IV. GAMBARAN UMUM
Perkembangan dan Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ternak
Pada  tahun  1972,  budi  daya  ternak  komersil  mulai  beroperasi.  Pada  saat itu, budi  daya  ternak  dianggap  sebagai  awal  berdirinya  usaha  ternak  terutama
ternak unggas. Budi daya ternak itu sendiri mempengaruhi perkembangan industri pakan  ternak,  walaupun  dalam hal  memasarkan  hasil  produksi  pakan  pada  masa
itu  masih  terbatas.  Namun,  untuk  tahun  selanjutnya  budi  daya  ternak  ini mengalami  perkembangan  yang  cukup  pesat, karena  karakteristik  pasar  dari
industri peternakan bersifat turunan dari kebutuhan  pokok  masyarakat,  sehingga industri pakan ternak memiliki peran yang semakin kuat.
Dalam  perkembangannya  tersebut,  industri  pakan  ternak  mengalami hambatan baik  secara  mikro  maupun  makro.  Diantaranya,  ketergantungan  bahan
baku  impor,  ketersediaan  bahan  baku  domestik  dalam  jumlah  maupun kontinuitasnya,  wabah  flu  burung,  pinjaman  modal serta  kenaikan  harga  BBM
disetiap tahunnya. Pada  tahun  1967  dikeluarkan  UU  Peternakan  1967
mengenai kebijaksanaan  pemerintah  tentang  pengembangan  industri  ternak,  dimana
pertenakan merupakan usaha rakyat, usaha komersil tidak diperkenankan masuk, tujuannya  agar  dapat meningkatkan  kesempatan  kerja  dan  pendapatan  peternak
skala kecil. Setelah itu, pada tahun 1970-an pemerintah memberikan izin adanya Penanaman  Modal  Asing  PMA  terhadap  pengembangan  pembibitan  ayam  ras
dari negara Jepang dan Amerika, tetapi hal tersebut justru membuat usaha ternak skala besar semakin berperan. Pada tahun 1980, kebijakan tersebut diikuti dengan
adanya  kebijakan  budi  daya  yang  mengatur  pembatasan  skala  usaha  ternak terutama  untuk  ayam  ras  dalam  Keppres  No. 501981  tentang  larangan  operasi
usaha ternak  ayam  layer  sebanyak  5 ribu  ekor  dan  pedaging  maksimal  750  ekor per  minggu yang  diperkuat  dengan  dukungan  UU  Peternakan  No. 67, tujuannya
untuk menyediakan  lapangan  kerja  dan membina  sekaligus  melindungi  peternak rakyat. Namun,  kenyataannya  kebijakan  tersebut  tidak  berjalan  sesuai  harapan,
karena  pemerintah  dinilai  belum  mampu  melindungi  usaha  rakyat.  Hal ini ditunjukkan  dengan adanya  pertumbuhan  usaha  ternak skala  besar  yang  tidak
efektif, meskipun didukung oleh Keppres 22 Mei 1990. Isi dari Keppres 22 Mei 1990 yaitu: 1 Usaha ternak ayam ras rakyat yang
tidak lebih dari 15 ribu ekor, tidak memerlukan izin kecuali melapor kepada Dinas Peternakan setempat, dan 2 Usaha  skala  besar  diperkenankan  dengan  syarat
harus bermitra  dengan usaha  rakyat,  dimana  dalam  masa tiga  tahun  porsi  usaha rakyat  lebih  besar, dan sekurang-kurangnya  65  persen  produksi  untuk  ekspor
terutama untuk PMA Yusdja, et. al., 2004. Namun, pada tahun 2000 pemerintah mencabut Keppres No. 22 tersebut, sehingga tidak ada lagi intervensi pemerintah
dalam usaha ternak di pasar domestik.
