Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

e. Tanggapan Guru Terhadap Penggunaan Desain Pembelajaran Berbasis Kasus Penyakit Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia. Kesan guru terhadap penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit adalah baik. Guru merasa bahwa desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia sangat sesuai dengan materi sistem peredaran darah manusia. Kemudian dari hasil angket, guru setuju bahwa desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah pada manusia dapat menambah wawasan, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kesehatan sistem peredaran darah.

B. Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh, guru Biologi menggunakan beberapa metode pembelajaran pada saat mengajarkan materi sistem peredaran darah manusia pada siswa Tabel 8.Meskipun begitu, guru belum pernah mengembangkan desain pembelajaran berdasarkan salah satu dari metode yang digunakan tersebut.Mencermati karakteristik materi sistem peredaran darah manusia yang abstrak, maka diperlukan desain pembelajaran yang dapat membuat siswa memahami materi ini.Menurut Diki 2013 sebaiknya pendidikan berfokus pada penggunaan informasi untuk memecahkan suatu masalah bukan hanya berfokus pada informasi untuk dihapalkan.Sehingga siswa bukan hanya sekadar menghapal, tetapi juga diajak untuk menerapkan konsep Biologi, khususnya materi sistem peredaran darah pada manusia ke dalam kehidupan nyata yaitu dalam bentuk kasus penyakit.Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif terkait penggunaan desain ini dalam pembelajaran, yaitu terhadap hasil belajar kognitif, afektif, dan kemampuan berpikir kritis siswa Irby 1994, Meil 2007, Norman 2007.Pembelajaran berbasis kasus juga mendorong siswa untuk berpikir divergen.Berpikir divergen adalah pola berpikir kreatif yang bertujuan untuk menemukan solusi dari suatu masalah.Pola pikir divergen ini merupakan sebuah skill yang dapat membantu siswa mempelajari topik belajar Biologi sehingga siswa dapat menemukan hubungan antar topik dan mampu menjawab pertanyaan apapun dalam lingkup topik yang dipelajari Diki 2013.Kenyataan ini mendorong peneliti untuk mengembangkan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia. Inti dari desain pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah kasus penyakit itu sendiri.Kriteria kasus yang baik menurut Herreid 1998 adalah sebuah kasus yang baik dibuat seaktual mungkin dan berhubungan dengan isu-isu terkini.Tujuannya agar kasus yang didiskusikan terasa penting oleh siswa, lebih baik lagi apabila siswa sudah pernah mendengar kasus tersebut dari berita atau sumber lainnya.Oleh sebab itu baik silabus, RPP maupun Lembar Kerja Siswa LKS yang dikembangkan oleh peneliti memuat kasus penyakit yang aktual yaitu penyakit serangan jantung, stroke, hipertensi, dan leukemia. Kasus tersebut kemudian menjadi bahan diskusi di kelas eksperimen. Desain pembelajaran berbasis kasus penyakit yang dikembangkan oleh peneliti, sebelum di uji cobakan di sekolah, terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan yang dilakukan oleh pakar. Berdasarkan hasil uji kelayakan silabus Tabel 9, RPP Tabel 10, dan LKS Gambar 6 oleh pakar, dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti sudah memenuhi prinsip-prinsip pengembangan silabus yaitu ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual, dan kontekstual Muslich 2007, prinsip-prinsip penyusunan RPP yaitu perumusan kompetensi yang jelas, sederhana dan fleksibel, menunjang kompetensi dasar, utuh dan menyeluruh, ada keterkaitan dan keterpaduan antar komponen RPP Mulyasa 2009 dan sesuai dengan kriteria bahan ajar yang dikeluarkan oleh Depdiknas 2012 yaitu komponen kelayakan isi, penyajian, dan komponen kebahasaan. Kemudian desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada sistem peredaran darah manusia ini diuji cobakan di kelas eksperimen.Pada penelitian ini, satu kelas dibagi menjadi empat kelompok.Setiap kelompoknya terdiri atas 5- 6 orang siswa yang dipilih secara acak sehingga siswa tidak bebas memilih sendiri anggota kelompoknya.Hal ini sesuai dengan pendapat Felder dan Brent 2001 bahwa pada pembelajaran kooperatif sebaiknya siswa tidak diizinkan untuk memilih anggota kelompoknya sendiri.Kelompok heterogen tersebut bersama- sama mengerjakan tugas yang dibebankan kepada kelompok yaitu mengerjakan topik besar serangan jantung, stroke, hipertensi, atau leukemia, sub-sub topik penyebab kelainanpenyakit, gejala, serta teknologi pengobatan dan soal analisis di setiap bagian akhir paparan kasus di LKS berbasis kasus penyakit. Keberadaan pembelajaran dalam kelompok diskusi ini merupakan hal yang penting dalam diskusi kasus.Ketika berdiskusi dalam kelompok, siswa dapat bertukar ide, pengetahuan, dan pendapat.Pada diskusi non-kasus, biasanya siswa lebih fokus pada informasi-informasi untuk mendapatkan jawaban pertanyaan daripada bertukar ide, pengetahuan, atau pendapat kreatif mereka Paulus dan Yang 2000.Sedangkan pada diskusi kasus dalam penelitian ini, karena siswa dihadapkan pada masalah nyata yaitu kasus penyakit, sehingga saat diskusi siswa memfokuskan diri pada kegiatan bertukar pendapat mengenai kasus.Sebuah pertanyaan kritis diajukan oleh seorang siswa kelas XI IPA 2 kelompok 3 Lampiran 31. “ Mengapa tadi disebutkan radiasi dapat menyebabkan leukemia kemudian disebutkan juga dalam pengobatan leukemia digunakan terapi radiasi.Tolong dijelaskan ” “Radiasi dengan gelombang tinggi memang dapat menyebabkan kanker, tapi radiasi yang digunakan dalam pengobatan bukan radiasi gelombang tinggi jadi tidak menyebabkan kanker .” Ditambahakan oleh guru, “gelombang radiasi untuk terapi tidak berbahaya karena penggunaanya dipantau oleh para ahli radiolog, sedangkan radiasi yang dapat menyebabkan kanker contohnya seperti radiasi gelombang tingi yang disebabkan oleh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. ” Pertanyaan tersebut ditanyakan kepada kelompok 4 yang saat itu merupakan kelompok penyaji topik kasus penyakit leukemia.kemudian karena kelompok ini menyatakan tidak dapat menjawab pertanyaan dari kelompok 4 mengenai terapi radiasi pada penderita leukemia. sehingga pertanyaan dilempar ke teman-teman yang lain. Kemudian pertanyaan dijawab oleh kelompok salah satu siswa di kelompok 3.Pertanyaan semacam ini dapat dijawab apabila yang menjawabnya memiliki pemahaman topik yang mendalam. Pertanyaan ini membuktikan adanya proses berpikir kritis dalam diri siswa saat diskusi kasus penyakit. Kemampuan untuk berpikir kritis ini lahir dari proses pemahaman dan berpikir kreatif siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Prince dan Felder 2007 yang mengatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemudian berdasarkan hasil angket keterlaksanaan LKS menggambarkan bahwa penggunaan LKS berbasis penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia telah membantu siswa untuk menjawab permasalahan sehari-hari mereka, memancing rasa ingin tahu dan berpikir kritis siswa. Hasil ini sesuai dengan pendapat Meil 2007 yang berjudul “TheUse of Case Studies in Teaching Undergraduate Neuroscience” dilaporkan bahwa pembelajaran dengan metode studi kasus dapat meningkatkan motivasi belajar dan menstimulasi berpikir kritis siswa serta membuat pelajaran menjadi lebih nyata dan berkesan bagi siswa. Saat diskusi berlangsung, siswa terlihat terlibat dengan kegiatan diskusi kasus. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh siswa dalam angket afektif yaitu “mendengarkan dan menerima pendapat orang lain saat berdiskusi dengan teman .” Saat berdiskusi mereka saling menghargai pendapat teman dan saling membantu menambahkan jawaban temannya.