menjamin supply bahan baku pakan, seperti Charoen Pokphand dan Japfa Comfeed melalui anak perusahaannya masing-masing yaitu Tanindo Subur Prima
dan PT. mitra sejahtera Japfa. Japfa juga bekerja sama dengan petani jagung di Pelaihari, di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, sedangkan PT CJ Feed
Indonesia, PT Cargill Indonesia, PT Sierad Produce, dan PT. Wonokoyo Jayakusuma bekerja sama dengan para petani jagung di Banten. Selain itu,
beberapa produsen pakan bekerja sama dengan perusahaan pekerbunan seperti Japfa Mitra Sejahtera dan PT Perkebunan Nusantara VII PTPN VII dalam hal
menyediakan benih, pupuk dan insentif bagi petani dan menyediakan lahan untuk menanam jagung.
5.3. Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia
Kinerja industri mencerminkan bagaimana pengaruh kekuatan pasar tehadap harga, efisiensi dan inovasi. Pada penelitian ini, kinerja industri pakan
ternak Indonesia dilihat dari faktor tingkat keuntungan PCM, efisiensi internal X-eff dan pertumbuhan nilai output Growth selama tahun 1984 sampai tahun
2008. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5, terlihat bahwa rata-rata PCM
yang dihasilkan industri pakan ternak di Indonesia selama tahun 1984 sampai 2008 masih dikatakan rendah, yaitu sebesar 20,43 persen. Rendahnya tingkat
keuntungan industri tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses produksi terutama bahan baku pakan, sehingga walaupun
tingkat produksi mengalami peningkatan, namun penggunaan biaya input yang
digunakan jauh lebih besar dari penggunaan output yang dihasilkan, maka tingkat keuntungan yang diperoleh industri pakan ternak mengalami penurunan.
Selain itu, terlihat bahwa rata-rata X-eff industri pakan ternak sebesar 31,96 persen. Terlihat bahwa X-eff yang dihasilkan industri pakan ternak di
Indonesia selama tahun yang diteliti pun masih rendah. Hal tersebut mencerminkan bahwa kemampuan industri pakan ternak untuk meminimumkan
jumlah biaya input yang digunakan untuk produksi belum dapat dikelola dengan baik oleh perusahaan. Hal tersebut terjadi karena menurut Saptana, et. al. 2000
dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi riil pabrik pakan ternak sekitar 40 persen sampai 70 persen dari kapasitas terpakainya.
Sementara, untuk rata-rata Growth industri pakan ternak di Indonesia sebesar 25,17 persen dan selama tahun yang diteliti tersebut nilai Growth terendah
diperoleh pada tahun 1990 sebesar -13,32 persen serta nilai tertinggi diperoleh pada tahun 2008 sebesar 78,63 persen. Nilai pertumbuhan output terendah
tersebut diduga terjadi
karena telah diberlakukannya Undang-Undang perindustrian 1990 mengenai pengesahan standar syarat mutu, cara uji bahan baku
dan hasil industri, dan standar rekayasa sekaligus penetapannya sebagai standar industri Indonesia. Hal tersebut telah membuat banyak perusahaan pakan menutup
operasinya dari 77 perusahaan pada tahun 1989 menjadi 65 perusahaan pada tahun 1990 BPS, 1989-1990, karena perusahaan tidak dapat memenuhi standar industri
yang ditetapkan. Sementara, nilai pertumbuhan output tertinggi tersebut diduga karena meningkatnya jumlah perusahaan dari 74 perusahaan pada tahun 2007
menjadi 77 perusahaan pada tahun 2008 Tabel 4.1., sehingga hal tersebut mencerminkan bahwa kondisi permintaan pakan pada tahun tersebut mengalami
peningkatan yang menyebabkan banyaknya perusahaan-perusahaan baru yang berdiri untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen.
5.4. Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-faktor Lain yang