1970 1980
1990 2000
2020
Sumber: Yusdja, et. al., 2000
Gambar 4.1. Gambaran Perkembangan Industri Pakan Ternak dan Peternakan
Sebaran Industri Pakan Ternak di Indonesia
Industri pakan ternak Indonesia dikategorikan sebagai industri skala besar dan  menengah.  Perkembangan  jumlah  perusahaan pakan  ternak di Indonesia
tersebut mengalami perubahan disetiap tahunnya. Skala
Kecil 100
persen Skala
Mene- ngah
70 persen
Skala Kecil 30 persen
Skala Besar
60 persen
Skala Menengah
20 persen Skala
Besar 60
persen Skala
Menengah 20 persen
Skala Besar
10 persen
Skala Menengah
75 persen Skala
Kecil 20
persen Skala
Kecil 20
persen Skala
kecil 15
persen
Usaha terintegra-
si secara vertikal.
Mandiri, agribisnis
sempurna. Usaha
terintegra- si secara
vertikal. Mandiri,
agribisnis sempurna.
Bermitra, usaha
mandiri dan terintegrasi
penuh Bermitra,
produksi dikuasai
skala besar. Struktur
produksi idaman. Peternak
mandiri. Terintegrasi.
Terorganisasi.
Kebijakan Penanaman
Modal Asing
PMA Terbitnya
Keppres No. 5080
Terbitnya Keppres
No. 2290 Krisis
Moneter dan
Ekonomi Masa depan
Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Pakan Ternak di Indonesia 2005-2009
Tahun Jumlah Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
2005 67
11240 2006
88 12757
2007 74
11490 2008
77 21260
2009 82
14159
Sumber: Kementerian Perindustrian, 2009
Berdasarkan  data  pada  Tabel  4.1,  pada  tahun 2007  banyak  perusahaan yang  gulung tikar akibat dari dampak isu flu burung Avian Influenza, sehingga
jumlah  perusahaan  pakan  ternak  di  Indonesia  mengalami  penurunan  menjadi 74 perusahaan dari tahun sebelumnya sebanyak 88 perusahaan. Namun, untuk tahun
selanjutnya terjadi  peningkatan  kembali  sebanyak  77  dan  82 perusahaan  pada tahun  2008  dan  2009. Hal  ini menunjukkan  bahwa industri pakan  ternak  di
Indonesia semakin meningkat. Data  jumlah  perusahaan  pada  Tabel  4.1.  tersebut  merupakan  data  jumlah
perusahaan  pakan  ternak  Indonesia  secara  keseluruhan,  dimana  pada  tahun  2007 dari  74  perusahaan,  yang  tergabung dalam  Gabungan  Perusahaan  Makanan
Ternak GPMT sebanyak 50 perusahaan Tabel 1.1., namun delapan perusahaan lainnya sudah tidak beroperasi, sehingga sampai pada tahun 2008 GPMT menjadi
42  industri  pakan  ternak. Industri  pakan  ternak tersebut tersebar  di  delapan provinsi,  diantaranya  Jawa  Timur,  Banten,  Jawa  Barat,  Sumatera  Utara,  Jawa
Tengah,  DKI  Jakarta,  Lampung  dan  Sulawesi  Selatan. Selain  itu, kapasitas produksi yang dimiliki saat ini telah mencapai lebih dari 14 juta ton per tahun.
