Kebijakan-kebijakan dalam Pengelolaan TAHURA SULTENG.

Konservasi Tanah Sub DAS Kavatuna seluas 10.000 hektar yang dibiayai oleh Dana Proyek Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Kantor Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah Sub Balai RLKT Tahun 1993. Dari proyek tersebut salah satu kebijakan yang diimplementasikan adalah penghijauan pola khusus lembah Palu seluas 1.483,34 hektar yang tersebar pada tiga sub DAS yaitu sub-sub DAS Kavatuna 311,35 hektar, MamaraNgia 431,80 hektar, dan Paneki 957,50 hektar dengan teknik konservasi menggunakan teras guludan, teras bangku dan penanaman cover crop. Sub-sub Das tersebut adalah lokasi- lokasi yang rawan erosi dan banjir sehingga perlu mendapat prioritas. Lokasi tersebut merupakan bagian dari kawasan TAHURA. Luas lokasi TAHURA yang masuk dalam perencanaan konservasi pada lahan-lahan kritis dan rawan erosi seluas 2.589,95 hektar sampai tahun anggaran 20022003 Bappeda, 2003.

5.3. Kebijakan-kebijakan dalam Pengelolaan TAHURA SULTENG.

Berangkat dari perspektif manfaat Taman Hutan Raya bagi suatu lingkungan dimana kawasan tersebut merupakan penyangga bagi Kota Palu. TAHURA dengan Hutan Lindung Paneki, Cagar Alam Poboya, Taman Wisata Kapopo dan beberapa Daerah Aliran Sungai DAS seperti DAS Kavatuna dengan sub-sub DAS-nya DAS Poboya, DAS Vatutela dan DAS Vintu adalah daerah tangkapan air yang juga menjadi sumber air minum bagi masyarakat Kota Palu dan untuk pengairan ratusan hektar sawah. Ketergantungan masyarakat dan mahluk hidup terhadap sumber air dari kawasan ini cukup besar, maka implementasi kebijakan yang dikeluarkan untuk mengantisipasi kondisi kekurangan air bahkan kekeringan seperti introduksi tanaman penghijauan yang sesuai dengan iklim setempat. Instansi pemerintah seperti Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BP-DAS merupakan salah satu bentuk kepedulian dari aspek kebijakan untuk pengelolaan DAS yang berada di Lembah Palu khususnya dan Sulawesi Tengah umumnya. Kebijakan selain yang dilakukan institusi BP-DAS adalah penetapan kawasan lembah Palu menjadi Pola Pengelolaan Khusus yang dikoordinasikan BAPPEDA Propinsi Sulawesi Tengah bertujuan untuk kelestarian sumberdaya dan kesinambungan sumberdaya hayati melalui program-program konservasi. TAHURA adalah salah satu kawasan yang menjadi konsentrasi pengelolaan kawasan dari program Pola Pengelolaan Khusus yang melibatkan para sektor lintas sektoral. Pertanyaan yang akan muncul, akankah koodinasi berjalan dengan program kolektif atau hanya sebuah program yang indah di tatanan konsep, tapi implementasi seperti apa...???. Beberapa hal yang dapat dijadikan indikator, bahwa sejak penetapan pola pengelolaan khusus tahun 2003 hingga sekarang belum ada yang dapat dilihat dari kebijakan dan konsep yang telah disusun rapi dan menjanjikan itu. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang kehutanan kepada daerah merupakan payung hukum bagi pemerintah daerah untuk melakukan program-program yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam di daerah. Peraturan tersebut tidak ditindaklanjuti dalam Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Nomor 2 Tahun 2004 yang di dalamnya termasuk Taman Hutan Raya TAHURA. Peraturan Pemerintah No. 621998 tidak terdapat dalam diktum Peraturan Daerah No. 21004. Dalam Bab V menjelaskan mengenai kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan tertentu. Bab tersebut menjelaskan mekanisme pengelolaan yang mengindikasikan adanya ruang bagi masyarakat di dalam kawasan budidaya dan kawasan tertentu. Dalam pasal 18 poin 2 dijelaskan bahwa kriteria kawasan lindung untuk Taman Hutan Raya sebagai berikut : ¾ Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh atau-pun kawasan yang sudah berubah. ¾ Memiliki keindahan alam, tumbuhan, satwa dan gejala alam. ¾ Mudah dijangkau dan dekat dengan pusat-pusat permukiman penduduk. ¾ Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik jenis asli dan atau bukan asli. Pasal tersebut tidak memuat dan menjelaskan bahwa di dalam kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi Taman Hutan Raya TAHURA, di dalamnya terdapat ratusan kepala keluarga dan ribuan jiwa manusia yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya kawasan hutan Peraturan tersebut masih mengundang pertanyaan banyak pihak, termasuk dalam proses penyusunan Paraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 tentang RTRWP Propinsi Sulawesi Tengah. TAHURA dalam Peraturan Daerah tersebut hanya salah satu poin dari pasal 1 dalam Bab Ketentuan Umum. TAHURA disebutkan disini adalah kawasan pelestarian yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan danatau satwa, alami atau buatan, jenis asli danatau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya pariwisata dan rekreasi. Dari batasan ini tidak mengandung dimensi yang memberikan ruang bagi masyarakat yang secara de fakto telah memiliki akses di dalam kawasan tersebut sebelum peraturan ini diterbitkan. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dalam pasal 2 menyebutkan bahwa : a Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan serta mempertimbangkan masukan dari dinas, instansi terkait, kabupaten dan aspirasi masyarakat, b Keterbukaan, partisipatif, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Peraturan Daerah ini tidak berimplikasi pada pengambil kebijakan yang berwenang melakukan koordinasi dan mengimplementasikannya. Program implementasi umumnya sektoralis, sehingga program-program yang semestinya dilakukan secara holistik bersama nampaknya sangat sulit untuk dilakukan.. Peraturan daerah hanya sebagai persyaratan administratif belaka, bukan dijadikan roh bagi setiap program pembangunan kewilayahan. Jika dimaknai isi dari pasal 2 Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 tersebut di atas sesungguhnya memberikan peluang yang sangat luas kepada masyarakat dalam prakondisi kebijakan. Dalam situasi yang sebenarnya berbeda dari harapan dan keinginan yang akan dicapai dalam peraturan daerah tersebut. Poin dua 2b pasal 2 tersebut mengindikasikan adanya persamaan hak dan kewajiban dalam memanfaatkan ruang yang ada, baik dalam prakondisi maupun dalam penyusunan produk kebijakan sampai pada implementasinya. Namun yang perlu dicermati bahwa stakeholders berbeda-beda dalam menentukan tujuan, rencana maupun tindakan.

5.4. Kebijakan Penetapan Tata Batas, Luas Wilayah dan Status TAHURA.