Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Bintang Laut Culcita sp.

hasil yang berbeda. Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi dalam dua kelas, yaitu hormon adrenal dan hormon seks estrogen, progesteron, dan testosteron. Bintang laut yang diteliti mengandung hormon steroid karena steroid secara normal diproduksi oleh organ reproduksi, yaitu ovari, plasenta, korteks adrenal, korpus luteus, dan testis Witjaksono 2005. Sampel yang digunakan menggunakan seluruh bagian tubuh dari bintang laut itu sendiri. Komponen steroid terdeteksi pada ekstrak etil asetat dan heksana. Steroid terdeteksi pada kedua ekstrak kasar karena prekursor dari pembentukan steroid adalah kolesterol yang bersifat non polar, sehingga diduga dapat larut pada pelarut organik non polar Harbone 1987. Pada hasil uji fitokimia, flavonoid terdeteksi pada ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol dengan intensitas yang sedikit ditandai dengan adanya warna kuning pada lapisan amil alkohol. Flavonoid memiliki banyak kegunaan baik bagi tumbuhan maupun manusia. Flavonoid digunakan tumbuhan sebagai penarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji, sedangkan bagi manusia dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, dan flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak Siratit 2007. Flavonoid merupakan senyawa fenol terbanyak yang ditemukan di alam. Flavonoid memiliki kerangka dasar yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene terikat pada suatu rantai propane membentuk susunan C6-C3-C6. Flavonoid diklasifikasikan menjadi sebelas golongan yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin, dan flavan-3-4-diol Sirait 2007. Berdasarkan hasil dari uji fitokimia ini menunjukkan bahwa bintang laut mengandung 4 dari 6 komponen yang diuji dengan metode fitokimia Harborne 1987 yaitu alkaloid, steroid, flavonoid, dan asam amino.

4.4 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Bintang Laut Culcita sp.

Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan dengan metode uji DPPH. Senyawa DPPH merupakan radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain Santoso et al. 2009. Larutan senyawa antioksidan dari hasil ekstraksi bintang laut yang ditambahkan dengan larutan DPPH dalam metanol berubah warna dari ungu menjadi ungu muda atau kuning cerah. Penurunan absorbansi yang ditunjukkan dengan berkurangnya warna ungu menunjukkan adanya aktivitas antioksidan. Molyneux 2004 menyatakan bahwa suatu senyawa dapat digolongkan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya pada radikal DPPH, yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi ungu muda atau kuning pucat. Hasil analisis IC 50 aktivitas antioksidan dalam ekstrak bintang laut Culcita sp. dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Hasil analisis IC 50 aktivitas antioksidan bintang laut Culcita sp. Gambar 10 memperlihatkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut etil asetat sebesar 670,08 ppm dan pelarut metanol tunggal sebesar 640,71 ppm. Perbedaan nilai aktivitas antioksidan ini disebabkan oleh kandungan senyawa antioksidan yang berbeda setiap ekstrak kasar. Penggunaan pelarut dan perlakuan saat ekstraksi yang berbeda dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak bintang laut kasar. Gambar 10 memperlihatkan bahwa aktivitas antioksidan antara pelarut etil asetat dengan metanol tunggal tidak terlalu berbeda, hal ini disebabkan karena pada kedua perlakuan tersebut Tabel 1 terdeteksi senyawa steroid yang diduga berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa flavonoid yang bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak Sirait 2007. Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah antioksidan sintetik, yaitu BHT dan antioksidan alami, yaitu asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten. Larutan ini dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8 ppm. Bahan uji sampel ekstrak bintang laut dari berbagai pelarut dibuat dalam empat tingkatan konsentrasi yaitu 200, 400, 600, dan 800 ppm. Setiap kali pengujian dilakukan tiga kali pengulangan. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH pada berbagai konsentrasi memberikan hasil yang positif, terbukti dengan adanya aktivitas antioksidan yang dapat mereduksi warna ungu dari larutan DPPH pada semua konsenttrasi uji ekstrak bintang laut Culcita sp. dan antioksidan pembanding yang digunakan. Reduksi terhadap warna ungu DPPH terukur dari nilai absorbansi sampel yang lebih rendah dibandingkan blangko. Melalui perhitungan seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Hasil analisis IC 50 aktivitas antioksidan pembanding dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Hasil analisis IC 50 aktivitas antioksidan pembanding Intensitas perubahan warna yang terjadi pada larutan α-tokoferol, β-karoten, asam askorbat dan larutan ekstrak kasar bintang laut ini dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517 nm. Setelah itu, perhitungan persen inhibisi dan IC 50 dari pembanding antioksidan dan masing-masing ekstrak kasar bintang laut dapat dilakukan. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Nilai IC 50 sendiri merupakan salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengujian DPPH Winarsi 2007. Nilai IC 50 ini dapat didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya 50 aktivitas DPPH. Semakin kecil nilai IC 50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi Molyneux 2004. Hasil uji aktivitas pembanding antioksidan sintetik dan alami dapat dilihat pada Tabel 2 dan hasil uji aktivitas antioksidan masing-masing ekstrak kasar bintang laut dapat dilihat pada Tabel 3 pada Lampiran 5. Empat konsentrasi larutan BHT 2, 4, 6 dan 8 ppm yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan hasil penelitian Apriandi 2010, dimana dengan menguji keempat konsentrasi tersebut, diperoleh nilai IC 50 BHT sebesar 4,91 ppm. Penelitian bintang laut ini, nilai IC 50 BHT yang diperoleh sebesar 5,59 ppm. Nilai IC 50 BHT ini tidak jauh berbeda dengan nilai yang diperoleh Apriandi 2010 dalam penelitiannya, dan tetap menunjukkan bahwa antioksidan BHT merupakan antioksidan dengan aktivitas yang sangat kuat 50 ppm menurut klasifikasi Blois 1958 dalam Molyneux 2004. Aktivitas antioksidan pembanding lainnya yang digunakan yaitu asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten yang memiliki nilai IC 50 masing-masing sebesar 49,71 ppm, 49,55 ppm, dan 46,45 ppm. Perbedaan tingkat aktivitas antioksidan ini disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul yang dimiliki oleh senyawa aktif dari masing-masing antioksidan tersebut yang dapat terlibat dalam reaksi dengan radikal bebas DPPH. β-karoten merupakan senyawa isoprena yang mempunyai 10 ikatan rangkap terkonjugasi. Berdasarkan strukturnya β-karoten tersusun atas cincin β-ionona dan beberapa ikatan rangkap pada rantai terbuka, terkait dengan struktur molekul tersebut senyawa ini sangat reaktif sebagai penangkap radikal bebas Kartawiguna 1998. Pengujian aktivitas antioksidan pembanding ini menghasilkan hubungan antara konsentrasi yang digunakan dengan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 12. a b c d Gambar 12 Grafik hubungan konsentrasi antioksidan pembanding dengan persen inhibisinya a BHT, b asam askorbat, c α-tokoferol, d β-karoten Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bintang laut memiliki aktivitas antioksidan seperti asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten, walaupun aktivitasnya tergolong lemah. Keempat ekstrak kasar bintang laut ini memiliki kekuatan penghambatan yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Pengujian aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak kasar menghasilkan hubungan antara konsentrasi ekstrak kasar bintang laut dan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi ekstrak kasar bintang laut yang terbanyak, yaitu larutan dengan konsentrasi 800 ppm pada masing-masing ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut yang berbeda. Persen inhibisi terendah dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi 200 ppm pada masing-masing ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar bintang laut yang digunakan, maka semakin tinggi pula persen inhibisi yang akan dihasilkan. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanani et al. 2005, menyatakan bahwa persentase penghambatan persen inhibisi terhadap aktivitas radikal bebas akan ikut meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. a b c d Gambar 13 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar bintang laut dengan persen inhibisinya a heksana, b etil asetat, c metanol bertingkat, d metanol tunggal Kelarutan aktivitas antioksidan dalam bahan akan menentukan komposisi ekstrak yang diperoleh. Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 13 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut metanol dan etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari dua ekstrak yang lainnya, ditandai dengan nilai IC 50 -nya yang terkecil, yaitu pelarut etil asetat sebesar 670 ppm dan pelarut metanol tunggal sebesar 641 ppm. Sedangkan ekstrak kasar bintang laut dari pelarut heksana merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling lemah. Hal ini terbukti dari aktivitas nilai IC 50 yang terbesar, yaitu 3074 ppm, sedangkan ekstrak kasar bintang laut dari pelarut metanol bertingkat memiliki aktivitas antioksidan yang sedikit lemah, yaitu sebesar 1120 ppm. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak bintang laut yang digunakan dalam pengujian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar crude. Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi. Semakin kecil nilai IC 50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC 50 kurang dari 50 μ gmL, kuat apabila nilai IC 50 antara 50-100 μ gmL, sedang apabila nilai IC 50 berkisar antara 100-150 μ gmL, dan lemah apabila nilai IC 50 berkisar antara 150-200 μ gmL Blois 1958 dalam Molyneux 2004. Aktivitas antioksidan ketiga pelarut masih tergolong lemah dan lebih besar dibandingkan dengan standar yang digunakan yaitu asam askorbat sebesar 49,71 ppm, α-tokoferol sebesar 49,55 ppm, dan β-karoten sebesar 46,45 ppm Tabel 2. Lemahnya aktivitas antioksidan bintang laut ini dimungkinkan karena adanya ekstrak kasar bintang laut masih banyak terdapat senyawa lainnya yang dapat mengurangi aktivitas antioksidannya. Nilai rata-rata antioksidan bintang laut terbesar didapat pada ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut etil asetat dengan IC 50 sebesar 670 ppm. Hasil penelitian yang diperoleh Safitri 2010 bahwa nilai IC 50 aktivitas antioksidan pada ekstrak kasar lili laut dengan pelarut metanol sebesar 419,21 ppm. Perbedaan nilai IC 50 terhadap aktivitas antioksidan disebabkan adanya perbedaan pelarut yang digunakan, selain itu juga jenis bahan baku yang digunakan, asal, habitat, dan umur juga bisa berpengaruh terhadap senyawa antioksidan yang terbentuk Hafiluddin 2011. Aktivitas antioksidan terendah bintang laut terdapat pada ekstrak heksana dengan nilai IC 50 sebesar 3.074 yang menunjukkan 50 radikal bebas DPPH dapat dihambat aktivitasnya pada konsentrasi 3.074 ppm. Aktivitas antioksidan keempat ekstrak kasar bintang laut dapat digolongkan sangat lemah, karena nilai IC 50 lebih dari 20 μ gmL atau 200 ppm. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa BHT dan antioksidan alami lainnya memiliki aktivitas yang lebih kuat yaitu kurang dari 20 μ gmL atau 200 ppm yang terdapat pada keempat pembanding yang digunakan. Hal ini terlihat dari nilai IC 50 yang jauh lebih rendah dibandingkan BHT, asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten dengan nilai IC 50 dari masing-masing ekstrak kasar bintang laut dengan berbagai pelarut. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak bintang laut yang digunakan dalam pengujian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar crude. Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi.

4.5 Analisis Kromatografi Lapis Tipis KLT