Sampai saat ini, wilayah Jawa Timur masih menjadi sentra industri pakan ternak  dan  peternakan  terbesar  di  Indonesia  dibandingkan  dengan  wilayah
lainnnya.  Hal ini  dikarenakan adanya  dukungan  dari  15  pabrik  pakan  ternak,  52
industri rumahan  pakan  ternak, 99 TPA  Tempat  Pemotongan  Ayam,  delapan RPA  Rumah  Pemotongan  Ayam-Kelas  A, 50  KUD  koperasi  persusuan  dan
potensi  yang  sangat  prospektif  yaitu  BBIB  Balai  Besar  Inseminasi  Buatan  di Singosari. Selain  itu,  keunggulan  lain dari Jawa Timur  didukung  pula  oleh
melimpahnya  produksi  jagung  sebagai  bahan  baku  industri  pakan  ternak  yang terdapat  di  Kota Kediri dengan produksi  jagung  per  tahun  rata-rata  3,3  juta
kuintal. Sebaran  industri  pakan  ternak  terbesar  kedua  di  Indonesia  terdapat  di
propinsi Banten dengan share sebesar 25,9 persen yang memiliki sepuluh pabrik besar pakan ternak, dimana produksi pakan yang dihasilkan sebesar 2 juta ton per
tahun.  Diikuti wilayah Jawa  Barat  dengan share sebesar 12,2  persen yang memiliki empat pabrik  pakan ternak dengan  total  produksi  pakan  0,94  ton  per
tahun.  Selain  itu, dengan adanya dukungan  jumlah  produksi  pembibit  ayam  ras pedaging final  stock ayam  siap jual yang mencapai 429,6 juta ekor  pada  tahun
2009 membuat Jawa Barat menjadi daerah sentra peternakan. Setelah itu, diikuti pula  oleh wilayah  Sumatera  Utara yang memiliki  delapan pabrik, Jawa  Tengah
tiga pabrik, DKI  Jakarta  empat pabrik, Lampung  empat pabrik dan Sulawesi Selatan dua pabrik.
Profil Industri Pakan Ternak Terbesar di Indonesia
Sampai  pada  tahun  2010,  perusahaan  pakan  ternak  di  Indonesia  masih didominasi oleh empat perusahaan besar. Keempat perusahaan tersebut memiliki
kapasitas terpasang yang tinggi di pasar domestik.
Tabel  4.2. Kapasitas  Terpasang  dan  Produksi  Keempat  Perusahaan  Pakan Ternak Terbesar Tahun 2010 Ton
No Nama Perusahaan
Kapasitas Terpasang Produksi Pakan
1. Charoen Pokphand Indonesia
2954208 1094523
2. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
2522000 940307
3. Cheil Jedang
1000000 391110
4. Sierad Produce
908400 451011
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010
1. Charoen Pokphand Indonesia Tbk
Charoen  Popkhand  Indonesia  Tbk  CPI merupakan  perusahaan  pakan ternak terbesar pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1972. Perusahaan ini
bergerak dalam bidang industri pakan ternak, peternakan dan pengolahan daging ayam  dengan para pemegang  sahamnya yang terdiri  dari  PT. Central
Proteinaprima,  Royal  Bank  of  Canada  Asia  Ltd.,  UBS  AG Singapura  dan publik. Kapasitas produksi yang dihasilkan pada saat itu baru sebesar 20 ribu ton
per tahun pada produk makanan ternak dan unggas. Pada  tahun  1976  dan  1979,  kapasitas  produksinya  bertambah  menjadi
sebesar  24  ribu  ton  per  tahun  dan  80  ribu  ton  per  tahun  berturut-turut  dengan memperluas  usahanya  dan  membuat  pabrik-pabrik  di  daerah  Surabaya  dan
Medan.  Kemudian,  perusahaan  ini  terus  berusaha  melakukan  pengembangan produksi,  sehingga  sampai  saat  ini  kapasitas  produksi  yang  dihasilkan  dapat
mencapai  sebesar  4,3  juta  ton  per  tahun  dari  pabrik-pabriknya  di  Balaraja, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar.
CPI  memiliki pabrik  pengolahan  daging  ayam  di  Cikande,  Salatiga, Medan  dan  Surabaya.  Pabrik  ini  dikelola  oleh  anak  perusahaan  CPI  yaitu  PT.
Primafood  International  yang produknya dipasarkan  dengan  merk  Fiesta. Selain
itu,  CPI  pun  memiliki  pabrik peralatan  peternakan  di  Balaraja, serta  tempat penyimpanan dan pengeringan Jagung di Lampung.