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Irby 1994 bahwa pembelajaran berbasis kasus dapat melibatkan siswa secara aktif di kelas.Namun tingginya semangat siswa saat kegiatan diskusi kasus berlangsung tidak ditunjang dengan perolehan nilai ranah kognitif siswa.Pada kelompok eksperimen hampir sepertiganya mendapatkan nilai dibawah KKM 75.Hal ini serupa dengan hal yang pernah dialami oleh Norman 2007 Norman mendapati siswanya di kelas begitu antusias dan bersemangat ketika berdiskusi menggunakan kasus. Namun hasil belajar siswa pada aspek kognitif belum sesuai dengan harapan, sebab menurutnya kegiatan diskusi itu bukan bagian dari proses belajar lantaran didalamnya hanya berisi argumen-argumen siswa. Peneliti tidak sepenuhnya sependapat dengan Norman, sebab ketika berdiskusi, siswa mengeluarkan argumen-argumen kritis Lampiran 31. Kemampuan untuk berpikir kritis ini lahir dari proses pemahaman dan berpikir kreatif siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Prince dan Felder 2007 bahwa desain pembelajaran berbasis kasus meningkatkan pemahaman siswa. Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran.Menurut Rifa‟I dan Anni 2012 faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan eksternal siswa.Kemudian menurut Shephard 2007 kepercayaan diri bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk sukses selfefficacy juga memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi hasil belajar siswa.Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahuai faktor eskternal yang manakah yang paling kuat mempengaruhi hasil belajar siswa ranah kognitif. Meskipun hampir sepertiga siswa di kelas ekperimen mendapatkan nilai di bawah KKM, berdasarkan analisis data posttest, didapatkan bahwa penggunaan desain pembelajaran berbasis kasus penyakit pada materi sistem peredaran darah manusia yang dilakukan di SMAN 2 Boyolali berpengaruh terhadap hasil belajar ranah kognitif Tabel 14 serta mampu meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas eksperimen Tabel 15, karena hasil belajar yang diperoleh dari hasil diskusi kasus dalam kelompok kooperatif akan lebih melekat kuat pada ingatan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Prince dan Felder 2007 mengenai keunggulan pembelajaran berbasis kasus yaitu meningkatkan kemampuan siswa mengingat. Kemudian sesuai dengan hasil penelitian Meil 2007 yang menggunakan pembelajaran berbasis kasus di kelas Neuroscience yaitu adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi. Penilaian psikomotorik dilakukan dengan mengunakan lembar observasi yang diisi oleh observer pada saat praktikum berlangsung.Sebagian besar siswa baik itu di kelompok ekperimen ataupun kelompok kontrol, merasa bingung dengan hasil apusan darahnya.Mereka biasanya di buku cetak mereka terbiasa melihat sel darah merah misalnya dalam bentuk yang jelas berupa tiga dimensi utuh dan berwarna merah.Sedangkan ketika pengamatan mereka mengamati sel darah yang bentuknya kecil-kecil, dua dimensi, dan berwarna biru. Namun, pengalaman membuat apus darah kemudian mengamatinya di bawah mikroskop ternyata belum mampu membuat siswa menggambar hasil pengamatannya dengan baik. Beberapa gambar siswa berbeda jauh dari hasil pengamatannya.Ukuran serta objek yang digambar belum sesuai.Selain itu pada saat pengamatan menggunakan mikroskop, masih banyak siswa yang harus dibantu oleh guru, terutama ketika menggunakan perbesaran lensa objektif 40 kali. Meskipun begitu jika digabungkan dengan indikator penskoran yang lain seperti menganalisis data hasil pengamatan, membuat kesimpulan, dan menjawab pertanyaan, siswa pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sudah termasuk kategori terampil. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hofstein dan Lunetta 2004 yaitu keberadaan laboratorium dalam pembelajaran sains dapat membantu siswa dalam mengatur kembali pengetahuan mereka.Namun menurut penelitian Champagne tahun 1990 tidak semua pembelajaran di laboratorium dapat dikatakan bermakna atau mencapai hasil yang memuaskan.Hal ini disebabkan karena pendeknya waktu untuk aktivitas metakognitif siswa, seperti berinteraksi dengan materi kemudian merefleksikannya HofsteinLunetta 2004.Pada penelitian ini, hasil belajar ranah psikomotorik kelompok eksperimen Tabel 16 tidak jauh berbeda dengan hasil belajar kelompok kontrol.Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelompok eksperimen tidak sesuai dengan harapan.Pada penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ranah psikomotorik tidak diukur sehingga sulit untuk menjelaskan faktor mana yang mempengaruhi hasil belajar ranah psikomotorik siswa.Sehingga dari hasil penelitian ranah psikomotorik siswa dapat diambil kesimpulan bahwa masih sulit untuk memutuskan bahwa pembelajaran berbasis kasus perpengaruh terhadap hasil belajar ranah psikomotorik siswa oleh karena itu masih diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar ranah psikomotorik siswa. Pada hasil belajar ranah afektif, indikator afektif yang menonjol adalah indikator kerjasama, kerja keras, disiplin, dan toleransi.Pada kelompok eksperimen, siswa dibebankan tugas kelompok yaitu mengerjakan topik besar serangan jantung, stroke, hipertensi, atau leukemia, sub-sub topik penyebab kelainanpenyakit, gejala, serta teknologi pengobatan dan soal analisis di setiap bagian akhir paparan kasus di LKS berbasis kasus penyakit ditambah dengan tugas poster. Berdasarakan hasil angket, siswa mengaku bahwa mereka sudah bekerja keras secara maksimal dan bekerja sama dalam kelompoknya dalam mengerjakan tugas-tugas. Kemudian baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol menunjukkan motivasi yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran Biologi.Pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki skor afektif yang tidak jauh berbeda yaitu pada aspek disiplin.Aspek disiplin ini dinilai dari dua aspek yaitu disiplin dalam kehadiran dan disiplin dalam mengumpulkan tugas.Pada aspek toleransi, terlihat bahwa skor kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol.Pada saat pembelajaran terutama saat diskusi kasus berlangsung, siswa memang menunjukkan sikap yang positif seperti bertanya, mengemukakan pendapat, dan menambahkan jawaban teman. Akinoglu dan Tandogan 2007 melaporkan bahwa pembelajaran yang menggunakan masalah sehari-hari berpengaruh positif pada perilaku siswa terhadap pelajaran sains.Siswa merasa tidak sia-sia mempelajari konsep sains di dalam kelas karena dapat menggunakan konsep sains di kehidupan sehari- harinya.Penelitian Lundeberg dan Yadav di tahun 2006, keduanya menyatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif terhadap perilaku siswa Prince dan Felder 2007.Berbeda dengan dengan hasil penelitian di atas, berdasarkan data angket afektif hasil belajar kelas eksperimen tidak sesuai dengan harapan.Hasil belajar kelas eksperimen tidak berbeda jauh dengan kelompok kontrol. Cepni et. al2006 melaporkan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku siswa terhadap sains, yaitu pertama kesadaran diri akan IPTEK, dorongan moral dari keluarga dan guru, dan penggunaan teori belajar yang konsisten dalam pendidikan sains. Namun, pada penelitian ini, faktor-faktor tersebut tidaklah diukur.Meskipun pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif dan boleh dikatakan cukup kuat mempengaruhi hasil belajar siswa pada ranah kognitif, masihlah sulit mengatakan bahwa pembelajaran berbasis kasus berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada ranah afektif.Sehingga masih diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ranah afektif siswa. 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN