Metode Analisis Data Deskripsi Loksi Penelitian

3.7 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dengan mendeskripsikan setiap variabel penelitian dalam distribusi frekwensi. Selanjutnya dilakukan uji bivariat menggunakan uji statistik chi square untuk menganalisa hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis multivariat untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji regresi linear berganda pada tingkat kemaknaan 95 nilai p = 0,05, dengan persamaan sebagai berikut: Y = bo + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + µ Dimana: Y = Persepsi tentang rumoh Aceh bo = Konstanta X 1 = Pengetahuan X 2 = Pengalaman X 3 = Kebutuhan X 4 = Harapan b 1 -b 4 = Koefisien regresi µ = error of term Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Loksi Penelitian

Kota Banda Aceh merupakan kota yang terdapat di provinsi paling barat di Indonesia, terletak di ujung Pulau Sumatera yang sebahagian besar wilayahnya berada di wilayah pesisir Barat. Luas wilayah Kota Banda Aceh 61,36 km 2, terdiri atas 90 desa yang tersebar di 9 sembilan kecamatan. Penduduknya mencapai 61,007 KK, dengan jumlah laki-laki sebanyak 116.305 jiwa dan perempuan 106,941 jiwa. Dilihat dari letak geografis, Kota Banda Aceh terletak 2 derajat sampai 6 derajat lintang utara dan 95 derajat sampai 98 derajat bujur timur. Kota Banda Aceh merupakan daerah yang rawan terhadap gempa, karena berada pada lempengan patahan pulau Sumatera. Kondisi tersebut menyebabkan gempa dalam berbagai skala richter sering terjadi bahkan hingga terjadi tsunami. Data seratus tahun terakhir menunjukkan bahwa gempa yang menimbulkan bencana di Aceh terjadi pada tahun 1936 9 orang meninggal, 1983 100 orang luka- luka, 2004 menimbulkan tsunami dan kurang lebih 230.000 orang meninggal. Hingga saat ini gempa skala kecil sering terjadi di NAD Badan Arsip NAD, 2005. Tsunami yang menyebabkan korban mencapai ratusan ribu jiwa dalam seratus tahun terakhir terjadi sebanyak 2 dua kali, yakni tahun 1907 dan 2004. Pada tahun 1907 korbannya mencapai 400 orang, sedangkan pada tahun 2004 mencapai kurang Universitas Sumatera Utara lebih 230.000 orang dengan kerusakan yang sangat parah pada berbagai infrastruktur dasar Badan Arsip NAD, 2005. Kondisi terakhir yang dicatat Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika BMKG Aceh, sejak September sampai dengan November 2010 tercatat 3 tiga kali gempa melanda Aceh pada tanggal 15 dan 24 Oktober 2010 dan tanggal 30 September 2010 dengan kekuatan lebih dari 5 skala richter. Sebelumya pada 7 April 2010 terjadi gempa di Kota Banda Aceh dengan kekuatan 7,7 skala richter dan berpotensi terjadi tsunami. Saat kejadian gempa dan tsunami tahun 2004 yang meluluhlantahkan bumi Aceh, dari 9 sembilan kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh hanya 3 tiga kecamatan yang mengalami gempa tetapi tidak mengalami tsunami yaitu kecamatan Baiturrahman sebanyak 10 sepuluh desa, Jaya Baru sebanyak 9 sembilan desa dan Lueng Bata sebanyak 9 sembilan desa. Terdapat 1 satu kecamatan yaitu Kuta Alam yang dari 11 sebelas desanya, hanya 2 desa yang tidak mengalami tsunami, sedangkan 5 lima kecamatan lainnya yaitu Banda Raya sebanyak 10 sepuluh desa, Kuta Raja sebanyak 6 enam desa, Meuraxa sebanyak 16 enam belas desa dan Syiah Kuala sebanyak 10 sepuluh desa berpotensi terjadi gempa dan tsunami. Daerah-daerah yang mengalami kerusakan akibat gempa tsunami membutuhkan penanganan khusus dalam fase rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada fase rekonstruksi dan rehabilitasi juga diperlukan kerjasama lintas sektoral dari beberapa dinas terkait, organisasi dunia, negara-negara donor serta Majelis Pemangku adat Universitas Sumatera Utara daerah setempat lembaga adat Aceh yang mengatur tentang pertanian, hutan, laut dan pemerintahan. Lembaga Adat Aceh yang mengatur pemerintahan mulai dari tingkat provinsi sampai ke desa yang diisi oleh cerdik pandai terdiri atas tokoh agama ulama, tokoh ekonomi hariya, tokoh pemerintahan mukim dan tokoh adat, yang kesemuanya disebut dengan Tuha Peuet. Kedudukan dan peran Tuha Peuet salah satunya adalah membina adat, yang tugasnya selain mengurus hal-hal yang terkait dengan seremonial seperti pidato adat, acara-acara adat, tetapi juga diharuskan mengenal secara detail tentang ajaran-ajaran yang menyangkut seluk beluk hukum sesuai dengan kehendak adat. Membina adat bukan suatu hal yang mudah dan tidak mungkin hanya dilakukan oleh beberapa orang saja apalagi oleh Tuha Peuet sendiri, tetapi harus dilakukan secara lintas sektoral seperti pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi-organisasi massa. Membina adat atau melestarikan adat dan budaya berarti mempertahankan jati diri dan harga diri serta memperkuat kebudayaan sehingga dapat menjadi benteng menolak pengaruh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan orang Aceh, misalnya dalam hal membangun rumah yang tidak sesuai dengan keadaan lingkungan dan adat kebudayaan Aceh. Rumoh Aceh merupakan produk budaya Aceh yang dirancang sesuai dengan keadaan lingkungan Aceh yang rawan terhadap gempa dan tsunami, selain bernuansa Islami. Rumah ini mulai berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Universitas Sumatera Utara Setelah tsunami 2004 yakni pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, untuk melestarikan adat rumoh Aceh, pemerintah dan lembaga terkait yang bekerjasama dengan negara donor membuat rumoh Aceh di Gampong Pie Kecamatan Meuraxa dan Gampong Jawa di Kecamatan Kuta Raja. Gampong pie dan Gampong Jawa merupakan gampong yang letaknya persis di tepi pantai yang pada saat kejadian gempa dan tsunami 2004 nyaris tidak meninggalkan bangunan kecuali mesjid. Selain rumah, sarana-sarana umum lainnya juga dibangun dengan bangunan yang dapat mengantisipasi bencana terutama gempa dan tsunami misalnya seperti sarana sekolah, tempat ibadah, pasar dan sarana kesehatan. Adapun sarana kesehatan yang ada di Kota Banda Aceh hingga Desember 2010 terdiri atas: puskesmas sebanyak 10 sepuluh unit, rumah sakit umum pemerintah dan rumah sakit umum swasta sebanyak 10 sepuluh unit, pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar PONED sebanyak 1 satu unit, dan pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif PONEK sebanyak 1 satu unit. Dinkes Aceh, 2010. 4.2. Deskripsi Variabel 4.2.1. Karakteristik Responden