Pada  tahun  2007 pendapatan perusahaan  ini  mengalami  peningkatan sebesar  31  persen  dari  tahun  2006,  yaitu  mencapai Rp  8,3  trilyun dengan laba
bersih sebesar Rp 210 milyar. Selain itu, pada tahun 2010 yang lalu, CPI dengan enam  pabrik  pakannya  menghasilkan  produksi  pakan terbesar dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan yang  lain, yaitu  sebesar  1.094.523  ton.  Hal  ini menunjukkan  bahwa  CPI tetap  memiliki  posisi  tertinggi  sebagai  industri  pakan
ternak di Indonesia. 2.
Japfa Comfeed JC Japfa  Comfeed  JC merupakan  perusahaan  pakan  ternak  terbesar  kedua
yang berdiri  pada tahun  1971  dan bergerak  dalam  bidang  industri  pakan  ternak. Pemegang  saham JC diantaranya Pacific Focus  Enterprises,  Ltd.  sebesar  28,94
persen, JP Morgan Chase Bank sebesar 9,65 persen, Coutts Bank Von Ernst, Ltd. sebesar  9,15  persen, Rangi  Management  Ltd.  sebesar  8,57  persen,  BNP Paribas
Private Bank Singapore sebesar 6,63 persen dan publik sebesar 37,06 persen. Saat ini JC telah berkembang menjadi perusahaan agrobisnis terintegrasi di
Indonesia, yang pabrik  pakan  ternak  dan  peternakannya tersebar  di wilayah Lampung,  Cirebon  Jawa  Barat,  Sidoarjo  Jawa  Timur  dan  Tangerang. Sampai
pada tahun  2009,  JC memiliki  total  kapasitas  produksi sebesar 1,73  juta  ton  per tahun  dan  pada  tahun  2010  kapasitas  terpasang  yang  dimiliki  sebesar  2,52 juta
ton. Selain  itu,  perusahaan  ini  memiliki  enam  divisi  yang  terdiri  dari  Divisi Perunggasan  Poultry  Division, Beef  Division,  Divisi  Budidaya  Perairan
Aquaculture,  Divisi  Produk  Konsumsi  Consumer  Business,  Divisi International, dan Divisi Bisnis Strategis.
Pada Divisi  Perunggasan,  operasi  dilakukan  secara  vertikal,  yaitu  dari produksi  pakan,  DOC  sampai  dengan  pengolahan ayam. Produk  daging  ayam
yang dihasilkan berbentuk sosis dengan merk So Good. Peternakan bibit ayam JC dikelola  oleh  anak perusahaan  yaitu PT  Multibreeder  Adirama  Tbk, sedangkan
untuk usaha  aquakulturnya dikelola oleh anak  perusahaan  yaitu  PT  Suri  Tani Pemuka.
Pada tahun 2007, JC membangun dua pabrik pakan ternak di Cikupa dan Padang dengan investasi sebesar Rp 50 milyar. Selain itu, pada tahun yang sama
total  pendapatan  Japfa telah mencapai  Rp  7,9 trilyun  dengan laba  bersih sebesar Rp 180,9 milyar,  dimana kontribusi  dari  industri  pakan  ternaknya sebesar 80
persen.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  Japfa  memiliki  peranan  yang cukup signifikan terhadap pasar pakan ternak domestik serta telah mencapai posisi yang
kuat  dengan  adanya  sertifikat  ISO  9001:2000  untuk  ketujuh  pabrik  pakan ternaknya.
3. Cheil Jedang Feed Indonesia
Cheil  Jedang CJ Feed  Indonesia  merupakan anak  perusahaan  Cheil Jedang  dari  Korea  Selatan  yang  bisnisnya  dimulai pada tahun  1989. Pada tahun
2010 CJ Feed berada di peringkat ketiga perusahaan pakan terbesar di Indonesia dengan  kapasitas  terpasang  sebesar 1 juta  ton. CJ  Feed  Indonesia memiliki  dua
perusahaan pakan feedmill, yaitu:
a. PT. CJ Superfeed
CJ Superfeed merupakan perusahaan pakan yang berdiri pada tahun 1996. Perusahaan ini  memproduksi  produk  pakan  ternak  dengan  menggunakan  merk
Superfeed. b.
PT. CJ Feed Jombang CJ  Feed  Jombang  merupakan  perusahaan  pakan yang  berdiri  pada tahun
2004. Semua perusahaan pakan telah membangun silo untuk menampung jagung sebagai bahan baku utama produksi pakan ternak, salah satunya CJ Feed Jombang
ini yang mulai dioperasikan pada bulan September tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk  menjamin  ketersediaan  bahan  baku  tanpa  bergantung  pada  musim  panen
jagung  dan stok  jagung  di  pasar,  sehingga  tidak  menggangu  jalannya proses produksi ternak walaupun terjadi peningkatan produksi.
Kedua  pabrik  pakan  ternak  tersebut masing-masing berlokasi  di  Serang, Banten, Jombang dan Jawa  Timur. Pakan  ternak  yang diproduksi  CJ  Feed  yaitu
pakan broiler ayam pedaging, layer ayam petelur, breeder ayam pembibitan, konsentrat  ayam  petelur,  babi,  puyuh,  serta udang.  Pemasaran  produk-
produknya tersebut dilakukan di wilayah Jawa Barat, Jabodetabek, Sumatera, dan Kalimantan.
Pada tahun 1997, CJ  Feed  Indonesia  mendirikan perusahaan  baru  yang berlokasi di Tutur, Jawa Timur yaitu PT. Super Unggas Jaya yang bergerak dalam
bidang  industri  peternakan.  Super  Unggas  Jaya memproduksi  DOC  dengan kapasitas 20 juta ekor per tahun yang menggunakan merk Superchicks. Selain itu,
Super Unggas Jaya ini melakukan ekspansi dengan membangun kembali sembilan unit  peternakan  ayam  di  berbagai  daerah  termasuk  Jawa  Barat  dan Kalimantan
Timur,  sehingga  total  produksi  DOCnya meningkat menjadi 54  juta  ekor  per tahun.
4. Sierad Produce Tbk
Sierad Produce SP merupakan perusahaan pakan ternak terbesar keempat yang berdiri pada tahun 1985 dengan nama PT Betara Darma Ekspor Impor yang
merupakan hasil penggabungan dari empat badan usaha yang bergerak di bidang usaha  inti  dari  Sierad  Group pada  tahun  2001,  yaitu  PT  Anwar  Sierad  Tbk,  PT
Sierad  Produce  Tbk,  PT  Sierad  Feedmill  dan  PT  Sierad  Grains. Sierad  Produce SP tersebar  di  Tangerang,  Bogor,  Sukabumi,  Lampung  dan  Sidoarjo  yang
bergerak  dalam  bidang  industri  pakan  ternak, industri  pengeringan  jagung  serta industri obat-obatan dan vitamin hewan. Selain itu juga, Sierad Produce bergerak
dalam  bidang  peternakan  ayam  bibit  induk  untuk  menghasilkan  ayam  niaga, pemotongan  ayam  dan  pengolahan  ayam  terpadu  dengan cold  storage serta
kemitraan, rumah potong, peralatan peternakan ayam dan produksi tepung ikan. Perkembangan  perusahaan  ini berawal  dari  penjual  telur  eceran  di  pasar
Jatinegara,  Jakarta  Timur.  Kemudian, terus berkembang dengan membangun Rumah  Potong  Ayam  yang  terletak  di  Jabaon,  Jawa  Barat,  sehingga menjadi
rumah  potong terbesar  di  Indonesia,  karena  memiliki  kapasitas  produksi  yang dihasilkan  sekitar  8  ribu ekor  per  jam. Produk  olahan  ayam  yang  dihasilkan
tersebut  telah  tersedia di  berbagai  supermarket  besar  di  Indonesia dengan  merk Delfarm. Selain itu, Sierad Produce dengan anak perusahaan PT. Wendy Citarasa
juga memiliki usaha restaurant siap saji yaitu Wendys  Hartz Chicken Buffet di Indonesia.  Sementara  pada  tahun  2008, SP  membangun  tiga  pabrik  baru  di
Magelang  dan  Jawa  Tengah,  dimana  dengan  adanya  tambahan  pabrik  baru
tersebut  SP  mengalami  peningkatan  produksi  ayam  ternak  sebesar  420  ribu  per minggu menjadi 2 juta per minggu.
Sementara, untuk industri pakan ternaknya yang berada di Sidoarjo Jawa Timur  dan Tangerang  Jawa  Barat sampai  pada  tahun  2009 memiliki total
kapasitas  produksi  sekitar  540  ribu ton  per  tahun  dengan  produk  utama  yang dihasilkan berupa pakan unggas baik pakan lengkap maupun konsentrat. Namun,
pada  tahun  2010  kapasitas  terpasang  yang  dimiliki  telah  mencapai  908.400  ton. Sehingga sampai saat ini SP merupakan salah satu produsen pakan ternak terbesar
di Asia Tenggara. Pada tahun 2007, total pendapatan SP sebesar Rp 1,2 trilyun dengan laba
bersih  Rp  27,5  milyar.  Sementara,  sampai  bulan  Agustus  tahun  2009,  pangsa pasar  untuk  pakan  ternak  sebesar  7  persen. Selain  itu,  perusahaan  ini  pun  telah
memperoleh berbagai penghargaan seperti HACCP Hazard Analysis and Critical Control  Point
,  ISO  9001  serta Sertifikat  Halal dari  Majelis  Ulama  Indonesia karena  perusahaan  melakukan  pemotongan  hewan sesuai  dengan hukum Islam.
Kemudian, diperkuat pula dengan adanya komitmen untuk memaksimalkan segala sumber  daya  yang  tersedia  agar  dapat  memberikan  produk  yang  inovatif  dan
berkualitas dengan harga yang terjangkau, sehingga sampai saat ini perusahaan SP mengalami  kemajuan dalam  menghasilkan  produk  yang  berkualitas  baik  bersifat
higienis, sehat maupun aman untuk dikonsumsi.
Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia
Perkembangan  industri  pakan  ternak  berawal  dari  terjadinya  peningkatan permintaan  produk  peternakan,  khususnya  produk  unggas. Pada  tahun  2010,
7,7 8,13
9,7 9,7
10,3
2 4
6 8
10 12
2007 2008
2009 2010
2011 Ju
ta T
o n
K onsumsi Juta Ton produksi unggas nasional telah mencapai lebih dari 1 milyar ekor bibit ayam. Hal
ini  menyebabkan konsumsi  pakan  ternak  nasional yang  lebih  didominasi  oleh ayam  broiler  dan  ayam  layer  sebanyak  72  persen mengalami  peningkatan  yang
telah mencapai 9,7  juta  ton  pada  tahun  2009. Selain  itu, pada  tahun  2011 konsumsi pakan ternak diperkirakan akan terus mengalami peningkatan mencapai
10,3 juta ton Gambar 4.2..
Sumber: GPMT, 2010 Data Perkiraan
Gambar 4.2. Perkembangan Konsumsi Pakan Ternak 2007-2011 JutaTon
Sementara,  peningkatan  permintaan  pakan  tersebut  tidak  diikuti  dengan peningkatan  penawarannya. Meskipun produksi  pakan pada  tahun  2005  sampai
tahun  2009 mengalami  peningkatan,  namun produksi industri  pakan  ternak Indonesia  pada  tahun  2009  tersebut belum  mampu  memproduksi  pakan  ternak
secara  maksimum,  yaitu  hanya  sekitar  8,8 juta  ton  per  tahun,  walaupun sebenarnya  kapasitas  total  produksi  nasional saat  ini telah mencapai  14  juta  ton
per  tahun. Hal  ini  terjadi  karena adanya hambatan  seperti wabah  flu  burung  dan kurangnya ketersedian  bahan  baku  domestik,  sehingga  industri  pakan  ternak
Indonesia masih  banyak  mengandalkan  bahan  baku  impor. Oleh  karena  itu,
penawaran yang dilakukan industri pakan ternak Indonesia baru sekitar 75 persen dari total kebutuhan pakan nasional.
Tabel 4.3. Ekspor-Impor Pakan Ternak Indonesia 2007-2010 Tahun
Volume Ekspor Kg
Nilai Ekspor US
Volume Impor Kg
Nilai Impor US
2007 561.821.970
91.083.810 9.004.424.568
2.787.642.512 2008
429.416.762 98.296.472
8.796.778.001 4.406.904.217
2009 386.040.309
67.696.300 9.176.671.723
3.624.167.447 2010
346.677.704 73.371.152
6.733.081.201 2.653.482.560
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 Data hingga Agustus 2010
Berdasarkan Tabel 4.3. di  atas,  terlihat  bahwa  volume  dan  nilai  impor pakan ternak jauh lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya.
Indonesia  mengekspor  pakan  ternak  ke  berbagai  negara  seperti  Thailand, Singapura,  dan  Malaysia,  sedangkan  impor  dalam  jumlah yang  banyak  tersebut
berasal  dari  negara  Amerika,  Australia,  dan  New  Zealand. Impor  pakan  tersebut lebih  didominasi  oleh  impor  bahan  baku pakan sebesar  70 persen sampai  80
persen.
Tabel 4.4. Perkembangan Impor Bahan Baku Pakan 1000 Ton No.
Jenis Bahan Pakan 2007
2008 2009
2010
1. Corn
476 170
293 1553
2. Soyabean Meal
SBM 1881
1806 2171
2839 3.
Corn Gluten Meal CGM
155 137
125 140
4. Distillers Dried Grains
DDG 33
78 141
212 5.
Rapeseed meal 78
105 105
59 6.
Fish Meal 11
7 3
37 7.
Meat Bone Meal MBM
280 330
340 288
8. Poultry Meat Meal
PMM 100
100 110
73 9.
Feather Meal -
60 40
40
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 Data sementara sampai Desember 2010
Berdasarkan  Tabel  4.4,  dapat  kita  lihat  bahwa tingginya jumlah  impor jagung Corn dan kedelai Soyabean  Meal sebagai bahan  baku  pakan  utama
unggas yang masing-masing sebesar 51,4 persen dan 18 persen. Impor bahan baku khususnya  jagung  akan  membuat  biaya  produksi  industri  pakan  ternak  nasional
terus meningkat, karena harga jagung impor mengikuti harga pasar internasional, sehingga harga bahan baku pakan terutama jagung semakin meningkat Lampiran
1. Diketahui negara yang lebih mendominasi pasar jagung dunia yaitu Amerika 68 persen, Argentina 15 persen, China 5 persen, Brasil 4 persen, Ukraina 2
persen, Serbia dan Montenegro 1 persen, Romania 1 persen, Afrika Selatan 1 persen dan lainnya 3 persen.
Tabel 4.5. Harga Rata-rata Bahan Baku Pakan Ternak Tahun 2007-2011 USTon
No. Jenis Bahan Pakan
2007 2008
2009 2010
2011
1. Corn
217,70 271,69
204,09 243,70
288,00 2.
Soyabean Meal SBM
326,65 470,46
435,05 420,69
437,82 3.
Corn Gluten
Meal CGM
502,88 703,22
626,25 666,05
671,33 4.
Distillers Dried Grains DDG
194,37 310,33
249,03 244,33
275,20 5.
Rapeseed Meal 172,69
266,96 236,98
277,29 272,81
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2011 Data hingga 8 Februari 2011
Berdasarkan  Tabel  4.5,  terlihat  bahwa sampai pada  tanggal  8  Februari 2011 harga rata-rata jagung Corn di pasar internasional telah meningkat sebesar
US  288,00 per  ton dari  tahun-tahun sebelumnya. Hal  tersebut  menunjukkan bahwa  harga  jagung di  pasar  internasional  diperkirakan  akan  terus  meningkat
seiring dengan terjadinya kenaikan harga minyak dunia, karena jagung digunakan juga  sebagai  salah  satu  bahan  baku biofuel yang  merupakan  salah  satu  alternatif
bahan  bakar terutama  untuk  negara-negara  maju. Selain  itu,  hal  tersebut  juga dapat menimbulkan  terjadinya  persaingan baru  antara  penggunaan  jagung  baik
untuk food, feed, dan fuel, sehingga pasokan jagung untuk pakan ternak berkurang yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga pakan ternak.
Tabel 4.6. Harga Pakan Unggas Agustus 2010-Februari 2011 RpKg Bulan dan Tahun
Komplit Broiler Konsentrat
Agustus 2010 4500-4700
4700-5000 September 2010
4600-4800 4750-5050
Oktober 2010 4600-4800
4750-5050 November 2010
4800-5000 4850-5150
Desember 2010 4800-5000
4850-5150 Januari 2011
5000-5200 5050-5250
Februari 2011 5200-5400
5150-5350
Sumber: GPMT, 2011
Berdasarkan  Tabel  4.6,  terlihat  bahwa  pada  bulan  Agustus  2010  sampai bulan  Februari  2011 harga  pakan ternak  khususnya unggas terus mengalami
peningkatan. Selain  itu,  pada  akhir  tahun  2010  lalu, pemerintah  mulai memberlakukan  bea  masuk  impor  untuk  bahan  baku  pakan  ternak sebesar  5
persen.  Bea  masuk  impor  tersebut  tidak  hanya  diberlakukan  untuk  bahan  baku pakan yang dapat di produksi dalam negeri, tetapi diberlakukan juga untuk jenis
bahan  baku  pakan  yang  di  produksi  di  luar  negeri,  seperti  bungkil  kedelai  dan Corn  Gluten  Meal
CGM  atau ampas  minyak  jagung.  Hal  ini  mengakibatkan harga  pakan  ternak  nasional semakin  meningkat.  Oleh  karena  itu,  perlu  adanya
peningkatan produksi bahan baku pakan lokal, khususnya jagung domestik secara signifikan,  agar  biaya  produksi  pakan  yang dikeluarkan  produsen  tidak  semakin
besar.
Peraturan Pemerintah Mengenai Pakan Ternak
Peraturan pemerintah dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1967 mengenai peternakan  dan  kesehatan  hewan  dinyatakan  tidak  relavan  sebagai  dasar  hukum,
karena  Undang-Undang  ini  tidak  mengatur  industri  pakan  ternak secara khusus, kesehatan  hewan sekaligus aspek  keamanan. Kemudian  pada  tahun  2003,
pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menteri
Pertanian No.
242kptsOT.21042003 menyangkut segala hal pendaftaran dan pelabelan untuk produk  pakan dari  mekanisme,  persyaratan sampai pada prosedur  hukum. Selain
itu,  pemerintah  juga  telah  menetapkan  standar  mutu untuk  setiap  produk  pakan ternak yang disebut dengan Standar Nasional Indonesia SNI Lampiran 2.
Sementara, pada tahun 2007 dikeluarkannya peraturan pemerintah No. 77 tahun 2007 yang menyatakan tarif impor jagung sebesar 5 persen dianggap telah
menjadi  beban  besar  produsen  pakan  ternak,  karena  dengan  adanya  kenaikan harga  jagung  di  pasar  internasional  saja  sudah  menaikkan  biaya  produksi. Oleh
karena  itu,  produsen  pakan  dan  GPMT  meminta  pemerintah  untuk  menghapus tarif  impor  serta  menghilangkan  monopoli  dalam  penyediaan  bahan  baku  pakan
yang bertujuan untuk menciptakan harga secara adil.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN