terjadi tiga kemungkinan, yaitu 1 radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak
berpasangan reduktor kepada senyawa bukan radikal bebas, 2 radikal bebas menerima elektron oksidator dari senyawa bukan radikal bebas, 3 radikal
bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas Winarsi 2007.
2.6 Antioksidan