3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas
antioksidan dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, analisis fitokimia di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan Laboratorium
Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; dan Laboratorium Biologi- Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah bintang laut Culcita sp. Bahan-bahan yang diperlukan dalam proses ekstraksi dan evaporasi
sampel meliputi pelarut heksana p.a, etil asetat p.a dan metanol p.a. Bahan- bahan yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak kasar bintang
laut dari 3 jenis pelarut, kristal diphenylpicrylhydrazyl DPPH, metanol p.a, BHT butil hidroksi toluen sebagai kontrol positif, α-tokoferol, β-karoten, asam
askorbat sebagai antioksidan pembanding. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner uji alkaloid, pereaksi Meyer uji
alkaloid, pereaksi Dragendorff uji alkaloid, kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat uji steroid, serbuk magnesium, amil alkohol uji flavonoid, air
panas, larutan HCl 2 N uji saponin, etanol 70, larutan FeCl
3
5 uji fenol hidrokuinon, dan larutan ninhidrin 0,10 uji ninhidrin. Bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk pengujian kromatografi lapis tipis meliputi pelarut etil asetat dan kloroform.
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi pisau, sudip, cawan porselen, timbangan digital, aluminium foil, oven, kompor listrik, kertas
saring Whatman 42, bulb, kapas, pipet volumetrik, pipet mikro, labu Erlenmeyer 250 ml dan 500 ml, gelas ukur, blender, orbital shaker WiseShike SHO-1D, rotary
vacuum evaporator Heidolph VV2000, corong kaca, botol gelas, gelas piala,
tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS Hitachi U-2800, pipet tetes, vortex, sendok plastik, silika GF
254
Merck, pipa kapiler, gelas, alat semprot, dan pensil.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan pengambilan dan preparasi bahan baku, tahapan pembuatan ekstrak senyawa aktif dari bintang laut,
pengujian fitokimia alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan ninhidrin, pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, dan pengujian
kromatografi lapis tipis KLT. Analisis aktivitas antioksidan metode DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak masing-masing pelarut dan uji
fitokimia untuk menentukan senyawa kimia yang terdapat dalam bintang laut.
3.3.1 Tahapan pengambilan dan preparasi bahan baku
Pada tahap pengambilan sampel, bintang laut Culcita sp. berasal dari Perairan Lampung Selatan. Bintang laut kemudian dikeringkan dengan suhu
rendah menggunakan freeze dryer dengan suhu kurang dari -40
o
C. Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan yang
dikandungnya. Kadar air yang rendah menunjukkan bahwa air bebas dalam bahan berada dalam jumlah yang rendah, sehingga proses pembusukan, hidrolisis
komponen aktif dan oksidasi dalam sampel selama dilakukan maserasi dapat dihindari Winarno 2008.
Bintang laut yang telah kering kemudian dihaluskan dengan hammer mills, sehingga didapat tekstur yang halus. Ukuran sampel yang lebih kecil bubuk atau
tepung diharapkan dapat memperluas permukaan bahan yang dapat berkontak langsung dengan pelarut, sehingga proses ekstraksi komponen aktif dapat berjalan
dengan maksimal. Bubuk atau tepung bintang laut akan digunakan dalam proses ekstraksi.
3.3.2 Tahapan pembuatan ekstrak senyawa bioaktif dari bintang laut
Metode ekstraksi komponen aktif yang digunakan adalah metode ekstraksi bertingkat dan ekstraksi tunggal. Metode ini menggunakan pelarut heksana p.a,
etil asetat p.a, dan metanol p.a. Masing–masing sampel sebanyak 50 g dimaserasi selama 3x24 jam dengan pelarut secara bertingkat heksana, etil asetat,
metanol dan pelarut secara tunggal metanol dengan perbandingan 1:3 bv,
kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat ekstrak pelarut masing-masing yang diperoleh kemudian dievaporasi sehingga semua pelarut
terpisah dari ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50ºC, 500 mmHg, kemudian residu yang tersisa dibuang. Proses ini akan menghasilkan
ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol yang kental. Proses ekstraksi bertingkat ini ditunjukkan pada Gambar 4.
Bintang Laut Culcita sp.
Penimbangan 1:3 bv 50 g sampel : 150 mL pelarut
Maserasi selama 3x24 jam dengan heksana
Penyaringan
Filtrat I Residu
Evaporasi Maserasi 3x24 jam dengan etil asetat
Ekstrak heksana Penyaringan
Filtrat II Residu
Evaporasi Maserasi 3x24 jam dengan metanol
Ekstrak etil asetat Penyaringan
Filtrat III Residu
Evaporasi Ekstrak metanol
Gambar 4 Diagram alir ekstraksi bertingkat bintang laut Culcita sp.
3.3.3 Uji fitokimia Harbone 1987
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen aktif secara kualitatif yang terdapat pada ekstrak kasar bintang laut. Analisis
fitokimia ditujukan untuk mengetahui keberadaan alkaloid, steroid, saponin, flavonoid, fenol hidrokuinon, dan ninhidrin.
1 Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer,
dan Wagner dengan cara menambahkan 1,36 HgCl
2
dengan 0,5 g kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dalam labu takar.
Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades dipipet kemudian hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer
terbentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan coklat dan dengan pereaksi Dragendorff membentuk endapan merah
sampai jingga. Pereaksi Meyer dibuat ditambahkan 2,5 g iodin dan 2 g kalium iodida, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL
dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 g bismut subnitrat
ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 g kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum
digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi ini berwarna jingga.
2 Steroid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi. Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes
ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif sampel mengandung steroid dan triterpenoid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama
kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
3 Flavonoid
Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil alkohol campuran asam klorida 37 dan etanol 95 dengan volume sama dan 4
mL alkohol, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid, yaitu terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil
alkohol.
4 Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
sampel mengandung saponin.
5 Fenol Hidrokuinon
Sampel sebanyak 1 g diekstrak dengan 20 mL etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl
3
5. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa fenol, yaitu terbentukya larutan berwarna hijau atau hijau biru.
6 Ninhidrin
Larutan sampel sebanyak 2 mL ditambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil
uji positif sampel mengandung asam amino, yaitu terbentuknya larutan berwarna biru.
3.3.4 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
Ekstrak kasar bintang laut dari hasil ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut heksana, etil asetat, dan metanol, dilarutkan dalam metanol p.a dengan
konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm. Antioksidan pembanding yang digunakan yaitu antioksidan sintetik BHT dan antioksidan alami berupa α-tokoferol,
β-karoten, dan asam askorbat dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8 ppm. Larutan DPPH
yang digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan
dalam kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari. Larutan ekstrak dan larutan antioksidan pembanding yang telah dibuat
dengan masing-masing tiga kali ulangan, diambil 4,5 mL dan direaksikan dengan 500 µL 0,5 mL larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah
diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 30
menit dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk
melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan
mereaksikan 4,5 mL pelarut metanol dengan 500 µ L 0,5 mL larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Larutan blanko ini dibuat hanya satu kali ulangan saja.
Proses pengenceran konsentrasi ekstrak ini ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir uji aktivitas antioksidan bintang laut Culcita sp. Diagram alir pada Gambar 4 berlaku untuk setiap ekstrak kasar bintang
laut dengan pelarut heksana, etil asetat, dan metanol. Pengujian kualitatif dari metode DPPH yaitu dengan melihat warna larutan sampel ketika dicampurkan
dengan DPPH. Adanya perubahan warna ungu pada DPPH menjadi ungu yang lebih muda atau adanya warna kuning ketika pencampuran dilakukan yang
menandakan terdapatnya aktivitas antioksidan pada larutan sampel bintang laut tersebut. Proses pengenceran konsentrasi pembanding ini ditunjukkan pada
Gambar 6. Ekstrak 0,04 g
Pembuatan larutan induk dengan penambahan metanol 50 mL Pengenceran dengan metanol
200 ppm 5 mL
600 ppm 15 mL
400 ppm 10 mL
800 ppm 20 mL
Larutan sampel 4,5 mL dicampurkan dengan larutan DPPH 0,5 mL Inkubasi 30 menit pada suhu 37
o
C Ukur absorbansi dengan Spektrofotometri UV-VIS panjang gelombang 517 nm
Gambar 6 Diagram alir uji aktivitas antioksidan pembanding Pengujian kuantitatif metode DPPH dilakukan dengan cara menghitung
nilai persen inhibisi dan dilanjutkan dengan perhitungan nilai IC
50
. Setelah itu, aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding
BHT, asam askorbat, ά-tokoferol, β-karoten dinyatakan dengan persen inhibisi IC
50
. Nilai konsentrasi sampel ekstrak ataupun antioksidan pembanding dan
persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan
y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC
50
inhibitory concentration 50 dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x
yang akan diperoleh sebagai IC
50
. Nilai IC
50
menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel ekstrak ataupun antioksidan pembanding yang dibutuhkan untuk
mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50. Pembuatan larutan induk dengan penambahan metanol 50 mL
Pengenceran dengan metanol
2 ppm 5 mL
6 ppm 15 mL
4 ppm 10 mL
8 ppm 20 mL
Larutan sampel 4,5 mL dicampurkan dengan larutan DPPH 0,5 mL Inkubasi 30 menit pada suhu 37
o
C Ukur absorbansi dengan Spektrofotometri UV-VIS panjang gelombang 517 nm
BHT, asam asrkorbat, α- tokoferol, β-karoten 0,0004 g
3.3.5 Kromatografi Lapis Tipis KLT dan Bioautografi
Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fasa yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam berupa plat yang digunakan terbuat dari silika GF
254
, sedangkan fase gerak berupa larutan eluen yang digunakan. Plat KLT silika GF
254
dioven pada suhu 105
o
C selama 10 menit untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat. Pemilihan pelarut untuk fraksinasi dilakukan dengan mencoba beberapa
kombinasi untuk mengembangkan spot ekstrak terpilih pada kromatografi lapis tipis KLT. Kombinasi yang digunakan adalah eluen campuran dari sampel hasil
ekstrak yang terbaik etil asetat yaitu kloroform:etil asetat: asam format 1:9:0,05. Ekstrak terpilih sebanyak 0,02 g dilarutkan dalam 0,5 mL pelarutnya. Larutan
ekstrak tersebut kemudian ditotolkan pada plat silika dengan panjang 10 cm lebar 1,5 cm. Kombinasi pelarut yang menghasilkan pengembangan spot terbaik
digunakan sebagai eluen untuk memfraksinasi ekstrak terpilih dengan kromatografi lapis tipis.
Penotolan dilakukan pada jarak ± 1 cm dari bawah plat KLT menggunakan pipa kapiler. Apabila noda telah kering, plat dengan panjang 10 cm dielusi dengan
cara meletakkannya secara vertikal di dalam bejana pengembang atau gelas. Gelas ini berisi campuran eluen yang sesuai untuk senyawa yang akan dipisahkan. Plat
KLT yang telah dimasukkan dalam gelas dibiarkan sampai terjadi pemisahan dengan atasnya ditutup. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kepolaran
senyawa dengan fase diam plat dan fase gerak yang digunakan. Proses elusi dihentikan bilamana eluen telah mencapai ¾ plat KLT. Noda-noda hasil
pemisahan ini dapat diamati menggunakan lampu UV λ 254 nm. Uji bioautografi dilakukan untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif
antioksidan menggunakan kromatografi lapis tipis. Prosedur uji bioautografi adalah sebagai berikut: fraksi aktif etil asetat yang telah dicampur dengan
pelarutnya sebanyak 0,5 mg ditotolkan pada plat silika , kemudian dikembangkan
dengan fase gerak yang sesuai untuk pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat dalam fraksi, dalam penelitian ini digunakan fase gerak etil asetat:kloroform:asam
format 9:1:0,05. Plat KLT kemudian disemprot dengan larutan DPPH 1 mM, kemudian setelah disemprotkan, plat KLT didiamkan dan dikeringkan sebentar.
Komponen aktif yang terdapat pada plat KLT ditunjukkan dengan adanya warna kuning putih setelah penyemprotan dengan DPPH.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan gram dengan bobot sampel awal sebelum diekstraksi gram.
Rendemen ekstrak digunakan untuk menentukan berapa persen kandungan bioaktif yang terdapat pada suatu bahan. Persentase rendemen ekstrak dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan: Pr : Persen rendemen
Be : Bobot ekstrak Bs : Bobot sampel awal
3.4.2 Persen inhibisi dan IC
50
Persen inhibisi adalah perbandingan antara selisih dari absorbansi blanko dan absorbansi sampel dengan absorbansi blanko. Persen inhibisi digunakan untuk
menentukan persentase hambatan dari suatu bahan yang dilakukan terhadap senyawa radikal bebas. Persen inhibisi dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan: Pi : Persen inhibisi
Ab : Absorbansi blanko As : Absorbansi sampel
Nilai persen inhibisi yang telah dihitung dari setiap konsentrasi 200-800 ppm selanjutnya digunakan untuk perhitungan IC
50
. Inhibitory Concentration
50 IC
50
adalah nilai konsentrasi suatu bahan untuk menghambat aktivitas DPPH sebesar 50. Nilai konsentrasi dari larutan yang
telah diencerkan dari ekstrak dan persen inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Kemudian nilai IC
50
dihitung dengan regresi linear y = ax + b, dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC
50
.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bintang Laut Culcita sp.
Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna bintang laut ini menarik, biasanya
ujung duri berwarna kemerahan atau orange sedangkan permukaan lengan berwarna abu-abu kebiruan. Bentuk seperti bintang, organ organ bercabang
kelima lengan, warna hitam, biru kecoklatan, merah jingga, kuning kecoklatan, cokelat, dan hijau tua Hutahuruk 2009. Banyak dijumpai dipantai, di daerah
terumbu karang, berpasir, dan padang lamun. Bintang laut yang digunakan dalam penelitian ini memiliki warna kuning kecoklatan dan terdapat lengan berbentuk
simetris radial segilima. Morfologi bintang laut yang diambil dari perairan Lampung Selatan dapat dilihat pada Gambar 7.
a b
Gambar 7 a Bintang laut Culcita sp. diambil dari Perairan Lampung Selatan b Bintang laut Culcita sp. dalam bentuk tepung yang telah di freeze
drying Asteroidea juga sering disebut bintang laut. Bintang laut umumnya
memiliki lima lengan, tetapi kadang-kadang lebih yang memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang
dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-
lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan
kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya misalnya remis dan tiram. Lengan bintang laut mengapit bivalvia yang menutup, kemudian mengeluarkan
lambungnya melalui mulut dan memasukkannya ke dalam celah sempit bivalvia
kemudian mengekresikan getah pencernaan dan mencerna bivalvia di dalam cangkangnya Aziz dan Al-Hakim 2007.
Tubuh bintang laut memiliki duri tumpul dan pendek. Duri tersebut ada yang termodifikasi menjadi bentuk seperti catut yang disebut pediselaria. Fungsi
pediselaria adalah untuk menangkap makanan serta melindungi permukaan tubuh dari kotoran. Bagian tubuh dengan mulut disebut bagian oral, sedangkan bagian
tubuh dengan lubang anus disebut aboral. Hewan ini memiliki kaki ambulakral selain untuk bergerak juga merupakan alat pengisap sehingga dapat melekat kuat
pada suatu dasar. Bintang laut bersifat dioecius dengan fertilisasi eksternal.
4.2 Rendemen Ekstrak Bintang Laut Culcita sp.