PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS KASUS PENYAKIT PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA

(1)

BERBASIS KASUS PENYAKIT PADA MATERI SISTEM

PEREDARAN DARAH MANUSIA

skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi

Oleh Trie Utami 4401407059

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv ABSTRAK

Utami, Trie. 2014. Pengembangan Desain Pembelajaran Biologi Berbasis Kasus Penyakit Pada Materi Sistem Peredaran darah Manusia. Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dr. Andreas Priyono Budi Prasetyo, M. Ed. dan Dr. Siti Harnina Bintari, M. S

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia.Produk hasil pengembangan berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan alat evaluasi berorientasi pembelajaran berbasis kasus penyakit. Kemudian produk ini divalidasi oleh pakar setelah itu diuji cobakan di kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 SMAN 2 Boyolali pada tahun ajaran 2013/2014 menggunakan desain penelitian quasi experimental design: nonrandomized control

group, pretest–posttest design. Hasil penelitian ini adalah metode pembelajaran yang

digunakan oleh guru pada materi sistem peredaran darah manusia meliputi ceramah, tanya jawab, diskusi, dan eksperimen namun, guru belum pernah mengembangkan desain pembelajaran berdasarkan salah satu dari metode tersebut. Produk yang dikembangkan telah memenuhi kriteria kelayakan sehingga dapat digunakan sebagai desain pembelajaran alternatif pada materi sistem peredaran darah manusia di SMAN 2 Boyolali.Penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusia berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar ranah kognitif, tetapi masih sulit untuk mengatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus berpengaruh terhadap hasil belajar ranah afektif dan psikomotorik siswa.

Kata kunci:hasil belajar, desain pembelajaran berbasis kasus penyakit, dan sistem peredaran darah manusia


(5)

v

karunia, dan rahmat-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan Desain Pembelajaran Biologi Berbasis Kasus Penyakit Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia”.Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi Strata 1 Jurusan Biologi FMIPA Unnes.

2. Dekan Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin

untuk melaksanakan penelitian.

3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kemudahan administrasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Andrreas Priyono Budi Prasetyo, M.Ed, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Dr. Siti Harnina Bintari, M.S, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Dr. Lisdiana, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Drs. Makno, M.H, selaku Kepala SMAN 2 Boyolali yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.

8. Dwi Hartanti, S.Pd, selaku guru mata pelajaran BiologiSMAN 2 Boyolali yang telah berkenan membantu dalam pelaksanaan penelitian.

9. Guru dan Staf Karyawan SMAN 2 Boyolali yang telah membantu selama


(6)

vi

10.Siswa-siswi kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

11.Keluargadi rumah yang selalu mendo‟akan dan mendukung tiada henti.

Terimakasih atas perhatian dan nasehat yang diberikan.

12.Mba, Mas beserta sanak saudara di Boyolali, terimakasih atas bantuannya hingga terselesaikannya skripsi ini.

13.Sahabat-sahabatku (Watay, Rini2, Ipey, PC, Nuerule, Musda, Susyong, Aryon, Nopi) yang selalu menjadi penghibur, „pembantu‟ dan penyemangat.

14.Akang, Teteh di Bandung (T‟Mel, Abah, Oni, P3, Yayase, dkk) terimakasih atas nasihat, ilmu dan dukungannya selama ini.

15.Semua pihak yang telah memberikan bantuan demi terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Amin.

Semarang, Agustus 2014


(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Penegasan Istilah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Pengaruh metode pembelajaran berbasis studi kasus terhadap hasil belajar ... 5

2. Pembelajaran berbasis kasus penyakit ... 6

3. Pengembangan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit ... 8

4. Materi sistem peredaran darah manusia ... 9

B. Kerangka Berpikir ... 11


(8)

viii BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

B. Subyek Penelitan ... 12

C. Variabel Penelitian ... 12

D. Rancangan Penelitian ... 13

E. Prosedur Penelitian ... 14

F. Data dan Cara Pengumpulan Data ... 19

G. Metode Analisis Data ... 19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 23

B. Pembahasan ... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(9)

ix

randomized Control Group, Pretest–Posttest Design ... 14

2. ... Vali

ditas Soal Uji Coba ... 16 3. ... Krit

eria Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Instrumen ... 18 4. ... Hasi

l Analisis Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba ... 18 5. ... Jeni

s Data dan Instrumen ... 19 6. ... Inter

val Kriteria ... 20 7. ... Krit eria Deskriptif Tingkat Keterlaksanaan LKS ... 22 8. ... Data

Jenis Desain Pembelajaran ... 23 9. ... Hasi

l Uji Kelayakan (Validasi) Silabus oleh Pakar ... 24 10. ... Hasi

l Uji Kelayakan (Validasi) RPP oleh Pakar ... 25 11. ... Rek

apitulasi Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 37 12. ... Ring

kasanUji perbedaan Dua Rata-rataPretest ... 37 13. ... Rek


(10)

x

14. ... Ring

kasan Uji Perbedaan Dua Rata-rata (Uji t) Posttest ... 38 15. ... Perb

andingan Peningkatan Hasil Belajar dan Selisih Nilai Siswa ... 39 16. ... Rek

apitulasi Hasil Observasi Psikomotorik Siswa ... 40

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. ... Kera

ngka Berpikir ... 11 2. ... Mod

ifikasi Langkah-langkah Penggunaan Metode R & D ... 13 3. ... Sila

bus Kelas Eksperimen ... 25 4. ... RPP

Sebelum Revisi ... 26 5. ... RPP


(11)

xi

8. ... LKS

Setelah Revisi ... 30 9. ... Daft

ar Pustaka LKS Sebelum Revisi ... 31 10. ... Daft

ar Pustaka LKS Setelah Revisi ... 32 11. ... Kata

Pengantar Sebelum Revisi ... 33 12. ... Daft

ar Isi Sebelum Revisi ... 34 13. ...

Kata pengantar Setelah Revisi ... 35 14. ... Daft

ar Isi Setelah Revisi ... 36 15. ... Prep

arat Apus Darah ... 40 16. ... Hasi

l Angket Afektif Siswa. ... 41 17. ... Rek

apitulasi Hasil Angket Keterlaksanaan LKS ... 42 18. ... Pers


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. ... Sila

bus Kelas Eksperimen ... 54 2. ... RPP

Kelas Eksperimen ... 57 3. ... Sila

bus Kelas Kontrol ... 63 4. ... RPP

Kelas Kntrol ... 65 5. ... Kisi

-kisi Soal Uji Coba ... 70 6. ... Soal

Uji Coba ... 71 7. ... Anal

isis Data Hasil Uji Coba Soal ... 77 8. ... Anal

isis Skor Pretest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 81 9. ... Skor

Pretest Postest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 84 10. ... Anal

isis Perbedaan Dua Rata-rata (Uji t) Skor Tes ... 86 11. ... Instr


(13)

xiii

13. ... Rek

apitulasi HasilBelajar Afektif ... 99 14. ... Lem

bar Penilaian Kinerja Siswa Saat Praktikum „Bentuk dan Struktur Sel Darah‟ (Aspek Psikomotorik) ... 103 15. ... Rub rik Penilaian Kinerja Siswa Saat Praktikum „Bentuk dan Struktur Sel Darah (Aspek Psikomotorik) ... 105 16. ... Cont

oh Hasil Praktikum “Bentuk dan Struktur Sel Darah” ... 107 17. ... Rek

apitulasi Data Hasil Observasi Praktikum “Bentuk dan Struktur Sel

Darah” ... 109 18. ... Hasi

l PretestSiswa Kelompok Kontrol ... 113 19. ... Hasi l PretestSiswa Kelompok Eksperimen ... 116 20. ... Rek

apitulasi Lembar Instrumen Penilaian (Validasi) I Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Kasus Penyakit ... 119 21. ... Rek

apitulasi Lembar Instrumen Penilaian (Validasi) II Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Kasus Penyakit ... 123 22. ... Cont

oh Hasil diskusi Kelompok Eksperimen ... 127 23. ... Sila


(14)

xiv

24. ... RPP

(Kelas Eksperimen) Sebelum Revisi ... 133 25. ... Hasi

l Validasi Silabus oleh Pakar ... 139 26. ... Hasi

l Validasi RPP oleh Pakar ... 141 27. ... Hasi

l Validasi I LKS Berbasis Kasus Penyakit oleh Pakar ... 143 28. ... Hasi

l Validasi II LKS Berbasi Kasus Penyakit oleh Pakar ... 158 29. ... Ang

ket Keterlaksanaan LKS yang telah Diisi oleh Siswa ... 174 30. ... Rek

apitulasi Keterlaksanaan LKS ... 176 31. ... Lem

bar Aktivitas Siswa saat Diskusi Kasus Penyakit Di Kelas ... 178 32. ... Post

er Kasus Penyakit Hasil Karya Siswa ... 182 33. ... Dok


(15)

1

A. LATAR BELAKANG

Desain pembelajaran merupakan perencanaan guru terhadap

pembelajaran.Pengembangan terhadap desain pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan hasil/mutu belajar (Clark 2010). Pada desain pembelajaran terdapat penjabaran mengenai materi belajar serta cara pelaksanaannya dalam pembelajaran di kelas. Desain pembelajaran mencakup silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan alat evaluasinya.Salah satu desain pembelajaran yang dikenal adalah desain pembelajaran berbasis kasus.Pembelajaran berbasis kasus pada awalnya digunakan oleh mahasiswa kedokteran (Irby 1994), hukum (Applegate 2000), dan juga teknik (Ontanon dan Plaza 2010), belakangan, kasus juga digunakan dalam bidang sains dan pendidikan (Prince dan Felder 2006.). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis kasus memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah meningkatkan motivasi belajar dan menstimulasi berpikir kritis siswa (Meil 2007).Selain itu pembelajaran berbasis kasus dapat melibatkan siswa secara aktif di kelas (Irby 1994).Sekalipun demikian, berdasarkan hasil observasi secara langsung di SMAN 2 Boyolali ternyata guru belum pernah mengembangkan dan menggunakan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit terutama pada materi sistem peredaran darah manusia.

Hasil wawancara dengan guru Biologi di SMAN 2 Boyolali menerangkan bahwa materi sistem peredaran darah bersifat abstrak. Guru mengemukakan bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa belum terlalu memuaskan. Cukup banyak siswa yang nilainya di bawah 75 (KKM Biologi SMAN 2 Boyolali: 75). Guru mengaku belum pernah mengembangkan dan menggunakan pembelajaran berbasis kasus penyakit. Kemudian guru juga merasa tertarik untuk mencoba desain pembelajaran tersebut untuk pembelajaran materi sistem peredaran darah pada manusia dan di kelas XI IPA.


(16)

2

Setelah melihat hasil positif dari penelitian sebelumnya, wawancara dengan guru dan kenyataan belum adanya desain pembelajaran berbasis kasus penyakit di lapangan, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian pengembangan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah pada manusia di kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali.Penelitian ini difokuskan pada pembuatan dan pengembangan desain pembelajaran.Desain pembelajaran berbasis kasus penyakit meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan alat evaluasi yang berorientasi pada pembelajaran berbasis kasus.

Produk hasil pengembangan desain pembelajaran berbasis kasus ini berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan alat evaluasi berorientasi pembelajaran berbasis kasus penyakit akan digunakan oleh siswa sebagai salah satu alternatif kegiatan belajar. Kemudian hasil dari pengembangan dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah yaitu sebagai desain pembelajaran alternatif untuk SMAN 2 Boyolali kelas XI IPA.Sedangkan manfaat bagi guru yaitu dapat memakai produk sebagai alternatif desain pembelajaran di kelas XI IPA pada materi sistem peredaran darah manusia.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu:

1. Desain pembelajaran seperti apa yang digunakan oleh guru untuk

mengajarkan materi sistem peredaran darah manusia kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali ?

2. Bagaimana mengembangkan desain pembelajaran Biologi berbasis kasus

penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia?

3. Apakah desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali?


(17)

C. PENEGASAN ISTILAH

Dalam penelitian ini perlu dijelaskan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian untuk mengetahui batasan tentang istilah tersebut. Adapun istilah yang perlu dijelaskan adalah:

A. Desain Pembelajaran Berbasis Kasus

Desain pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari definisi desain

pembelajaran sebagai proses, yaitu desain pembelajaran merupakan

pengembangan sistematis dari pembelajaran berdasarkan teori-teori belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Di dalamnya terdapat proses menyeluruh mengenai analisis tujuan-tujuan pembelajaran dan pengembangan sistem untuk mencapai tujuan belajar. Termasuk di dalamya adalah pengembangan materi belajar, aktivitas belajar, soal latihan dan evaluasi pembelajaran (Anonim 2012).Pembelajaran berbasis kasus merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran induktif, siswa diberikan sebuah kasus yang melibatkan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.Kasus yang digunakan dalam pembelajaran berbasis kasus merupakan kasus yang well problem atau masalah yang terdefinisi dengan jelas dan merupakan kasus nyata. (Prince dan Felder 2007). Desain pembelajaran berbasis kasus yang akan dikembangkan dalam penelitian ini didefinisikan secara operasional sebagai pengembangan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sumber/bahan ajar dan alat evaluasi yang berorientasi pada pembelajaran berbasis kasus.

B. Hasil belajar

Dalam pandangan konstruktivisme, belajar merupakan proses individual yang terjadi dalam diri siswa dan siswa sendiri pula yang mengkonstruksi ulang informasi baru diterima dengan pengetahuan awalnya (Pince dan Felder 2006; Trianto 2007). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima informasi dari proses pembelajaran (Sudjana 2009). Di dalam taksonomi Bloom (ranah belajar), rumusan hasil belajar terdiri atas 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Anni et al 2012). Hasil belajar dalam penelitian ini didefinisikan secara operasional sebagai hasil belajar ranah kognitif berupa skor pre-test dan


(18)

4

pembelajaran berlangsung, dan hasil belajar psikomotorik berupa observasi kinerja siswa saat melakukan praktikum pada materi sistem peredaran darah manusia. Indikator ketuntasan belajar yang ditentukan dalam penelitian disesuaikan dengan kriteria ketuntasan klasikal 75% pada KKM 75.

D. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui desain pembelajaran yang digunakan

pada saat pembelajaran materi sistem peredaran darah manusia di kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali

2. Untuk membuat desain pebelajaran Biologi berbasis kasus

penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia.

3. Untuk menguji pengaruh penerapan desain pembelajaran

Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA di SMAN 2 Boyolali

E. MANFAAT PENELITIAN

Pengembangan desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia diharapkan dapat memberikan manfaat secara pragmatis, yaitu bagi sekolah dapat mensosialisasikan penggunaan desain pembelajaran ini sebagai alternatif dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.


(19)

5 A. Tinjauan Pustaka

1. Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Studi Kasus Terhadap Hasil Belajar

Belajar menurut Hilgrad (Nasution 2004) adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan baik dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima informasi dari proses belajar. Di dalam taksonomi Bloom, rumusan hasil belajar terdiri atas 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual.Ranah afektif berkenaan dengan sikap.Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.Jadi hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan-kemampuan siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang terdiri atas ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hasil penelitian penggunaan metode pembelajaran berbasis studi kasus dalam pembelajaran menunjukkan hasil yang positif. Menurut hasil penelitian Meil (2007) yang berjudul “The Use of Case Studies in Teaching Undergraduate Neuroscience” dilaporkan bahwa pembelajaran dengan metode studi kasus dapat meningkatkan motivasi belajar dan menstimulasi berpikir kritis siswa serta membuat pelajaran menjadi lebih nyata dan berkesan bagi siswa. Selain itu menurut hasil penelitian Irby (1994) yang berjudul “Three Exemplary Models of Case-Based Teaching”, pembelajaran berbasis kasus terbukti dapat melibatkan siswa secara aktif di kelas dan menciptakan lingkungan belajar kolaboratif di mana siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok diskusi.Menurut hasil penelitian Norman (2007) pembelajaran berbasis kasus baik digunakan sebagai strategi mengajar karena pembelajarannya berpusat pada siswa dan mengajak siswa secara belajar berkelompok untuk memecahkan sebuah kasus kompleks.


(20)

6

2. Pembelajaran Berbasis Kasus Penyakit

Metode pembelajaran berbasis kasus pertama kali diperkenalkan pada tahun 1870-an dan sudah digunakan selama bertahun-tahun oleh sekolah bisnis dan hukum di Universitas Harvard. Kemudian, metode pembelajaran ini diadopsi pada berbagai bidang seperti bidang kesehatan dan teknik (Kaddoura 2011). Pembelajaran berbasis kasus biasanya menyajikan kasus yang sudah terstruktur, berdetail kontekstual, dan berhubungan dengan materi yang dipelajari (Prince dan Felder 2007). Pembelajaran berbasis kasus merupakan sebuah metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa.

Siswa disajikan sebuah narasi tentang sebuah kejadian cerita atau narasi inilah yang disebut sebagai „kasus‟. Kasus yang akan dijadikan bahan diskusi di kelas adalah kasus penyakit yang terjadi pada sistem peredaran darah manusia. Kasus-kasus semacam itu banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.Misalnya, serangan jantung, stroke, hipertensi, dan leukemia.Pada pembelajaran, diharapkan siswa merasa familiar dengan kasus tersebut.

Inti dari pembelajaran berbasis kasus adalah kasus itu sendiri.Kasus dapat diambil dari kasus yang pernah terjadi maupun kasus rekaan.Kasus diusahakan dibuat semenarik dan senyata mungkin bagi kasus rekaan, hal ini bertujuan agar siswa lebih tertarik dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, kasus untuk pembelajaran harus disiapkan sebaik mungkin dan setidaknya memiliki kriteria (Herreid 1998) berikut:

a. A good case tells a story. Sebuah kasus yang baik memiliki alur menarik dan

berhubungan dengan pengalaman siswa. Sebuah kasus yang baik juga memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Bagian akhir akan ada setelah siswa selesai mengambil kesimpulan.

b. A good case is set in the past five years. Sebuah kasus yang baik dibuat

seaktual mungkin dan berhubungan dengan isu-isu terkini. Hal ini bertujuan agar kasus yang didiskusikan dirasa penting oleh siswa. Akan lebih baik lagi bila siswa pernah mendengar kasus tersebut dari berita atau lainnya.

c. A good case creates empathy with central characters. Kasus dibuat dengan


(21)

siswa merasa lebih terlibat dengan kasus tetapi juga agar pemikiran dari si karakter tersebut menjadi pertimbangan siswa dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu kasus.

d. A good case includes quotations. Tidak ada cara yang lebih baik untuk

mendapatkan empati dari siswa selain membiarkan karakter berbicara dengan suaranya sendiri, sehingga digunakan kalimat langung dalam penuturan narasinya.

e. A good case is conflict provoking. Kasus sebisa mungkin mengangkat topik

yang kontroversial.

f. A good case is decision forcing. Tidak semua kasus memiliki pilihan (dilema)

yang diperlukan untuk menyelesaikannya, tetapi adanya kesegeraan dan keseriusan dalam pengambilan keputusan dalam sebuah kasuslah yang harus ditekankan. Sehingga pada gilirannya siswa tidak hanya mengomentari sebuah kasus melainkan juga berperan sebagai pengambil keputusan.

g. A good case is short. Lebih mudah mempertahankan perhatian seseorang pada

waktu pendek. Kasus harus cukup panjang untuk memperkenalkan detailnya, tetapi tidak terlalu panjang hingga membosankan pembacanya.

Keunggulan pembelajaran berbasis kasus yaitu : a) Meningkatkan kemampuan siswa mengingat. b) Meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. c) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. d) Melatih kemampuan siswa untuk berpikir objektif dalam pengambilan keputusan. e) Melatih kemampuan siswa dalam mengidentifikasi isu-isu yang relevan. f) Membantu siswa untuk melihat sebuah masalah dari berbagai sudut pandang (Prince dan Felder 2007).

Pembelajaran berbasis kasus juga mempunyai

keterbatasan-keterbatasan. Beberapa keterbatasannya yaitu : a) Memerlukan waktu lama untuk mempersiapkan perangkat pembelajarannya. b) Bagi siswa yang belum terbiasa berpikir kritis akan merasa kurang nyaman dengan pembelajaran berbasis kasus sehingga pada akhirnya mempengaruhi hasil belajarnya. c) Pembelajaran berbasis kasus dapat memberikan siswa pemahaman yang sifatnya lebih praktikal, terkadang detail tekstual menjadi terabaikan.


(22)

8

3. Pengembangan Desain Pembelajaran Berbasis Kasus Penyakit

Pengembangan desain pembelajaran merupakan prosedur yang terorganisasi dan sistematis (Warsita 2008) meliputi: a) Penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari); b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan belajar); d) pelaksanaan atau aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi); e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).

Pengembangan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan alat evaluasi yang berorientasi pada pembelajaran berbasis kasus penyakit. Berikut dijelaskan mengenai perangkat pembelajaran.

a. Silabus

Silabus didefinisikan sebagai produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjutdari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa agar

tercapainya standar kompetensidan kompetensi dasar.Prinsip-prinsip

pengembangan silabus harus memperhatikan karakteristik ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh (Muslich 2007).

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan penjabaran detail yang lebih rinci serta operasional dari silabus sehingga RPP siap dijadikan pedoman atau skenario dalam pembelajaran.

Prinsip-prinsip penyusunan RPP (Mulyasa 2009) yaitu: a) merumuskan kompetensi dengan jelas, harus sederhana dan fleksibel, b) menunjang kompetensi dasar yang akan diwujudkan, c) RPP harus dibuat secara utuh menyeluruh serta jelas pencapaiannya, d) adanya keterkaitan dan keterpaduan antar komponen RPP.


(23)

c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS akan memuat; judul, Standar Kompensi dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai, paparan isi materi belajar, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.LKS yang baik haruslah memiliki komponen/kriteria tertentu, yang sesuai dengan petunjuk pengembangan bahan ajar yang dikeluarkan oleh Depdiknas.Komponen tersebut meliputi komponen kelayakan isi, penyajian, dan bahasa. Berikut penjabaran singkatnya (Depdiknas 2012):

1) Komponen kelayakan isi antara lain: (a) kesesuaian dengan SK/KD; (b) keakuratan materi; (c) kemutakhiran materi; (d) mendorong keingintahuan; (e) perluasan wawasan

2) Komponen penyajian antara lain: (a) teknik penyajian; (b) pendukung penyajian; (c) penyajian pembelajaran; (d) koherensi dan keruntutan alur pikir. 3) Komponen kebahasaan antara lain: (a) komunikatif

4. Materi sistem peredaran darah manusia

Materi sistem peredaran darah manusia merupakan materi pokok yang diberikan pada kelas XI IPA.Standar kompetensi yang diinginkan yaitu menjelaskan struktur dan fungsi organ peredaran darah manusia dan hewan tertentu, kelainan/penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada Salingtemas.Kompetensi dasar yang hendak dicapai adalah siswa mampu menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem peredaran darah manusia. Indikator dari materi ini adalah:

a. Kognitif: 1) Proses

a) Siswa mampu mengidentifikasi struktur dan fungsi pada sistem peredaran darah manusia

b) Siswa mampu menganalisis penyebab penyakit/kelainan pada sistem peredaran darah manusia

c) Siswa mampu menyebutkan gejala penyakit/kelainan pada sistem


(24)

10

d) Siswa mampu mengidentifikasi solusi terhadap penyakit/kelainan pada sistem peredaran darah manusia

e) Siswa mampu menyebutkan teknologi yang digunakan dalam pengobatan

untuk penyakit/kelainan pada sistem peredaran darah manusia

2) Produk

Poster hasil riset mandiri mengenai kesehatan sistem peredaran darah manusia b. Psikomotor

Siswa terampil membuat apusan darah, mengamati hasil apus darah di bawah mikroskop, dan menggambar hasil pengamatannya.

c. Afektif

Pengembangannilai- nilai dasar yaitu ingin tahu, teliti, berani, percaya diri, kerja sama, kreatif, dan toleransi


(25)

B. Kerangka Berpikir

Gambar 1 Kerangka berpikir

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia yang diterapkan di kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali berpengaruh signifikan terhadap hasil skor tes siswa pada materi sistem peredaran darah manusia.

Dari hasil observasi di SMA, diperoleh informasi, yaitu:

1. Materi sistem peredaran darah pada manusia bersifat abstrak

2. banyak siswa yang belum memenuhi KKM pada ujian semester ganjil

3. Desain pembelajaran berbasis kasus penyakit belum pernah digunakan oleh guru 4. Guru merasa tertarik untuk menggunakan desain pembelajaran berbasis kasus

penyakit karena belum pernah digunakan oleh guru

Penerapan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit berpengaruh positif terhadap hasil skor tes siswa

Pengembangan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit

Validasi pakar materi dan pedagogik Biologi

Uji coba produkmelalui Quasi experimental design

Desain pembelajaran berbasis kasus penyakit dapat diterapkan di SMA

Pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar siswa (Irby 1994, Meil 2007, dan Norman 2007)


(26)

12

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Uji coba pemakaian dilaksanakan di SMAN 2 Boyolali pada tahun ajaran 2013-2014.

B. Subyek Penelitian

Dalam uji coba pemakaian terdapat populasi dan sampel.Populasi adalah obyek atau subyek yang memiliki karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2011).Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali yang terbagi dalam lima kelas pararel.

Dari populasi tersebut diambil sampel untuk diteliti, namun karena adanya keterbatasan waktu dan tempat, sehingga untuk menentukan jumlah sampel digunakan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling (Sugiyono 2011) yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu yang dipilih menurut pertimbangan dari pakar, atau dalam penelitian ini adalah guru bidang studi Biologi. Berdasarkan pertimbangan guru, dipilih empat kelas yaitu kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 4, dan XI IPA 5 sebagai kelas sampel, dimana kelas-kelas tersebut mempunyai rata-rata hasil belajar yang seimbang. Dari kelas-kelas tersebut, dua kelas pembanding (kontrol) yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 5 dan yang dua kelas perlakuan (eksperimen) yaitu kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2011). Variabel- variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(27)

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono 2011).Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia.

2. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas.Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perolehanhasil skor tes siswa.materi sistem peredaran darah manusia setelah uji produk.

D. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian pengembangan (Research and Development).Metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono 2011).

Langkah-langkah penelitian pengembangan perangkat pembelajaran biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia yang telah dimodifikasi dapat dilihat pada gambar berikut (Gall 2003):

Gambar 2 Modifikasi langkah-langkah penggunaan Metode R & D

1.Analisis kebutuhan

2.Analisisinst ruksional

4.Merumuskan tujuan belajar

3.Analisis karakteristik siswa

7.Revisi desain pembelajaran

5.Pengembangan desain

pembelajaran: silabus, RPP, LKS, dan alat evaluasi berbasis kasus penyakit

6.Validasi desain pembelajaran oleh pakar materi dan pedagogik Biologi

8.Uji coba desain pembelajaran berbasis kasus penyakit


(28)

14

Penelitian Research and Development (R&D) meliputi tiga tahap, yaitu tahap research, development dan research again. Tahap researchmeliputi analisis kebutuhan, analisis instruksional, dan karakteristik siswa.Kemudian pada tahap

development, meliputi perumusan tujuan belajar, pengembangan desain

pembelajaran, validasi desain pembelajaran oleh pakar materi dan pedagogik Biologi, revisi desain, dan validasi desain yang sudah direvisi oleh pakar materi dan pedagogik Biologi. Sedangkan untuk menguji keefektifan produk tersebut, maka diperlukan uji coba desain pembelajaran (research again) untuk menguji keefektifan desain pembelajaran.

Dalam menguji keefektivan produk, peneliti menggunakan desain penelitian quasi experimental designdengan tipe Nonrandomized Control Group,

Pretest–Posttest Design(Ary 2010).Desain eksperimen tersebut dapat ditunjukkan

sebagai berikut

Tabel 1 Nonrandomized Control Group, Pretest–Posttest Design

Kelompok pretest Variabel bebas postest

Eksperimen Y1 X Y2

Kontrol Y1 Y2

Keterangan: X= perlakuan

Y1= pemberian pretest Y2= pemberian posttest

Pengaruh perlakuan diukur dengan cara (O2-O1) – (O4-O3). Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan uji rata-rata dua pihak (uji t) yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian dan pengembangan yaitu:

1. Melakukan observasi awal ke sekolah untuk mengidentifikasi masalah melalui wawancara dengan guru bidang studi Biologi.


(29)

2. Menganalisis standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian pada materi sistem peredaran darah pada manusia. Menentukan cakupan materi yang akan digunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran berbasis kasus penyakit.

3. Mengembangkan desain pembelajaran berupa silabus, RPP, LKS, dan soal-soal tes dan menyusun instrumen tes uji coba produk yang akan digunakan sebagai alat ukur hasil belajar

4. Melakukan validasi produk dikembangkan berdasarkan rubrik penilaian oleh

pakar/ahli materi dan pembelajaran biologi menggunakan angket penilaian kelayakan perangkat pembelajaran berbasis kasus. Pakar/ahli dalam validasi produk oleh dosen jurusan Biologi FMIPA Unnes dan guru Biologi di SMA. 5. Desain produk yang telah divalidasi oleh pakar dan diketahui kekurangannya, kemudian dilakukan revisi (perbaikan) terhadap isi dan format produk tersebut sehingga siap untuk digunakan.

6. Melakukan uji coba soal dengan jumlah soal 40 item pilihan ganda dan 5 essay selama 45 menit. Soal yang akan digunakan dalam penelitian berjumlah 15 soal pilihan ganda dan 5 soal essay, sehingga apabila terdapat soal yang valid melebihi ketentuan, maka dilakukan pertimbangan pemilihan soal yaitu dengan disesuaikan dan diseimbangkan untuk setiap indikator dan tingkat kognisi soal. Berdasarkan pertimbangan guru bidang studi, uji coba soal dilakukan pada kelas XI IPA 3.

7. Menganalisis kualitas instrumen tes. Kualitas instrumen tes dinilai dengan menentukan validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukaran soal tes.

1) Validitas Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instumen.Validitas digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu validitas isi, validitas konstruk, dan validitas berdasarkan kriteria.Validitas tes diketahui


(30)

16

2 2

2 2

(

) )( (

Y Y

N X X

N

Y X XY

N

rxy

Keterangan:

rxy : koefisien antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan X : skor butir

Y : skor total

Setelah diperoleh harga rxy kemudian dikembalikan dengan r kritik product

moment dengan taraf α = 5 % adalah 0,423. Jika rxy> rtabel maka soal dikatakan

valid dan sebaliknya.Hasil analisis validitas tes soal uji coba dapat dilihat pada tabel 2 berukut ini.

Tabel 2.validitas soal tes uji coba

Kriteria Nomor Soal

Valid 1, 3, 4, 5, 9, 10, 11, 13, 15, 19, 20, 21, 24, 26, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 37, 38, (57,5%)

Tidak Valid 2, 6, 7, 8, 12, 14, 16, 17, 18, 22, 23, 25, 27, 35, 36, 39, 40 (42,5%)

2) Reliabilitas Tes

Reliabilitas skor tes menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto 2006). Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui tingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) dari skor tes (Rudyatmi dan Rusilowati 2009).

Dalam penelitian ini relibialitas diukur dengan menggunakan rumus K-R 21karena alat evaluasi berbentuk tes pilihan ganda. Rumus tersebut adalah (Kurder dan Richardson dalam Arikunto 2006).


(31)

11 r

t

kV M k M k

k ( )

1 1

Keterangan:

11

r : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir soal

M : skor rata-rata

Vt : varians total

Setelah r11diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga r tabel. Apabila

11

r >rtabel maka dikatakan instrumen tersebut reliabel. Berdasarkan hasil analisis

yang dilakukan, diketahui bahwa r11 untuk uji coba soal adalah 0,832 dan rtabel untuk n=22 dengan taraf kepercayaan 5% adalah 0,686. Dengan demikian r11 lebih besar daripada rtabel berarti soal tes uji coba tersebut reliabel.

3) Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (p kapital), singkatan dari kata “proporsi”.

Rumus mencari P adalah:

JS B

IK (Rudyatmi dan Rusilowati 2009)

Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

B = Jumlah siswa menjawab benar butir soal


(32)

18

Tabel 3. Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Instrumen

Interval Indeks Kesukaran Kriteria

0,00-0,30 0,31-0,70 0,71-1,00

Sukar Sedang Mudah (Sumber: Rudyatmi dan Rusilowati 2009)

Hasil analisis tingkat kesukaran tes uji coba dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil analisis tingkat kesukaran tes uji coba

Kriteria Nomor Soal

Sukar 4, 7, 15, 16, 21, 28 (15%)

Sedang 1, 2, 3, 5, 6, 10, 11, 13, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36,37, 38, 39, 40 (67,5%)

mudah 8, 9, 12, 14, 17, 18, 34 (17,5%)

8. Uji coba pemakaian produk dilakukan dengan cara membandingkan dengan kelompok yang tidak menggunakan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit. Uji coba pemakaian dilaksanakan di kelas XI IPA 1 dan XI IPA 5 sebanyak dua kelas, satu kelas sebagai kelompok kontrol dan kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 sebagai kelompok eksperimen. Data yang diambil dalam tahap ini adalah penilaian produk menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan skor hasil

pretest-postest siswa.

9. Revisi produk dengan cara mengevaluasi hasil uji coba pemakaian dan menyempurnakan produk berdasarkan data-data dari hasil uji coba pemakaian. 10. Produk jadi berupa desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah pada manusia yang telah melalui beberapa uji coba dan perbaikan.


(33)

F. Data dan Cara Pengumpulan Data

Data dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 5 berikut

Tabel 5 Jenis data dan Instrumen

Jenis instrumen

Data yang dikumpulkan

Jenis data

Teknik validasi dan reliabilitas

Angket Perangkat

pembelajaran Biologi di SMAN 2 Boyolali

Nominal

-Angket Tingkat keterlaksanaan LKS berbasis kasus

Interval

-Instrumen validasi pakar/ahli

Kualitas desain pembelajaran

Nominal Validasi konten/isi oleh pakar/ahli pembelajaran

Tes hasil belajar

Hasil skor pretest dan

posttest siswa

Rasio Validasi : Korelasi product

moment

Reliabilitas soal PG : KR-21

G. Metode Analisis Data

1. Data mengenai perangkat pembelajaran Biologi yang selama ini diterapkan pada pembelajaran Biologi materi sistem peredaran darah manusia di SMAN 2 Boyolali dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif.

2. Data penilaian pakar. Data penilaian pakar terhadap perangkat pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia dianalisis dengan teknik deskriptif persentase. Dengan cara menghitung skor yang dicapai dari seluruh aspek yang dinilai kemudian menghitungnya dengan rumus sebagai berikut (Ali 1994):

% 100

x Nk

k N

Keterangan:

N : Persentase aspek

k : Skor yang dicapai


(34)

20

Tabel 6. Interval Kriteria

Interval Kriteria Kriteria

81% < N< 100% 62% < N < 81 % 43% < N < 62 % 24% < N < 43 %

Layak Cukup Layak Kurang Layak

Tidak Layak 3. Uji hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia berpengaruh signifikan terhadap hasil skor tes siswa SMAN 2 Boyolali.

Hipotesis statistiknya adalah:

Ho : penerapan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil skor tes siswa (μ1 ≤ μ2)

Ha : penerapan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusia berpengaruh signifikan terhadap hasil skor tes siswa (μ1 > μ2)

Keterangan:

μ1= Nilai rata-rata kelompok eksperimen μ2= Nilai rata-rata kelompok kontrol

Kemudian untuk membandingkan hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen digunakan analisis data t-test dengan rumus (Sudjana 2002):

2 1 2 1 1 1 n n s x x t dengan: 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 n n s n s n s


(35)

Keterangan:

1

x : nilai rata-rata kelompok kelas eksperimen

2

x : nilai rata-rata kelompok kelas kontrol 2

1

s : varian data pada kelompok kelas eksperimen

2 2

s : varian data pada kelompok kelas kontrol

2

s : varian gabungan

1

n : banyaknya subyek pada kelompok kelas eksperimen

2

n : banyaknya subyek pada kelompok kelas kontrol

Kriteria pengujian : Jika thitung < t0,05 αmaka tidak berbeda signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, sedangkan jika thitung > t0,05 αmaka terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

4. Analisis selisih rata-rata. Analisis ini untuk mengetahui seberapa besar selisih rata-rata sebelum dan sesudah adanya pembelajaran pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Rumus yang digunakan adalah:

X= X2 - X1 Keterangan:

X= Selisih nilai rata-rata pretest dan posttest

X1= Nilai rata-rata pretest X2= Nilai rata-rata posttest


(36)

22

5. Data mengenai tingkat keterlaksanaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Kasus Penyakit dianalisis dengan teknik deskriptif persentase (Sudjana dan Ibrahim 2009):

% 100

x N F P Keterangan: P : Persentase

F : Banyaknya responden yang memilih jawaban ya N : Banyaknya responden yang menjawab kuesioner

Tabel. 7. Kriteria deskriptif tingkat keterlaksanaan LKS

Interval (%) Kriteria

75% < P ≤ 100% Sangat baik

50% < P ≤ 74% Baik

25% < P ≤ 49% Cukup baik


(37)

23 A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI IPA di SMAN 2 Boyolali, Jawa Tengah.Hasil penelitian terdiri dari: 1) Desain pembelajaran yang digunakan oleh guru Biologi, 2) Pengembangan desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia, dan 3) Pengaruh penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali. Berikut disajikan data-data hasil penelitian.

1. Desainpembelajaran yang digunakan oleh guru Biologi

Data jenis desain pembelajaran yang digunakan oleh guru Biologi pada materi sistem peredaran darah manusia diperoleh dari dokumen perangkat pembelajaran guru dan dari angket wawancara.Data disajikan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Data jenis desain pembelajaran yang digunakan oleh guru pada materi sistem peredaran darah manusia

Desain pembelajaran Keterangan

Metode pembelajaran Ceramah, tanya jawab, diskusi, dan eksperimen

Sumber belajar buku paket BSE dan referensi lainnya

*Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11

Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru pada materi sistem peredaran darah manusia pada Tabel 8 meliputi ceramah, tanya jawab, diskusi, dan eksperimen. Kemudian menurut guru Biologi, metode pembelajaran yang paling sesuai bagi materi sistem peredaran darah manusia adalah pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, serta pembelajaran berbasis penemuan.Pada dokumen Silabus dan RPP milik guru, tercantum bahan ajar yang digunakan berupa buku paket BSE dan referensi lainnya.


(38)

24

2. Pengembangan desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia

a. Silabus

Data kelayakan silabus yang digunakan di kelas eksperimen pada materi Sistem Peredaran Darah Manusia diperoleh dari angket kelayakan yang telah divalidasi oleh dosen ahli.Hasil uji kelayakan (validasi) silabus oleh pakar disajikan dalam Tabel9 berikut.

Tabel 9. Hasil uji kelayakan (validasi) silabus oleh pakar

No Aspek yang dinilai Skor Penilaian

1

Terdapat komponen-komponen silabus (identitas sekolah, SK, KD, indikator, kegiatan pembelajaran, penilaian, sumber belajar, alokasi waktu)

4

2 Kesesuaian bahasa yang digunakan dalam silabus dengan EYD 3

3 Kesesuaian pemilihan subpokok bahasan 3

4 Kesesuaian indikator dengan KD 3

5 Kesesuaian bidang kajian dengan indikator 3

6 Kesesuaian kegiatan pembelajaran dengan indikator 3

7 Kesesuaian penilaian dengan indikator 3

8 Kesesuaian instrumen penilaian dengan bentuk instrumen 3

9 Kesesuaian sumber belajar dengan indikator 4

10 Materi dan kegiatan dalam silabus berorientasi pada keterampilan proses

membuat hipotesis, melakukan pengamatan, dan penjelasan 4

11 Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional

dalam mencapai kompetensi yang diharapkan 4

12

Ruang lingkup, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi sesuai dengan karakteristik peserta didik (tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik)

3

13 Komponen silabus mengandung unsur berbasis kasus 3

14 Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik

kognitif, afektif, maupun psikomotor 4

15 Materi dan kegiatan pembelajaran dalam silabus menekankan siswa

belajar secara kooperatif 4

jumlah skor 51

Persentase skor kelayakan (%) 85.0%

Persentase kelayakan silabus secara keseluruhan adalah 85% yang termasuk kategori “layak”.Meskipun sudah masuk kategori layak, beberapa perbaikan dilakukan atas saran pakar yang berkenaan dengan kesalahan pada


(39)

hanya terdapat enam indikator yaitu, perilaku ingin tahu, berani, percaya diri,

kerja sama, kreatif, dan toleransi. Sedangkan di RPP, selain keenam indikator

perilaku tadi, juga tertapat indikator perilaku teliti.Sehingga pakar menyarankan untuk merevisinya dengan menambahkan satu indikator lagi yaitu indikator

perilaku teliti agar isi silabus sesuai dengan isi RPP.Lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 3 berikut.

a

b

Gambar 3Silabus kelas eksperimen (a) Sebelum revisi, indikator afektif belum memuat “perilaku teliti”(b) setelah revisi sudah memuat indikator „perilaku teliti‟

b. RPP

Data kelayakan RPP yang digunakan di kelas eksperimen pada materi Sistem Peredaran Darah Manusia diperoleh dari angket kelayakan yang telah divalidasi oleh dosen ahli.Hasil uji kelayakan (validasi) RPP oleh pakar disajikan dengan skala penialaian 1-4 yang dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Hasil uji kelayakan (validasi) RPP oleh dosen pakar

No Aspek yang dinilai Skor Penilaian

1 Kesesuaian dengan silabus 3

2 Kesesuaian bahasa dengan EYD 3

3 Keterkaitan dan keterpaduan antar komponen-komponen RPP 4

4 Tujuan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi

dasar

4

5 Kegiatan pembelajaran menunjang dan sesuai dengan kompetensi dasar

yang ingin dicapai


(40)

26

No Aspek yang dinilai Skor Penilaian

6 Kegiatan pembelajaran menekankan pada kemampuan berpikir dalam

membuat hipotesis, melakukan eksperimen, dan menganalisis hasil kegiatan

4

7 Skenario pembelajaran terinci dengan jelas mengandung unsur-unsur

pembelajaran berbasis kasus dan alokasi waktu terinci jelas pada setiap tahap

3

8 Memperhatikan partisipasi aktif peserta didik 4

9 Mendorong siswa untuk membaca dan menulis 4

10 Kesesuaian alokasi waktu dengan kegiatan pembelajaran 3

jumlah skor 36

presentase skor kelayakan (%) 90

Persentase kelayakan RPP secara keseluruhan adalah 90% sehingga termasuk kategori “layak”.Beberapa perbaikan dilakukan atas saran pakar yang berkenaan dengan kesalahan pada format penulisan di langkah-langkah pembelajaran.Terdapat penulisan singkatan yang tidak lazim pada kegiatan pendahuluan, yaitu „KM‟.Peneliti bermaksud menyingkat gabungan kata “Ketua Murid” menjadi “KM”.Setelah mendapat saran dari pakar, singkatan “KM” diganti dengan gabungan kata yang lebih lazim digunakan dan tanpa disingkat yaitu “ketua kelas”.Selengkapnya dapat dilihat dalam gambar 4dan gambar 5 berikut.

Gambar 4 RPP sebelum direvisi, singkatan „KM‟ pada RPP merupakan singkatan yang tidak lazim digunakan


(41)

Gambar 5 RPP setelah direvisi, singkatan KM pada RPP kemudian diganti dengan „ketua kelas‟

c. Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Kasus Penyakit

Uji kelayakan oleh pakar yaitu oleh dilakukan dua kali, yaitu pada desain awal produk (validasi I) dan desain produk setelah selesai revisi (validasi II).Data hasil uji kelayakan Lembar kerja Siswa (LKS) Berbasis Kasus Penyakit Pada Sistem Peredaran Darah Manusia oleh pakar disajikan dalam Gambar 6 berikut.

Gambar 6 Grafik hasil uji kelayakan (validasi) LKS berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusia oleh pakar

Persentase kelayakan LKS pada validasi pertama meliputi kelayakan isi 85%, kelayakan penyajian 68% dan kelayakan bahasa 81% atau secara keseluruhan persentase kelayakan LKS pada validasi pertama adalah 78%, termasuk kategori “cukup layak”. Kemudian persentase kelayakan LKS pada validasi kedua meliputi kelayakan isi 89%, kelayakan penyajian 95%, dan


(42)

28

kelayakan bahasa 81% atau secara keseluruhan persentase kelayakan LKS pada validasi kedua adalah 88,3% yang termasuk kategori “layak”. Terdapat kenaikan persentase sebesar 10,3% dan dari kategori “cukup layak” menjadi kategori “layak”.

Kelayakan isi meliputi aspek kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD, cakupan jenis soal latihan, kemutakhiran materi, mendorong keingintahuan, dan peluasan wawasan.Persentase jumlah kelayakan isi pada validasi pertama adalah 85% dengan kategori “layak”.Pakar menyarankan agar LKS dilengkapi dengan contoh kejadian/kasus yang terjadi di Indonesia.Setelah diperbaiki, pada validasi kedua persentasenya meningkat menjadi 89% dengan kategori “layak”.

Pada kasus 1 “Serangan Jantung” dan kasus 2 “Stroke” di tambahkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 tentang prevalensi penyakit serangan jantung dan stroke di Indonesia. Pada kasus 3 “Hipertensi” ditambahkan dengan pemberitaan dari koran Kompas dan Harian Umum Republika mengenai perkiraan jumlah penderita hipertensi di Indonesia yang mencapai sepertiga dari populasi penduduk Indonesia serta laki-laki lebih beresiko terkena hipertensi daripada perempuan. Terakhir pada kasus 4 “Leukemia” ditambahkan hasil penelitian terbaru tentang leukemia di Indonesia bahwa kebanyakan penderita leukemia di Indonesia adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun, kebanyakan kasus leukemia yang ditemukan di Indonesia adalah penyakit leukemia limfoblastik akut, dan tentang tingkat kematian pasien leukemia mieloblastik akut mencapai 80%. Seluruh penambahan pustaka ini kemudian ditulis dalam daftar pustaka LKS.Berikut gambar perbandingan sebelum dan sesudah revisi.


(43)

Gambar 7 LKS ebelum revisi belum dilengkapi dengan contoh kejadian/kasus yang terjadi di Indonesia.


(44)

30

Gambar 8 LKS setelah revisi telah dilengkapi dengan contoh kejadian/kasus yang terjadi di Indonesia


(45)

Gambar 9 Daftar pustaka LKS.Sebelum revisi, daftar pustaka LKS hanya terdiri dari 14 pustaka dan belum dilengkapi dengan pustaka contoh kejadian/kasus yang terjadi di Indonesia.


(46)

32

Gambar 10 Daftar pustaka LKS. Setelah revisi telah dilengkapi dengan pustaka contoh kejadian/kasus yang terjadi di Indonesia

Kelayakan penyajian meliputi teknik penyajian, pendukung penyajian, penyajian pembelajaran, dan koherensi dan keruntutan alur pikir.Persentase kelayakan penyajian pada validasi pertama adalah 68%. Pakar menyarankan agar LKS dilengkapi dengan kata pengantar yang menggambarkan isi dan tujuan LKS, kata pengantar yang telah ada digunakan sebagai „rangkuman materi‟, daftar isi yang lebih rinci, penulisan daftar pustaka agar diperbaiki, dan beberapa


(47)

persentasenya meningkat menjadi 95% dengan kategori “layak”.Berikut perubahan kata pengantar dan daftar isi sebelum dan sesudah revisi.

Gambar 11 Kata pengantar sebelum revisi belum menggambarkan isi dan tujuan pembuatan LKS


(48)

34


(49)

Gambar 13 Kata Pengantar setelah revisi sudah menggambarkan isi dan tujuan pembuatan LKS


(50)

36

Gambar 14 daftar isi yang sudah memuat isi materi LKS secara rinci.

Kelayakan bahasa hanya dinilai berdasarkan satu aspek saja, yaitu aspek komunikatif. Persentase jumlah kelayakan bahasa pada validasi pertama dan kedua adalah sama yakni 81% dengan kategori “layak”.


(51)

IPA SMAN 2 Boyolali

Pengaruh penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali dilihat dari hasil belajar ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

a. Hasil belajar siswa ranah kognitif

Sebelum kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran, dilakukan pretest untuk mengetahui bahwa kedua kelompok berangkat dari kondisi yang sama. Rekapitulasi hasil pretest dapat dilihat dari Tabel 11.

Tabel 11. Rekapitulasi hasil pretest kelompok eksperimen dan kontrol

Hasil pretest Kelompok eksperimen Kelompok kontrol

Rata-rata 37,55 37,91

Nilai tertinggi 50 48

Nilai terendah 20 28

Standar deviasi (S) 6,65 6,90

Varian (S2) 44,2537 47, 6448

*Data selengkapnya pada Lampiran 8 hal 81

Data hasil pretest yang didapatkan, kemudian di uji perbedaaan dua rata-rata terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Ringkasanuji perbedaan dua rata-rata (uji t) pretest antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

Kelompok Rata-rata dk t hitung ttabel Kriteria

Eksperimen 37,55

89 -0,260 2,28 (t hitung > t tabel)

Tidak berbeda secara signifikan

Kontrol 37,91

*Data selengkapnya pada Lampiran 8 Hal 81

Berdasarkan tabel12, dapat dilihat bahwa t hitung -0,260 sedangkan ttabel untuk dk = 89 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,28. Karena thitungberada pada daerah penerimaan Ho, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen tidak lebih baik daripada kelompok kontrol.


(52)

38

Sesudah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia (kelompok eksperimen) dan yang tanpa menggunakan pembelajaran berbasis kasus (kelompok kontrol), selanjutnya dilakukan pengkuran hasil belajar

(posttest) untuk mengetahui kemampuan kognitif kedua kelompok tersebut.Hasil

Analisis uji hipotesis penelitian yang berbunyi “desain pembelajaran Biologi berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia yang diterapkan di kelas XI IPA SMAN 2 Boyolali berpengaruh signifikan terhadap hasil skor tes siswa pada materi sistem peredaran darah manusia” dengan menggunakan uji t.

Tabel 13. Rekapitulasi analisis uji perbedaan dua rata-rata (uji t) terhadap hasil belajar kognitif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Sumber variasi kelas eksperimen kelas kontrol

jumlah 1680 1584

n 44 46

x 38.18 34.43

S2 85.92 136.52

standar deviasi (s) 9.27 11.68

*Data selengkapnya pada Lampiran 10 Hal 86

Data hasi posttest yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji perbedaan dua rata-rata (uji t) untuk menjawab hipotesis yang diajukan.Hipotesis yang diajukan yaitu „pembelajaran berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusis berpengaruh signifikan terhadap skor tes siswa‟.Hasil uji perbedaaan dua rata-rata (uji t) disajikan dalam Tabel14 berikut ini.

Tabel 14. Ringkasan uji perbedaan dua rata-rata (uji t) posttest antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

Kelompok Rata-rata dk t hitung ttabel Kriteria

Eksperimen 38.18

88 20.06 1.99

(t hitung > t tabel) Ada beda antara kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol

Kontrol 34.43


(53)

adanya perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelas eskperimen.Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusia mampu meningkatkan skor tes siswa kelompok ekperimen.

Perhitungan peningkatan rata-rata hasil pretest dengan posttest dilakukan untuk mengetahui berapa presentase peningkatan hasil belajar siswa sesudah pembelajaran materi sistem peredaran darah manusia. Soal yang digunakan untuk

pretest dan posttest adalah soal yang sama. Hasil perhitungan peningkatan hasil

posttest dengan pretest dan ketuntasan belajar siswa serta selisih nilai siswa

disajikan dalam Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Perbandingan peningkatan hasil belajar dan selisih nilai siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Kelompok x pretest x posttest Selisih nilai % peningkatan

Eksperimen 37,55 75,40 37,85 50%

Kontrol 37,91 70,98 33,07 46%

*Data selengkapnya pada lampiran 9 Hal 84

Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa nilai rata-rata pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.Peningkatan hasil belajar kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol.

b. Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotorik

Hasil observasi psikomotorik siswa didapatkan dengan melakukan observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung.Kegiatan pembelajaran yang diamati ranah psikomotoriknya adalah kegiatan praktikum „bentuk dan fungsi sel darah‟.Pengamatan ini dilakukan oleh observer, menggunakan lembar penilaian psikomotorik siswa.Berdasarkan hasil rekapitulasi, terlihat bahwa pada aspek pertama, kelompok eksperimen lebih unggul ketimbang kelompok kontrol.Namun jika dilihat dari rata-rata persentase, kelompok kontrol memiliki persentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok eksperimen.Rekapitulasi hasil observasi psikomotorik siswa dapat dilihat pada Tabel 16.


(54)

40

Tabel 16 Rekapitulasi hasil observasi psikomotorik siswa kelompok eksperimen dan kontrol

Tabel 16 menunjukkan bahwa skor rata-rata kelompok eksperimen sedikit lebih tinggi daripada kelompok kontrol.Keduanya sama-sama termasuk kategori terampil.Hampir pada semua aspek yang diamati, kelas eksperimen memperoleh skor yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol, kecuali pada aspek

ketiga.Aspek ketiga merupakan aspek untuk menilai gambar hasil

pengamatan.Ketika praktikum di kelas XI IPA 5, terdapat banyak siswa yang mendapat dispensasi karena ada kegiatan bersama. Sekitar 15 (lima belas) siswa tidak hadir dalam pembelajaran. Sehingga kegiatan praktikum hanya diikuti oleh 11 (sebelas) siswa.Kemudian, seluruh siswa, baik itu siswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol masih perlu didampingi dan pengarahan oleh guru saat menggunakan mikroskop. Berikut gambar preparat awetan apus darah dan preparat hasil praktikum siswa.

No Aspek yang diamati Skor Kelompok

Eksperimen

Skor Kelompok

Kontrol

1. Melakukan percobaan sesuai dengan

langkah-langkah di LKS 3 2.86

2. Keterampilan menggunakan mikroskop 2 2

3. Menggambar hasil pengamatan 1.87 2.4

4. Menganalisis data hasil pengamatan 2 1.67

5. Membuat kesimpulan 3 3

6. Menjawab pertanyaan uraian pada bagian „G‟ 2.09 1.78

Rata-rata 13.96 13.72

*Data selengkapnya pada lampiran 17 Hal 109

a b

15. Preparat apus darah (a) preparat awetan apus darah M=10x40 dan t apus darah siswa M=10x40.


(55)

isi oleh siswa pada akhir kegiatan pembelajaran.Angket ini menuntut kejujuran siswa dalam mengungkapkan karakteristik afektif diri sendiri.Hasil angket afektif siswa dirangkum dalam Gambar 15 berikut ini.

Gambar 16.Hasil angket afektif siswa.

Indikator ranah afektif diberi nomor 1 hingga 8 berturut-turut adalah jujur, disiplin, kerja keras dan kerja sama, kreatif, memiliki rasa ingin tahu, bersikap objektif, berpikir kritis, serta toleransi. Berdasarkan hasil perhitungan hasil angket afektif siswa, dari delapan indikator tersebut tidak ada yang mencapai persentase 50%.Kemudian ada perbedaan rata-rata skor antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.Kelompok eksperimen memiliki hasil skor yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol.Artinya penerapan desain pembelajaran ini mempengaruhi hasil belajar ranah afektif siswa kelas XI SMAN 2 Boyolali.

d. Keterlaksaaan LKS Berbasis Kasus Penyakit Pada Materi Sistem Peredaran Darah Pada Manusia

Angket dibuat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan LKS berbasis kasus penyakit yang digunakan oleh siswa kelompok eksperimen yaitu kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 di SMAN 2 Boyolali.Pilihan jawaban untuk angket keterlaksanaan LKS berbasis kasus penyakit hanya ada dua yaitu “Ya” atau “Tidak”.Hasil angket menunjukkan 89% siswa menjawab “Ya” dari kedelapan indikator tersebut atau termasuk kategori “sangat baik”.Rekapitulasi hasil angket keterlaksanaan LKS berbasis kasus penyakit pada materi sistem perdaran darah pada manusia disajikan pada Gambar 14 berikut ini.


(56)

42

Gambar 17. Rekapitulasi hasil angket keterlaksanaan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia Indikator keterlaksanaan LKS ada 8 (delapan)buah yang disusun dalam delapan pertanyaan. Delapan buah indikator tersebut antara lain: membaca tujuan pembelajaran LKS berbasis kasus penyakit, mengamati gambar dalam LKS berbasis kasus penyakit, melakukan kegiatan dalam LKS berbasis kasus penyakit dengan mudah, menganalisis dan menjelaskan hasil pengamatan/percobaan kegiatan-kegiatan dalam LKS berbasis kasus penyakit, menjawab semua pertanyaan yang ada dalam LKS berbasis kasus penyakit, merasa ingin tahu dan mencari informasi mengenai materi setelah LKS berbasis kasus penyakit, mendapat pengetahuan setelah mempelajari LKS berbasis kasus penyakit sehingga dapat menjawab permasalahanan sehari-hari. Kemudian Gambar 14 berikut ini menjealskan secara lebih rinci tiap-tiap indikator di dalamnya.

Gambar 18.Persentase keterlaksanaan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia yang disajikan per-indikator.


(57)

Kesan guru terhadap penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit adalah baik. Guru merasa bahwa desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia sangat sesuai dengan materi sistem peredaran darah manusia. Kemudian dari hasil angket, guru setuju bahwa desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah pada manusia dapat menambah wawasan, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kesehatan sistem peredaran darah.

B. Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh, guru Biologi menggunakan beberapa metode pembelajaran pada saat mengajarkan materi sistem peredaran darah manusia pada siswa (Tabel 8).Meskipun begitu, guru belum pernah mengembangkan desain pembelajaran berdasarkan salah satu dari metode yang digunakan tersebut.Mencermati karakteristik materi sistem peredaran darah manusia yang abstrak, maka diperlukan desain pembelajaran yang dapat membuat siswa memahami materi ini.Menurut Diki (2013) sebaiknya pendidikan berfokus pada penggunaan informasi untuk memecahkan suatu masalah bukan hanya berfokus pada informasi untuk dihapalkan.Sehingga siswa bukan hanya sekadar menghapal, tetapi juga diajak untuk menerapkan konsep Biologi, khususnya materi sistem peredaran darah pada manusia ke dalam kehidupan nyata yaitu dalam bentuk kasus penyakit.Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif terkait penggunaan desain ini dalam pembelajaran, yaitu terhadap hasil belajar kognitif, afektif, dan kemampuan berpikir kritis siswa (Irby 1994, Meil 2007, Norman 2007).Pembelajaran berbasis kasus juga mendorong siswa untuk berpikir divergen.Berpikir divergen adalah pola berpikir kreatif yang bertujuan untuk menemukan solusi dari suatu masalah.Pola pikir divergen ini merupakan sebuah

skill yang dapat membantu siswa mempelajari topik belajar Biologi sehingga

siswa dapat menemukan hubungan antar topik dan mampu menjawab pertanyaan apapun dalam lingkup topik yang dipelajari (Diki 2013).Kenyataan ini mendorong peneliti untuk mengembangkan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia.


(58)

44

Inti dari desain pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah kasus penyakit itu sendiri.Kriteria kasus yang baik menurut Herreid (1998) adalah sebuah kasus yang baik dibuat seaktual mungkin dan berhubungan dengan isu-isu terkini.Tujuannya agar kasus yang didiskusikan terasa penting oleh siswa, lebih baik lagi apabila siswa sudah pernah mendengar kasus tersebut dari berita atau sumber lainnya.Oleh sebab itu baik silabus, RPP maupun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan oleh peneliti memuat kasus penyakit yang aktual yaitu penyakit serangan jantung, stroke, hipertensi, dan leukemia. Kasus tersebut kemudian menjadi bahan diskusi di kelas eksperimen.

Desain pembelajaran berbasis kasus penyakit yang dikembangkan oleh peneliti, sebelum di uji cobakan di sekolah, terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan yang dilakukan oleh pakar. Berdasarkan hasil uji kelayakan silabus (Tabel 9), RPP (Tabel 10), dan LKS (Gambar 6) oleh pakar, dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti sudah memenuhi prinsip-prinsip pengembangan silabus yaitu ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual, dan kontekstual (Muslich 2007), prinsip-prinsip penyusunan RPP yaitu perumusan kompetensi yang jelas, sederhana dan fleksibel, menunjang kompetensi dasar, utuh dan menyeluruh, ada keterkaitan dan keterpaduan antar komponen RPP (Mulyasa 2009) dan sesuai dengan kriteria bahan ajar yang dikeluarkan oleh Depdiknas (2012) yaitu komponen kelayakan isi, penyajian, dan komponen kebahasaan.

Kemudian desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusia ini diuji cobakan di kelas eksperimen.Pada penelitian ini, satu kelas dibagi menjadi empat kelompok.Setiap kelompoknya terdiri atas 5-6 orang siswa yang dipilih secara acak sehingga siswa tidak bebas memilih sendiri anggota kelompoknya.Hal ini sesuai dengan pendapat Felder dan Brent (2001) bahwa pada pembelajaran kooperatif sebaiknya siswa tidak diizinkan untuk memilih anggota kelompoknya sendiri.Kelompok heterogen tersebut bersama-sama mengerjakan tugas yang dibebankan kepada kelompok yaitu mengerjakan topik besar (serangan jantung, stroke, hipertensi, atau leukemia), sub-sub topik (penyebab kelainan/penyakit, gejala, serta teknologi pengobatan) dan soal analisis di setiap bagian akhir paparan kasus di LKS berbasis kasus penyakit.


(59)

penting dalam diskusi kasus.Ketika berdiskusi dalam kelompok, siswa dapat bertukar ide, pengetahuan, dan pendapat.Pada diskusi non-kasus, biasanya siswa lebih fokus pada informasi-informasi untuk mendapatkan jawaban pertanyaan daripada bertukar ide, pengetahuan, atau pendapat kreatif mereka (Paulus dan Yang 2000).Sedangkan pada diskusi kasus dalam penelitian ini, karena siswa dihadapkan pada masalah nyata yaitu kasus penyakit, sehingga saat diskusi siswa memfokuskan diri pada kegiatan bertukar pendapat mengenai kasus.Sebuah pertanyaan kritis diajukan oleh seorang siswa kelas XI IPA 2 kelompok 3 (Lampiran 31).

Mengapa tadi disebutkan radiasi dapat menyebabkan leukemia

kemudian disebutkan juga dalam pengobatan leukemia digunakan terapi radiasi.Tolong dijelaskan!

Radiasi dengan gelombang tinggi memang dapat menyebabkan

kanker, tapi radiasi yang digunakan dalam pengobatan bukan radiasi

gelombang tinggi jadi tidak menyebabkan kanker.”

Ditambahakan oleh guru,

“gelombang radiasi untuk terapi tidak berbahaya karena

penggunaanya dipantau oleh para ahli radiolog, sedangkan radiasi yang dapat menyebabkan kanker contohnya seperti radiasi gelombang tingi yang disebabkan oleh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki tahun

1945.

Pertanyaan tersebut ditanyakan kepada kelompok 4 yang saat itu merupakan kelompok penyaji topik kasus penyakit leukemia.kemudian karena kelompok ini menyatakan tidak dapat menjawab pertanyaan dari kelompok 4 mengenai terapi radiasi pada penderita leukemia. sehingga pertanyaan dilempar ke teman-teman yang lain. Kemudian pertanyaan dijawab oleh kelompok salah satu siswa di kelompok 3.Pertanyaan semacam ini dapat dijawab apabila yang menjawabnya memiliki pemahaman topik yang mendalam. Pertanyaan ini membuktikan adanya proses berpikir kritis dalam diri siswa saat diskusi kasus penyakit. Kemampuan untuk berpikir kritis ini lahir dari proses pemahaman dan berpikir kreatif siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Prince dan Felder (2007) yang mengatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemudian berdasarkan hasil angket keterlaksanaan LKS menggambarkan bahwa penggunaan LKS berbasis penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia telah membantu siswa untuk


(60)

46

menjawab permasalahan sehari-hari mereka, memancing rasa ingin tahu dan berpikir kritis siswa. Hasil ini sesuai dengan pendapat Meil (2007) yang berjudul

TheUse of Case Studies in Teaching Undergraduate Neuroscience” dilaporkan

bahwa pembelajaran dengan metode studi kasus dapat meningkatkan motivasi belajar dan menstimulasi berpikir kritis siswa serta membuat pelajaran menjadi lebih nyata dan berkesan bagi siswa.

Saat diskusi berlangsung, siswa terlihat terlibat dengan kegiatan diskusi kasus. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh siswa dalam angket afektif yaitu “mendengarkan dan menerima pendapat orang lain saat berdiskusi dengan teman.” Saat berdiskusi mereka saling menghargai pendapat teman dan saling membantu menambahkan jawaban temannya.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Irby (1994) bahwa pembelajaran berbasis kasus dapat melibatkan siswa secara aktif di kelas.Namun tingginya semangat siswa saat kegiatan diskusi kasus berlangsung tidak ditunjang dengan perolehan nilai ranah kognitif siswa.Pada kelompok eksperimen hampir sepertiganya mendapatkan nilai dibawah KKM 75.Hal ini serupa dengan hal yang pernah dialami oleh Norman (2007) Norman mendapati siswanya di kelas begitu antusias dan bersemangat ketika berdiskusi menggunakan kasus. Namun hasil belajar siswa pada aspek kognitif belum sesuai dengan harapan, sebab menurutnya kegiatan diskusi itu bukan bagian dari proses belajar lantaran didalamnya hanya berisi argumen-argumen siswa. Peneliti tidak sepenuhnya sependapat dengan Norman, sebab ketika berdiskusi, siswa mengeluarkan argumen-argumen kritis (Lampiran 31). Kemampuan untuk berpikir kritis ini lahir dari proses pemahaman dan berpikir kreatif siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Prince dan Felder (2007) bahwa desain pembelajaran berbasis kasus meningkatkan pemahaman siswa. Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran.Menurut Rifa‟I dan Anni (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan eksternal siswa.Kemudian menurut Shephard (2007) kepercayaan diri bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk sukses (selfefficacy) juga memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi hasil belajar siswa.Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahuai faktor eskternal yang manakah yang paling kuat mempengaruhi hasil belajar siswa ranah kognitif.


(61)

bawah KKM, berdasarkan analisis data posttest, didapatkan bahwa penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia yang dilakukan di SMAN 2 Boyolali berpengaruh terhadap hasil belajar ranah kognitif (Tabel 14) serta mampu meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas eksperimen (Tabel 15), karena hasil belajar yang diperoleh dari hasil diskusi kasus dalam kelompok kooperatif akan lebih melekat kuat pada ingatan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Prince dan Felder (2007) mengenai keunggulan pembelajaran berbasis kasus yaitu meningkatkan kemampuan siswa mengingat. Kemudian sesuai dengan hasil penelitian Meil (2007) yang menggunakan pembelajaran berbasis kasus di kelas Neuroscience yaitu adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi.

Penilaian psikomotorik dilakukan dengan mengunakan lembar observasi yang diisi oleh observer pada saat praktikum berlangsung.Sebagian besar siswa baik itu di kelompok ekperimen ataupun kelompok kontrol, merasa bingung dengan hasil apusan darahnya.Mereka biasanya di buku cetak mereka terbiasa melihat sel darah merah misalnya dalam bentuk yang jelas berupa tiga dimensi utuh dan berwarna merah.Sedangkan ketika pengamatan mereka mengamati sel darah yang bentuknya kecil-kecil, dua dimensi, dan berwarna biru. Namun, pengalaman membuat apus darah kemudian mengamatinya di bawah mikroskop ternyata belum mampu membuat siswa menggambar hasil pengamatannya dengan baik. Beberapa gambar siswa berbeda jauh dari hasil pengamatannya.Ukuran serta objek yang digambar belum sesuai.Selain itu pada saat pengamatan menggunakan mikroskop, masih banyak siswa yang harus dibantu oleh guru, terutama ketika menggunakan perbesaran lensa objektif 40 kali. Meskipun begitu jika digabungkan dengan indikator penskoran yang lain seperti menganalisis data hasil pengamatan, membuat kesimpulan, dan menjawab pertanyaan, siswa pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sudah termasuk kategori terampil.


(62)

48

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hofstein dan Lunetta (2004) yaitu keberadaan laboratorium dalam pembelajaran sains dapat membantu siswa dalam mengatur kembali pengetahuan mereka.Namun menurut penelitian Champagne tahun 1990 tidak semua pembelajaran di laboratorium dapat dikatakan bermakna atau mencapai hasil yang memuaskan.Hal ini disebabkan karena pendeknya waktu untuk aktivitas metakognitif siswa, seperti berinteraksi dengan materi kemudian merefleksikannya (Hofstein&Lunetta 2004).Pada penelitian ini, hasil belajar ranah psikomotorik kelompok eksperimen (Tabel 16) tidak jauh berbeda dengan hasil belajar kelompok kontrol.Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelompok eksperimen tidak sesuai dengan harapan.Pada penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ranah psikomotorik tidak diukur sehingga sulit untuk menjelaskan faktor mana yang mempengaruhi hasil belajar ranah psikomotorik siswa.Sehingga dari hasil penelitian ranah psikomotorik siswa dapat diambil kesimpulan bahwa masih sulit untuk memutuskan bahwa pembelajaran berbasis kasus perpengaruh terhadap hasil belajar ranah psikomotorik siswa oleh karena itu masih diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar ranah psikomotorik siswa.

Pada hasil belajar ranah afektif, indikator afektif yang menonjol adalah indikator kerjasama, kerja keras, disiplin, dan toleransi.Pada kelompok eksperimen, siswa dibebankan tugas kelompok yaitu mengerjakan topik besar (serangan jantung, stroke, hipertensi, atau leukemia), sub-sub topik (penyebab kelainan/penyakit, gejala, serta teknologi pengobatan) dan soal analisis di setiap bagian akhir paparan kasus di LKS berbasis kasus penyakit ditambah dengan tugas poster. Berdasarakan hasil angket, siswa mengaku bahwa mereka sudah bekerja keras secara maksimal dan bekerja sama dalam kelompoknya dalam mengerjakan tugas-tugas. Kemudian baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol menunjukkan motivasi yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran Biologi.Pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki skor afektif yang tidak jauh berbeda yaitu pada aspek disiplin.Aspek disiplin ini dinilai dari dua aspek yaitu disiplin dalam kehadiran dan disiplin dalam mengumpulkan tugas.Pada aspek toleransi, terlihat bahwa skor kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok


(63)

memang menunjukkan sikap yang positif seperti bertanya, mengemukakan pendapat, dan menambahkan jawaban teman.

Akinoglu dan Tandogan (2007) melaporkan bahwa pembelajaran yang menggunakan masalah sehari-hari berpengaruh positif pada perilaku siswa terhadap pelajaran sains.Siswa merasa tidak sia-sia mempelajari konsep sains di dalam kelas karena dapat menggunakan konsep sains di kehidupan sehari-harinya.Penelitian Lundeberg dan Yadav di tahun 2006, keduanya menyatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif terhadap perilaku siswa (Prince dan Felder 2007).Berbeda dengan dengan hasil penelitian di atas, berdasarkan data angket afektif hasil belajar kelas eksperimen tidak sesuai dengan harapan.Hasil belajar kelas eksperimen tidak berbeda jauh dengan kelompok kontrol. Cepni et. al(2006) melaporkan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku siswa terhadap sains, yaitu pertama kesadaran diri akan IPTEK, dorongan moral dari keluarga dan guru, dan penggunaan teori belajar yang konsisten dalam pendidikan sains. Namun, pada penelitian ini, faktor-faktor tersebut tidaklah diukur.Meskipun pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif dan boleh dikatakan cukup kuat mempengaruhi hasil belajar siswa pada ranah kognitif, masihlah sulit mengatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada ranah afektif.Sehingga masih diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ranah afektif siswa.


(1)

Kelas

: XI IPA 2

Kelompok

: IV (Leukemia)

No. Aktivitas siswa Keterangan

a b c d e f g h i j

1. -

- - - Bertanya kepada kelompok I, “bagaimana ciri-ciri orang yang terkena serangan jantung?”

2. - - - - -

Bertanya kepada kelompok III, “bagaimana hipertensi dapat terjadi?

Menjawab pertanyaan kelompok I mengenai obat tradisionnal dalam pengobatan leukemia. Jawaban: menggunakan kulit manggis 3. - - - -

Menjawab pertanyaan dari kelompok II, mengenai penyakit leukemia menular atau tidak.

Jawaban: penyakit leukemia tidak menular. 4. √ - - √ - - - Bertanya kepada kelompok III, “mengobati hipertensi?” bagaimana cara 5. - - - - - Siswa ini hanya menyampaikan presentasi dan

kurang aktif dalam diskusi kelompok.

6. - - - -

Pertanyaan dari kelompok III, “mengapa tadi disebutkan radiasi dapat menyebabkan leukemia kemudian disebutkan juga dalam pengobatan leukemia digunakan terapi radiasi. Tolong dijelaskan!

Siswa ini menyatakan bahwa kelompoknya tidak dapat menjawab pertanyaan dari kelompok IV mengenai terapi radiasi pada penderita leukemia. sehingga pertanyaan dilempar ke teman-teman yang lain. Kemudian pertanyaan dijawab oleh kelompok salah satu siswa di kelompok III

Keterangan:

a.

Tertib

b.

Mendengarkan penjelasan guru

c.

Membuka buku Biologi/LKS

d.

Menyajikan hasil diskusi kelompok

e.

Menjawab pertanyaan

f.

Mengkritisi jawaban teman

g.

Mengajukan pertanyaan/mengemukakan pendapat

h.

Memotong jawaban teman

i.

Tertidur di kelas

j.

Tidak fokus/melamun


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)