Rumoh Aceh Sebagai Kearifan Lokal

Salah satu rumah yang dirancang oleh riset dan tehnologi RISTEK, untuk keamanan penghuninya di daerah yang rawan terhadap gempa yaitu konsep rumah tahan gempa. Konsep ini pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak lepas runtuh akibat gempa. Penerapan konsep tahan gempa antara lain dengan cara membuat sambungan yang cukup kuat di antara berbagai elemen , serta pemilihan material dan pelaksanaan yang tepat. Konsep rumah contoh yang di kembangkan Kantor Menteri Negara Riset dan Tekhnologi KMNRT tidak hanya mengacu pada konsep desain tahan gempa saja, akan tetapi mencakup konsep pemanfaatan material setempat, budaya masyarakat dalam membangun rumah, serta aspek kemudahan pelaksanaan Ruswan, 2008.

2.3.2 Rumoh Aceh Sebagai Kearifan Lokal

Rumoh Aceh adalah rumah tradisional masyarakat Aceh yang digunakan sebagai tempat tinggal orang Aceh, pada umumnya rumoh Aceh dapat di bagi dalam tiga jenis yaitu: rumoh Aceh, rumoh santeut dan rumoh jambo atau biasanya di sebut dengan jambo. Rumoh santeut adalah bentuk lain dari rumoh Aceh dengan ketinggian permukaan tanah antara 120-150 cm. Rumoh santeut terdiri dari beberapa ruang. Perbedaan khas dengan rumoh Aceh di samping lebih rendah adalah lantainya rata santeut. Rumah ini mulai berkembang sejak akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20. Rumoh santeut ini menjadi satu tren pembangunan rumah oleh orang-orang pada masa itu. Rumoh santeut memiliki kemiripan dengan rumah melayu yang terdapat di daerah Langkat, Deli dan Sumatra Timur. Rumoh santeut juga mempunyai Universitas Sumatera Utara kemiripan dengan rumah melayu yang terdapat disemenanjung Malaysia, hanya saja postur rumahnya relative lebih tinggi di banding dengan rumoh santeuet di Aceh Dinas Perkotaan dan Pemukiman, 2006. Bentuk ketiga rumah Aceh adalah yang disebut dengan jambo gubuk. Rumah bentuk ini cukup sederhana karena dibangun dengan tiang-tiang dan dinding- dinding yang sangat sederhana. Dalamnya ada yang berkamar ada yang tidak. Rumah ini biasanya milik orang-orang miskin yang kurang mampu, orang yang baru berkeluarga yang belum mampu membuat rumah yang besar dan biasanya juga merupakan rumah kedua dari orang-orang yang berada di kebun guna dihuni oleh penjaganya Dinas Perkotaan dan Pemukiman, 2006. Rumoh Aceh berkembang berdasarkan konsep kehidupan masyarakat yaitu suci. Konsep suci menyebabkan rumoh Aceh berdiri diatas panggung. Dari segi agama bentuk panggung ini dapat menghindari najis seperti anjing, bila kotor mudah di cuci. Peletakan ruang kotor seperti toilet atau ruang basah seperti sumur di buat jauh dari rumah Widosari, 2010. Konsep selanjutnya Widosari, 2010 menjelaskan penyesuaian terhadap tata cara beribadah seperti sholat. Sholat yang menghadap ke kiblat menyebabkan peletakan rumoh Aceh memanjang menghadap kiblat ke barat sehingga rumoh Aceh dapat menampung banyak orang sholat. Peletakan tangga tidak boleh di depan orang sholat sehingga tangga di tempatkan di ujung timur atau di bawah kolong rumah. Reunyeun tangga berfungsi sebagai titik batas yang boleh di datangi tamu selain Universitas Sumatera Utara anggota keluarga terutama laki-laki yang bukan keluarga dekat. Konsep ukhuwah atau hubungan antara masyarakat yang dekat dan terbuka menyebabkan rumoh Aceh yang relatif rapat dan tidak mempunyai pagar yang permanen. Lebih lanjut Widosari, 2010 menjelaskan rumoh Aceh merupakan hasil respons penghuni terhadap geografis sehingga memiliki tipe berbentuk panggung yang memberikan kenyamanan thermal kepada penghuninya. Tipe rumah ini juga membuat pandangan tidak terhalang dan memudahkan sesama warga saling menjaga rumah serta ketertiban kampung, sehingga dapat di manfaatkan sebagai sistem kontrol yang praktis untuk menjamin keamanan, ketertiban dan keselamatan penghuninya dari bahaya seperti; banjir, binatang buas, gempa, tsunami, kebakaran, dan orang asing. Struktur bangunan rumoh Aceh mempunyai kunci kekokohan dan keelastisan yaitu pada hubungan antara struktur utama yang saling mengunci, hanya dengan pasak dan bajoe tanpa paku, serta membentuk kotak tiga dimensional yang utuh rigid, keelastisan ini menyebabkan rumah tidak mudah patah, namun hanya terombang-ambing ataupun bangunan terangkat keatas yang kemudian mampu jatuh ketempat semula, walaupun bergeser hanya beberapa centimeter. Sebuah pondasi batu utuh yang hanya ditanam 5 cm juga memperlentur pergerakan keseluruhan bangunan sesuai dengan pergerakan tanah Widosari,2010. Akhir-akhir ini ada kecendrungan masyarakat Aceh untuk meninggalkan arsitektur tradisionalnya karena dinilai kurang praktis. Ditinjau dari aspek budaya, hal Universitas Sumatera Utara tersebut disatu sisi ada kerugiannya. Budaya juga pada dasarnya selalu berevolusi dan berubah mencari bentuk baru akulturasi bukan hanya kearah yang negatif tetapi juga mempunyai sisi positifnya yaitu dalam mencari suatu kepraktisan dalam memberi kemudahan kepada pemakainya yaitu masyarakat itu sendiri, misalnya masyarakat pedesaan sekarang sudah banyak yang memiliki kenderaan bermesin seperti sepeda motor. Menyimpan sepeda motor di atas rumoh Aceh sangat sulit, maka yang praktis adalah rumah di atas tanah atau rumah gedung Dinas Perkotaan dan Pemukiman, 2006. Selain kurang praktis, sulitnya mendapatkan tukang dan material bangunan serta upacara ritual pada saat pendirian rumah juga merupakan kendala di masyarakat untuk membangun rumoh Aceh. Upacara ritual yang begitu banyak saat mendirikan rumoh Aceh di mulai dari pemotongan kayu, penentuan tukang, mendirikan rumah dan penghuninya semua di tepung tawar peuesijuek yang disertai penyajian pulut kuning. Ritual ini juga diiringi pembacaan doa keselamatan, keberkahan hidup dan kemudahan rezeki. Ritual lain yang dilakukan pada saat mendirikan rumah yaitu menanam sikurah yaitu sebuah periuk tanah yang berukuran sedang didalamnya di masukkan telur ayam, daun seunijuek, keumenyan putih, bulu ijuk, sedikit emas 0,5 gram dan jarum. Periuk di bungkus dengan kain putih, lewat tengah malam di tanam di bawah tiang utama dengan ke dalaman sehasta, lalu empat gumpal tanah diambil kemudian Universitas Sumatera Utara dilemparkan ke empat jurusan mata angin sambil di bacakan doa untuk keselamatan, kemudian baru ditanam Dinas Perkotaan dan Pemukiman, 2006. Persepsi

2.4.1 Pengertian Persepsi