IV. GAMBARAN UMUM
Perkembangan dan Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ternak
Pada tahun 1972, budi daya ternak komersil mulai beroperasi. Pada saat itu, budi daya ternak dianggap sebagai awal berdirinya usaha ternak terutama
ternak unggas. Budi daya ternak itu sendiri mempengaruhi perkembangan industri pakan ternak, walaupun dalam hal memasarkan hasil produksi pakan pada masa
itu masih terbatas. Namun, untuk tahun selanjutnya budi daya ternak ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, karena karakteristik pasar dari
industri peternakan bersifat turunan dari kebutuhan pokok masyarakat, sehingga industri pakan ternak memiliki peran yang semakin kuat.
Dalam perkembangannya tersebut, industri pakan ternak mengalami hambatan baik secara mikro maupun makro. Diantaranya, ketergantungan bahan
baku impor, ketersediaan bahan baku domestik dalam jumlah maupun kontinuitasnya, wabah flu burung, pinjaman modal serta kenaikan harga BBM
disetiap tahunnya. Pada tahun 1967 dikeluarkan UU Peternakan 1967
mengenai kebijaksanaan pemerintah tentang pengembangan industri ternak, dimana
pertenakan merupakan usaha rakyat, usaha komersil tidak diperkenankan masuk, tujuannya agar dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan peternak
skala kecil. Setelah itu, pada tahun 1970-an pemerintah memberikan izin adanya Penanaman Modal Asing PMA terhadap pengembangan pembibitan ayam ras
dari negara Jepang dan Amerika, tetapi hal tersebut justru membuat usaha ternak skala besar semakin berperan. Pada tahun 1980, kebijakan tersebut diikuti dengan
adanya kebijakan budi daya yang mengatur pembatasan skala usaha ternak terutama untuk ayam ras dalam Keppres No. 501981 tentang larangan operasi
usaha ternak ayam layer sebanyak 5 ribu ekor dan pedaging maksimal 750 ekor per minggu yang diperkuat dengan dukungan UU Peternakan No. 67, tujuannya
untuk menyediakan lapangan kerja dan membina sekaligus melindungi peternak rakyat. Namun, kenyataannya kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai harapan,
karena pemerintah dinilai belum mampu melindungi usaha rakyat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan usaha ternak skala besar yang tidak
efektif, meskipun didukung oleh Keppres 22 Mei 1990. Isi dari Keppres 22 Mei 1990 yaitu: 1 Usaha ternak ayam ras rakyat yang
tidak lebih dari 15 ribu ekor, tidak memerlukan izin kecuali melapor kepada Dinas Peternakan setempat, dan 2 Usaha skala besar diperkenankan dengan syarat
harus bermitra dengan usaha rakyat, dimana dalam masa tiga tahun porsi usaha rakyat lebih besar, dan sekurang-kurangnya 65 persen produksi untuk ekspor
terutama untuk PMA Yusdja, et. al., 2004. Namun, pada tahun 2000 pemerintah mencabut Keppres No. 22 tersebut, sehingga tidak ada lagi intervensi pemerintah
dalam usaha ternak di pasar domestik.
1970 1980
1990 2000
2020
Sumber: Yusdja, et. al., 2000
Gambar 4.1. Gambaran Perkembangan Industri Pakan Ternak dan Peternakan
Sebaran Industri Pakan Ternak di Indonesia
Industri pakan ternak Indonesia dikategorikan sebagai industri skala besar dan menengah. Perkembangan jumlah perusahaan pakan ternak di Indonesia
tersebut mengalami perubahan disetiap tahunnya. Skala
Kecil 100
persen Skala
Mene- ngah
70 persen
Skala Kecil 30 persen
Skala Besar
60 persen
Skala Menengah
20 persen Skala
Besar 60
persen Skala
Menengah 20 persen
Skala Besar
10 persen
Skala Menengah
75 persen Skala
Kecil 20
persen Skala
Kecil 20
persen Skala
kecil 15
persen
Usaha terintegra-
si secara vertikal.
Mandiri, agribisnis
sempurna. Usaha
terintegra- si secara
vertikal. Mandiri,
agribisnis sempurna.
Bermitra, usaha
mandiri dan terintegrasi
penuh Bermitra,
produksi dikuasai
skala besar. Struktur
produksi idaman. Peternak
mandiri. Terintegrasi.
Terorganisasi.
Kebijakan Penanaman
Modal Asing
PMA Terbitnya
Keppres No. 5080
Terbitnya Keppres
No. 2290 Krisis
Moneter dan
Ekonomi Masa depan
Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Pakan Ternak di Indonesia 2005-2009
Tahun Jumlah Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
2005 67
11240 2006
88 12757
2007 74
11490 2008
77 21260
2009 82
14159
Sumber: Kementerian Perindustrian, 2009
Berdasarkan data pada Tabel 4.1, pada tahun 2007 banyak perusahaan yang gulung tikar akibat dari dampak isu flu burung Avian Influenza, sehingga
jumlah perusahaan pakan ternak di Indonesia mengalami penurunan menjadi 74 perusahaan dari tahun sebelumnya sebanyak 88 perusahaan. Namun, untuk tahun
selanjutnya terjadi peningkatan kembali sebanyak 77 dan 82 perusahaan pada tahun 2008 dan 2009. Hal ini menunjukkan bahwa industri pakan ternak di
Indonesia semakin meningkat. Data jumlah perusahaan pada Tabel 4.1. tersebut merupakan data jumlah
perusahaan pakan ternak Indonesia secara keseluruhan, dimana pada tahun 2007 dari 74 perusahaan, yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Makanan
Ternak GPMT sebanyak 50 perusahaan Tabel 1.1., namun delapan perusahaan lainnya sudah tidak beroperasi, sehingga sampai pada tahun 2008 GPMT menjadi
42 industri pakan ternak. Industri pakan ternak tersebut tersebar di delapan provinsi, diantaranya Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa
Tengah, DKI Jakarta, Lampung dan Sulawesi Selatan. Selain itu, kapasitas produksi yang dimiliki saat ini telah mencapai lebih dari 14 juta ton per tahun.
Sampai saat ini, wilayah Jawa Timur masih menjadi sentra industri pakan ternak dan peternakan terbesar di Indonesia dibandingkan dengan wilayah
lainnnya. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari 15 pabrik pakan ternak, 52
industri rumahan pakan ternak, 99 TPA Tempat Pemotongan Ayam, delapan RPA Rumah Pemotongan Ayam-Kelas A, 50 KUD koperasi persusuan dan
potensi yang sangat prospektif yaitu BBIB Balai Besar Inseminasi Buatan di Singosari. Selain itu, keunggulan lain dari Jawa Timur didukung pula oleh
melimpahnya produksi jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak yang terdapat di Kota Kediri dengan produksi jagung per tahun rata-rata 3,3 juta
kuintal. Sebaran industri pakan ternak terbesar kedua di Indonesia terdapat di
propinsi Banten dengan share sebesar 25,9 persen yang memiliki sepuluh pabrik besar pakan ternak, dimana produksi pakan yang dihasilkan sebesar 2 juta ton per
tahun. Diikuti wilayah Jawa Barat dengan share sebesar 12,2 persen yang memiliki empat pabrik pakan ternak dengan total produksi pakan 0,94 ton per
tahun. Selain itu, dengan adanya dukungan jumlah produksi pembibit ayam ras pedaging final stock ayam siap jual yang mencapai 429,6 juta ekor pada tahun
2009 membuat Jawa Barat menjadi daerah sentra peternakan. Setelah itu, diikuti pula oleh wilayah Sumatera Utara yang memiliki delapan pabrik, Jawa Tengah
tiga pabrik, DKI Jakarta empat pabrik, Lampung empat pabrik dan Sulawesi Selatan dua pabrik.
