Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan Pra Upaya

Biaya kesehatan di Indonesia selama tahun 2007 relatif kecil yaitu sekitar Rp US 30kapitatahun World Bank Report, 2007. Sebagai perbandingan, negara lain seperti Thailand, Philipine, Malaysia dan India masing-masing mengeluarkan rata- rata US 73, 14, 67 dan 21. Bila pengeluaran di negara-negara tersebut dinyatakan sebagai prosentase dari GNP, nilainya adalah lima persen, dua persen, tiga persen dan enam persenTim Pengajar Ekonomi Kesehatan, 2001. Di Indonesia, hanya 30 persen dari biaya kesehatan atau 4,2 per kapita berasal dari Pemerintah. Jumlah ini adalah sekitar 0.9 persen dari GNP dan 2,4 persen dari jumlah keseluruhan anggaran tahunan pemerintah. Data yang dikumpulkan selama 1982-1983 sampai 1988-1989 menunjukkan bahwa 35 persen sampai 40 persen dari anggaran tersebut diserap oleh program pelayanan rumah sakit dan 25 persen - 30 persen oleh puskesmas.

2.2 Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan Pra Upaya

Data Susenas mengemukakan bahwa 25,4 dari penduduk Indonesia telah mendapat perlindungan jaminan kesehatan, baik terstruktur PT Askes, Jamsostek, Asuransi Kesehatan Komersial, Asuransi Kesehatan Penduduk Miskin Askeskin, dan lainnya maupun tidak terstruktur perusahaan swasta memberi jaminan berupa reimbursement, dana sehat, pelayanan kesehatan sendiri atau bentuk uang tunai. Fakta tersebut, menunjukan terjadinya pengembangan cakupan asuransi sosial kesehatan di Indonesia meningkat dari 13 persen atau sekitar 24 juta penduduk Bank Dunia dalam World Development Report 1993. Seperti diketahui, dari jumlah tersebut sebanyak 15 juta adalah peserta PT. Askes dan sekitar satu juta adalah peserta program JPK PT. Jamsostek. Tidak jelas bagaimana komposisi sisanya sebesar delapan juta, apakah peserta asuransi swasta yang diperkirakan tidak lebih dari satu juta dan peserta Dana Sehat. Depkes RI memperkirakan bahwa peserta Dana Sehat 1995 adalah 14 juta orang. Dengan demikian cakupan sistem pembiayaan praupaya telah mencapai sekitar 30 - 31 juta atau sekitar 16 persen penduduk. Komposisinya adalah sebagai berikut, peserta PT. Askes berjumlah 15 juta, peserta PT Jamsostek berjumlah 1 juta, peserta Dana Sehat berjumlah 14 juta, peserta Askes Swasta berjumlah 1 juta, sehingga total cakupan berjumlah 31 Juta orang. Dari data tersebut kepesertaan sistem pembiayaan praupaya ini tidak berkembang di Indonesia, paling tidak selama 15 tahun yang lalu. Sejak awal 1980, ketika konsep DUKM mulai diketengahkan sebagai alternatif pembiayaan kesehatan di Indonesia. Ada beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi rendahnya permintaan terhadap sistem pembiayaan praupaya ini, yaitu sebagai berikut: a. Pendapatan penduduk rendah b. Besarnya subsidi pemerintah terhadap pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan sekunder dan tertier c. Adanya sistem sosial dengan norma extended family d. Lemahnya infrastruktur penyelenggara sistem pembiayaan praupaya e. Terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar mutu yang diharapkan sementara segmen tertentu dalam masyarakat. Namun demikian, diperkirakan bahwa permintaan terhadap sistem pembiayaan praupaya ini baik Asuransi Kesehatan pertanggungan kerugian maupun Jaminan Kesehatan Masyarakat JAMKESMAS Miskin, akan meningkat pesat dimasa mendatang. Ini didukung oleh kenyataan bahwa pendapatan dan pemerataan pendapatan terus membaik. Pada Tahun 2007 pendapatan per kapita mencapai US 1946, jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai US 1600. Berbagai upaya untuk meningkatkan pemerataan terus dilakukan secara intensif seperti misalnya IDT Inpres Desa Tertinggal, peningkatan pendapatan keluarga, dll. Disamping itu, perkembangan industrialisasi yang pesat akan menambah jumlah pekerja di sektor formal, suatu kondisi yang baik untuk mengembangkan program JPKTK Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja. Sementara itu pendidikan tenaga asuransi kesehatan yang lebih profesional mulai dirintis dan diselenggarakan. Faktor lain yang mendorong perkembangan sistem pembiayaan pra upaya adalah kecenderungan kenaikan tarif pada fasilitas pemerintah sebagai bagian dari kebijaksanaan unit swadana, yang sudah mulai diterapkan di beberapa propinsi baik di rumah sakit maupun puskesmas. Kenaikan tarif akan menempatkan konsumer pada resiko finansial yang lebih besar dan oleh karenanya mendorong minat untuk menjadi peserta asuransi atau Jaminan Kesehatan Daerah JAMKESDA. Dapat dikatakan bahwa kalau pada lalu sistem out of pocket payment adalah tulang punggung pembiayaan kesehatan, maka dimasa datang peranannya akan diambil alih oleh sistem pembiayaan pra-upaya, yaitu asuransi kesehatan pertanggungan kerugian, Jaminan Kesehatan Daerah JAMKESDA dan Dana Sehat. Di Indonesia, ada dua jenis sistem pembiayaan pra upaya yang bisa dikembangkan sesuai dengan UU yang berlaku, yaitu 1 asuransi pertanggungan kerugian seperti diatur dalam UU No. 21992 dan 2 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat JPKM seperti diatur dalam pasal 66 UU No. 23 tahun 1992. Fokus utama asuransi kesehatan pertanggungan kerugian adalah melindungi pesertanya dari kerugian finansial yang terjadi karena masalah kesehatan. Sedangkan fokus utama Jaminan Kesehatan Daerah JAMKESDA adalah menjamin pemeliharaan kesehatan yang paripurna, sehingga derajat kesehatan pesertanya meningkat. Namun secara umum penyelenggaraan asuransi kesehatan dan Jaminan Kesehatan Daerah JAMKESDA mempunyai banyak persamaan.

2.3 Asuransi Kesehatan