Profil Industri Pakan Ternak Terbesar di Indonesia
Sampai pada tahun 2010, perusahaan pakan ternak di Indonesia masih didominasi oleh empat perusahaan besar. Keempat perusahaan tersebut memiliki
kapasitas terpasang yang tinggi di pasar domestik.
Tabel 4.2. Kapasitas Terpasang dan Produksi Keempat Perusahaan Pakan Ternak Terbesar Tahun 2010 Ton
No Nama Perusahaan
Kapasitas Terpasang Produksi Pakan
1. Charoen Pokphand Indonesia
2954208 1094523
2. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
2522000 940307
3. Cheil Jedang
1000000 391110
4. Sierad Produce
908400 451011
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010
1. Charoen Pokphand Indonesia Tbk
Charoen Popkhand Indonesia Tbk CPI merupakan perusahaan pakan ternak terbesar pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1972. Perusahaan ini
bergerak dalam bidang industri pakan ternak, peternakan dan pengolahan daging ayam dengan para pemegang sahamnya yang terdiri dari PT. Central
Proteinaprima, Royal Bank of Canada Asia Ltd., UBS AG Singapura dan publik. Kapasitas produksi yang dihasilkan pada saat itu baru sebesar 20 ribu ton
per tahun pada produk makanan ternak dan unggas. Pada tahun 1976 dan 1979, kapasitas produksinya bertambah menjadi
sebesar 24 ribu ton per tahun dan 80 ribu ton per tahun berturut-turut dengan memperluas usahanya dan membuat pabrik-pabrik di daerah Surabaya dan
Medan. Kemudian, perusahaan ini terus berusaha melakukan pengembangan produksi, sehingga sampai saat ini kapasitas produksi yang dihasilkan dapat
mencapai sebesar 4,3 juta ton per tahun dari pabrik-pabriknya di Balaraja, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar.
CPI memiliki pabrik pengolahan daging ayam di Cikande, Salatiga, Medan dan Surabaya. Pabrik ini dikelola oleh anak perusahaan CPI yaitu PT.
Primafood International yang produknya dipasarkan dengan merk Fiesta. Selain
itu, CPI pun memiliki pabrik peralatan peternakan di Balaraja, serta tempat penyimpanan dan pengeringan Jagung di Lampung.
Pada tahun 2007 pendapatan perusahaan ini mengalami peningkatan sebesar 31 persen dari tahun 2006, yaitu mencapai Rp 8,3 trilyun dengan laba
bersih sebesar Rp 210 milyar. Selain itu, pada tahun 2010 yang lalu, CPI dengan enam pabrik pakannya menghasilkan produksi pakan terbesar dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan yang lain, yaitu sebesar 1.094.523 ton. Hal ini menunjukkan bahwa CPI tetap memiliki posisi tertinggi sebagai industri pakan
ternak di Indonesia. 2.
Japfa Comfeed JC Japfa Comfeed JC merupakan perusahaan pakan ternak terbesar kedua
yang berdiri pada tahun 1971 dan bergerak dalam bidang industri pakan ternak. Pemegang saham JC diantaranya Pacific Focus Enterprises, Ltd. sebesar 28,94
persen, JP Morgan Chase Bank sebesar 9,65 persen, Coutts Bank Von Ernst, Ltd. sebesar 9,15 persen, Rangi Management Ltd. sebesar 8,57 persen, BNP Paribas
Private Bank Singapore sebesar 6,63 persen dan publik sebesar 37,06 persen. Saat ini JC telah berkembang menjadi perusahaan agrobisnis terintegrasi di
Indonesia, yang pabrik pakan ternak dan peternakannya tersebar di wilayah Lampung, Cirebon Jawa Barat, Sidoarjo Jawa Timur dan Tangerang. Sampai
pada tahun 2009, JC memiliki total kapasitas produksi sebesar 1,73 juta ton per tahun dan pada tahun 2010 kapasitas terpasang yang dimiliki sebesar 2,52 juta
ton. Selain itu, perusahaan ini memiliki enam divisi yang terdiri dari Divisi Perunggasan Poultry Division, Beef Division, Divisi Budidaya Perairan
Aquaculture, Divisi Produk Konsumsi Consumer Business, Divisi International, dan Divisi Bisnis Strategis.
Pada Divisi Perunggasan, operasi dilakukan secara vertikal, yaitu dari produksi pakan, DOC sampai dengan pengolahan ayam. Produk daging ayam
yang dihasilkan berbentuk sosis dengan merk So Good. Peternakan bibit ayam JC dikelola oleh anak perusahaan yaitu PT Multibreeder Adirama Tbk, sedangkan
untuk usaha aquakulturnya dikelola oleh anak perusahaan yaitu PT Suri Tani Pemuka.
Pada tahun 2007, JC membangun dua pabrik pakan ternak di Cikupa dan Padang dengan investasi sebesar Rp 50 milyar. Selain itu, pada tahun yang sama
total pendapatan Japfa telah mencapai Rp 7,9 trilyun dengan laba bersih sebesar Rp 180,9 milyar, dimana kontribusi dari industri pakan ternaknya sebesar 80
persen. Hal ini menunjukkan bahwa Japfa memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap pasar pakan ternak domestik serta telah mencapai posisi yang
kuat dengan adanya sertifikat ISO 9001:2000 untuk ketujuh pabrik pakan ternaknya.
3. Cheil Jedang Feed Indonesia
Cheil Jedang CJ Feed Indonesia merupakan anak perusahaan Cheil Jedang dari Korea Selatan yang bisnisnya dimulai pada tahun 1989. Pada tahun
2010 CJ Feed berada di peringkat ketiga perusahaan pakan terbesar di Indonesia dengan kapasitas terpasang sebesar 1 juta ton. CJ Feed Indonesia memiliki dua
perusahaan pakan feedmill, yaitu:
a. PT. CJ Superfeed
CJ Superfeed merupakan perusahaan pakan yang berdiri pada tahun 1996. Perusahaan ini memproduksi produk pakan ternak dengan menggunakan merk
Superfeed. b.
PT. CJ Feed Jombang CJ Feed Jombang merupakan perusahaan pakan yang berdiri pada tahun
2004. Semua perusahaan pakan telah membangun silo untuk menampung jagung sebagai bahan baku utama produksi pakan ternak, salah satunya CJ Feed Jombang
ini yang mulai dioperasikan pada bulan September tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku tanpa bergantung pada musim panen
jagung dan stok jagung di pasar, sehingga tidak menggangu jalannya proses produksi ternak walaupun terjadi peningkatan produksi.
Kedua pabrik pakan ternak tersebut masing-masing berlokasi di Serang, Banten, Jombang dan Jawa Timur. Pakan ternak yang diproduksi CJ Feed yaitu
pakan broiler ayam pedaging, layer ayam petelur, breeder ayam pembibitan, konsentrat ayam petelur, babi, puyuh, serta udang. Pemasaran produk-
produknya tersebut dilakukan di wilayah Jawa Barat, Jabodetabek, Sumatera, dan Kalimantan.
Pada tahun 1997, CJ Feed Indonesia mendirikan perusahaan baru yang berlokasi di Tutur, Jawa Timur yaitu PT. Super Unggas Jaya yang bergerak dalam
bidang industri peternakan. Super Unggas Jaya memproduksi DOC dengan kapasitas 20 juta ekor per tahun yang menggunakan merk Superchicks. Selain itu,
Super Unggas Jaya ini melakukan ekspansi dengan membangun kembali sembilan unit peternakan ayam di berbagai daerah termasuk Jawa Barat dan Kalimantan
Timur, sehingga total produksi DOCnya meningkat menjadi 54 juta ekor per tahun.
4. Sierad Produce Tbk
Sierad Produce SP merupakan perusahaan pakan ternak terbesar keempat yang berdiri pada tahun 1985 dengan nama PT Betara Darma Ekspor Impor yang
merupakan hasil penggabungan dari empat badan usaha yang bergerak di bidang usaha inti dari Sierad Group pada tahun 2001, yaitu PT Anwar Sierad Tbk, PT
Sierad Produce Tbk, PT Sierad Feedmill dan PT Sierad Grains. Sierad Produce SP tersebar di Tangerang, Bogor, Sukabumi, Lampung dan Sidoarjo yang
bergerak dalam bidang industri pakan ternak, industri pengeringan jagung serta industri obat-obatan dan vitamin hewan. Selain itu juga, Sierad Produce bergerak
dalam bidang peternakan ayam bibit induk untuk menghasilkan ayam niaga, pemotongan ayam dan pengolahan ayam terpadu dengan cold storage serta
kemitraan, rumah potong, peralatan peternakan ayam dan produksi tepung ikan. Perkembangan perusahaan ini berawal dari penjual telur eceran di pasar
Jatinegara, Jakarta Timur. Kemudian, terus berkembang dengan membangun Rumah Potong Ayam yang terletak di Jabaon, Jawa Barat, sehingga menjadi
rumah potong terbesar di Indonesia, karena memiliki kapasitas produksi yang dihasilkan sekitar 8 ribu ekor per jam. Produk olahan ayam yang dihasilkan
tersebut telah tersedia di berbagai supermarket besar di Indonesia dengan merk Delfarm. Selain itu, Sierad Produce dengan anak perusahaan PT. Wendy Citarasa
juga memiliki usaha restaurant siap saji yaitu Wendys Hartz Chicken Buffet di Indonesia. Sementara pada tahun 2008, SP membangun tiga pabrik baru di
Magelang dan Jawa Tengah, dimana dengan adanya tambahan pabrik baru
tersebut SP mengalami peningkatan produksi ayam ternak sebesar 420 ribu per minggu menjadi 2 juta per minggu.
Sementara, untuk industri pakan ternaknya yang berada di Sidoarjo Jawa Timur dan Tangerang Jawa Barat sampai pada tahun 2009 memiliki total
kapasitas produksi sekitar 540 ribu ton per tahun dengan produk utama yang dihasilkan berupa pakan unggas baik pakan lengkap maupun konsentrat. Namun,
pada tahun 2010 kapasitas terpasang yang dimiliki telah mencapai 908.400 ton. Sehingga sampai saat ini SP merupakan salah satu produsen pakan ternak terbesar
di Asia Tenggara. Pada tahun 2007, total pendapatan SP sebesar Rp 1,2 trilyun dengan laba
bersih Rp 27,5 milyar. Sementara, sampai bulan Agustus tahun 2009, pangsa pasar untuk pakan ternak sebesar 7 persen. Selain itu, perusahaan ini pun telah
memperoleh berbagai penghargaan seperti HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point
, ISO 9001 serta Sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia karena perusahaan melakukan pemotongan hewan sesuai dengan hukum Islam.
Kemudian, diperkuat pula dengan adanya komitmen untuk memaksimalkan segala sumber daya yang tersedia agar dapat memberikan produk yang inovatif dan
berkualitas dengan harga yang terjangkau, sehingga sampai saat ini perusahaan SP mengalami kemajuan dalam menghasilkan produk yang berkualitas baik bersifat
higienis, sehat maupun aman untuk dikonsumsi.
Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia
Perkembangan industri pakan ternak berawal dari terjadinya peningkatan permintaan produk peternakan, khususnya produk unggas. Pada tahun 2010,
7,7 8,13
9,7 9,7
10,3
2 4
6 8
10 12
2007 2008
2009 2010
2011 Ju
ta T
o n
K onsumsi Juta Ton produksi unggas nasional telah mencapai lebih dari 1 milyar ekor bibit ayam. Hal
ini menyebabkan konsumsi pakan ternak nasional yang lebih didominasi oleh ayam broiler dan ayam layer sebanyak 72 persen mengalami peningkatan yang
telah mencapai 9,7 juta ton pada tahun 2009. Selain itu, pada tahun 2011 konsumsi pakan ternak diperkirakan akan terus mengalami peningkatan mencapai
10,3 juta ton Gambar 4.2..
Sumber: GPMT, 2010 Data Perkiraan
Gambar 4.2. Perkembangan Konsumsi Pakan Ternak 2007-2011 JutaTon
Sementara, peningkatan permintaan pakan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan penawarannya. Meskipun produksi pakan pada tahun 2005 sampai
tahun 2009 mengalami peningkatan, namun produksi industri pakan ternak Indonesia pada tahun 2009 tersebut belum mampu memproduksi pakan ternak
secara maksimum, yaitu hanya sekitar 8,8 juta ton per tahun, walaupun sebenarnya kapasitas total produksi nasional saat ini telah mencapai 14 juta ton
per tahun. Hal ini terjadi karena adanya hambatan seperti wabah flu burung dan kurangnya ketersedian bahan baku domestik, sehingga industri pakan ternak
Indonesia masih banyak mengandalkan bahan baku impor. Oleh karena itu,
penawaran yang dilakukan industri pakan ternak Indonesia baru sekitar 75 persen dari total kebutuhan pakan nasional.
Tabel 4.3. Ekspor-Impor Pakan Ternak Indonesia 2007-2010 Tahun
Volume Ekspor Kg
Nilai Ekspor US
Volume Impor Kg
Nilai Impor US
2007 561.821.970
91.083.810 9.004.424.568
2.787.642.512 2008
429.416.762 98.296.472
8.796.778.001 4.406.904.217
2009 386.040.309
67.696.300 9.176.671.723
3.624.167.447 2010
346.677.704 73.371.152
6.733.081.201 2.653.482.560
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 Data hingga Agustus 2010
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas, terlihat bahwa volume dan nilai impor pakan ternak jauh lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya.
Indonesia mengekspor pakan ternak ke berbagai negara seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia, sedangkan impor dalam jumlah yang banyak tersebut
berasal dari negara Amerika, Australia, dan New Zealand. Impor pakan tersebut lebih didominasi oleh impor bahan baku pakan sebesar 70 persen sampai 80
persen.
Tabel 4.4. Perkembangan Impor Bahan Baku Pakan 1000 Ton No.
Jenis Bahan Pakan 2007
2008 2009
2010
1. Corn
476 170
293 1553
2. Soyabean Meal
SBM 1881
1806 2171
2839 3.
Corn Gluten Meal CGM
155 137
125 140
4. Distillers Dried Grains
DDG 33
78 141
212 5.
Rapeseed meal 78
105 105
59 6.
Fish Meal 11
7 3
37 7.
Meat Bone Meal MBM
280 330
340 288
8. Poultry Meat Meal
PMM 100
100 110
73 9.
Feather Meal -
60 40
40
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 Data sementara sampai Desember 2010
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat kita lihat bahwa tingginya jumlah impor jagung Corn dan kedelai Soyabean Meal sebagai bahan baku pakan utama
unggas yang masing-masing sebesar 51,4 persen dan 18 persen. Impor bahan baku khususnya jagung akan membuat biaya produksi industri pakan ternak nasional
terus meningkat, karena harga jagung impor mengikuti harga pasar internasional, sehingga harga bahan baku pakan terutama jagung semakin meningkat Lampiran
1. Diketahui negara yang lebih mendominasi pasar jagung dunia yaitu Amerika 68 persen, Argentina 15 persen, China 5 persen, Brasil 4 persen, Ukraina 2
persen, Serbia dan Montenegro 1 persen, Romania 1 persen, Afrika Selatan 1 persen dan lainnya 3 persen.
Tabel 4.5. Harga Rata-rata Bahan Baku Pakan Ternak Tahun 2007-2011 USTon
No. Jenis Bahan Pakan
2007 2008
2009 2010
2011
1. Corn
217,70 271,69
204,09 243,70
288,00 2.
Soyabean Meal SBM
326,65 470,46
435,05 420,69
437,82 3.
Corn Gluten
Meal CGM
502,88 703,22
626,25 666,05
671,33 4.
Distillers Dried Grains DDG
194,37 310,33
249,03 244,33
275,20 5.
Rapeseed Meal 172,69
266,96 236,98
277,29 272,81
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2011 Data hingga 8 Februari 2011
Berdasarkan Tabel 4.5, terlihat bahwa sampai pada tanggal 8 Februari 2011 harga rata-rata jagung Corn di pasar internasional telah meningkat sebesar
US 288,00 per ton dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa harga jagung di pasar internasional diperkirakan akan terus meningkat
seiring dengan terjadinya kenaikan harga minyak dunia, karena jagung digunakan juga sebagai salah satu bahan baku biofuel yang merupakan salah satu alternatif
bahan bakar terutama untuk negara-negara maju. Selain itu, hal tersebut juga dapat menimbulkan terjadinya persaingan baru antara penggunaan jagung baik
untuk food, feed, dan fuel, sehingga pasokan jagung untuk pakan ternak berkurang yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga pakan ternak.
Tabel 4.6. Harga Pakan Unggas Agustus 2010-Februari 2011 RpKg Bulan dan Tahun
Komplit Broiler Konsentrat
Agustus 2010 4500-4700
4700-5000 September 2010
4600-4800 4750-5050
Oktober 2010 4600-4800
4750-5050 November 2010
4800-5000 4850-5150
Desember 2010 4800-5000
4850-5150 Januari 2011
5000-5200 5050-5250
Februari 2011 5200-5400
5150-5350
Sumber: GPMT, 2011
Berdasarkan Tabel 4.6, terlihat bahwa pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Februari 2011 harga pakan ternak khususnya unggas terus mengalami
peningkatan. Selain itu, pada akhir tahun 2010 lalu, pemerintah mulai memberlakukan bea masuk impor untuk bahan baku pakan ternak sebesar 5
persen. Bea masuk impor tersebut tidak hanya diberlakukan untuk bahan baku pakan yang dapat di produksi dalam negeri, tetapi diberlakukan juga untuk jenis
bahan baku pakan yang di produksi di luar negeri, seperti bungkil kedelai dan Corn Gluten Meal
CGM atau ampas minyak jagung. Hal ini mengakibatkan harga pakan ternak nasional semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya
peningkatan produksi bahan baku pakan lokal, khususnya jagung domestik secara signifikan, agar biaya produksi pakan yang dikeluarkan produsen tidak semakin
besar.
Peraturan Pemerintah Mengenai Pakan Ternak
Peraturan pemerintah dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1967 mengenai peternakan dan kesehatan hewan dinyatakan tidak relavan sebagai dasar hukum,
karena Undang-Undang ini tidak mengatur industri pakan ternak secara khusus, kesehatan hewan sekaligus aspek keamanan. Kemudian pada tahun 2003,
pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menteri
Pertanian No.
242kptsOT.21042003 menyangkut segala hal pendaftaran dan pelabelan untuk produk pakan dari mekanisme, persyaratan sampai pada prosedur hukum. Selain
itu, pemerintah juga telah menetapkan standar mutu untuk setiap produk pakan ternak yang disebut dengan Standar Nasional Indonesia SNI Lampiran 2.
Sementara, pada tahun 2007 dikeluarkannya peraturan pemerintah No. 77 tahun 2007 yang menyatakan tarif impor jagung sebesar 5 persen dianggap telah
menjadi beban besar produsen pakan ternak, karena dengan adanya kenaikan harga jagung di pasar internasional saja sudah menaikkan biaya produksi. Oleh
karena itu, produsen pakan dan GPMT meminta pemerintah untuk menghapus tarif impor serta menghilangkan monopoli dalam penyediaan bahan baku pakan
yang bertujuan untuk menciptakan harga secara adil.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN