Kerangka Pemikiran Analisis kebijakan pengelolaan akses sumberdaya alam oleh masyarakat kaili di taman hutan raya (TAHURA), Sulawesi Tengah

dilakukan penelitian tentang analisis kebijakan 8 pengelolaan akses sumberdaya alam oleh masyarakat Kaili di Taman Hutan Raya Sulawesi Tengah.

1.2. Kerangka Pemikiran

TAHURA SULTENG merupakan bentuk kebijakan pemerintah dengan mengacu pada Undang-undang No. 5 Tahun 1990, dan Undang-undang No. 41 Tahun 1999. Untuk kepastian hukum, Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 1998 menjadi dasar rujukan pemerintah daerah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 24Kpts-II1999 yang menetapkan status dan tata batas dengan luas 7.128 hektar. Keputusan tersebut merupakan perubahan dari Surat Keputusan No. 461Kpts-II1995, dengan luas 8.100 hektar sebagai penggabungan dari tiga kawasan pelestarian yaitu Cagar Alam Poboya 1.000 hektar, Hutan Lindung Paneki 7.000 hektar dan Taman Wisata Alam Kapopo Eks PPN 30 seluas 100 hektar dengan nama TAHURA PALU. Kawasan TAHURA yang berjarak sangat dekat dengan pusat kota berkonsekwensi dan akan mengalami proses perubahan yang cepat baik dari aspek fisik maupun non fisik. Untuk itu beberapa hal yang harus diingat bahwa dalam pengelolaan tidak melupakan aspek sosial budaya masyarakat lokaladat dan keterlibatan stakeholders dari prakondisi hingga kebijakan operasional. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang sudah berlangsung sejak Januari 2001 mengakibatkan berkurangnya peran dan kendali pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pemerintah daerah khususnya kabupaten dan kota yang mempunyai kewenangan untuk mengurus sumber daya alam di wilayahnya hutan, tambang, perkebunan, pertanian. Dengan kewenangan ini pemerintah daerah dihadapkan pada tuntutan kemandirian dalam membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui pemanfaatan 8 Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas inetelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan Dunn, 2000 ; Kartodihardjo, 2006. Proses analisis kebijakan mempunyai lima tahap perumusan masalah, peramalan, pemantauan, evaluasi dan rekomendasi yang saling bergantung yang secara bersama membentuk siklus aktivitas intelektual yang kompleks dan tidak linear. Aktivitas-aktivitas tersebut berurutan sesuai waktunya dan melekat dalam proses kebijakan yang bersifat kempleks, tidak linear, dan pada dasarnya bersifat politis. sumber daya alam yang terdapat di wilayahnya Dephut, 2002. Hal ini mendorong bagi pengambil kebijakankeputusan untuk menempuh jalan pintas dalam menggali sumber-sumber pembiayaan, diantaranya sampai mengeksploitasi hutan lindung dan Taman Nasional kasus Poboya dan Dongi-dongi. Keadaan ini dalam implementasi menimbulkan benturan dengan masyarakat lokal adat sebagai penghuni dan pemilik wilayah secara de fakto. Dalam banyak kasus sering terjadi pertikaian antara pemerintah dan masyarakat lokal adat. Secara khusus walaupun kawasan secara de jure dikontrol pemerintah, namun secara de fakto di kontrol masyarakat lokaladat kasus kawasan Tompu TAHURA SULTENG, sementara pelaku bisnis lokal mengeksploitasi kawasan ini, dengan memanfaatkan individu-individu dalam komunitas bersangkutan tanpa konsultasi institusi adat. Ketika masyarakat lokal tidak efektif dalam bekerjasama dengan pemerintah di lapangan untuk melakukan kontrol, maka kawasan pelestarianperlindungan akan tereksploitasi. Kondisi ini merupakan ekspresi dari tragedi of the commons yaitu musnahnya sumberdaya alam tatkala sumberdaya ditetapkan menjadi milik umum common property karena penggunaan berlebihan, sejalan dengan kehawatiran Hardin dalam Dephut 2002. Keadaan ini akan berdampak pada perubahan ekologis, sosial budaya dan ekonomi berupa banjir, erosi, kekeringan dan meningkatnya suhu panas bumi, konflik kepentingan, menurunnya hasil produksi pertanian dan meningktnya serangan hama pada tanaman pertanian. Peranserta masyarakat yang meluas dan tidak sekadar simbolik ternyata menunjukkan hasil yang baik, produktivitas tercapai tanpa menyampingkan kepentingan kelestarian lingkungan, dan eksistensi masyarakat lokal Nanang dan Devung, 2004. Hasil studi kasus dari Romwe di lahan komunal Chivi, Zimbabwe Selatan bahwa pengelolaan sumberdaya alam dapat berjalan dengan sangat baik dalam konteks kolaborasi pengelolaan bersama dengan lembaga lokal Nemarundwe, 2005. Makna dari pengalaman ini bahwa dalam pengelolaan TAHURA harus diatur sedemikian rupa dengan pola-pola tertentu sesuai dengan karakteristik wilayah dan struktur masyarakat lokal di dalam kawasan. Aturan main dan peraturan diperlukan sebagai penyusunan kelembagaan institusi . Aturan main dan peraturan digunakan masyarakat menentukan siapa yang memiliki akses pada sumberdaya bersama, berapa ukuran penggunaan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang berhak, kapan dan siapa yang akan memonitor dan menegaskan aturan Orstrom, 1998 dalam Nemarundwe, 2005. Dalam konteks pengelolaan TAHURA bahwa akses yang berdasarkan hak right adalah sebuah akses yang melibatkan kelompok komunitas dalam arti seluas- luasnya, negara atau pemerintah yang dapat melegalkan sebuah klaim Kartodihardjo, 2006. Selanjutnya dinyatakan bahwa hak milik property right yang berdasarkan hukum mencakup akses melalui pemilikan dokumen legal untuk sebuah property yang nyata sertifikat tanah, izin, lisensi dan sejenisnya. Pemegang hak milik dapat menyatakan haknya dengan beberapa mekanisme tertentu untuk mempertahankan kendalinya atas akses. Dengan demikian Ribbot dan Peluso 2003 menyatakan, yang perlu diatur mekanisme akses adalah siapa yang mendapatkan akses gain, mengendalikan control dan memelihara akses maintain acces terhadap sumberdaya alam. Selanjutnya ia membagi mekanisme akses menjadi dua bagian yaitu akses berdasarkan hak legal dan Illegal dan akses berdasarkan struktural dan relasional. Akses berdasarkan struktural adalah kategori-kategori untuk mengilustrasikan jenis-jenis hubungan kekuasaan yang mempengaruhi jenis- jenis akses berdasarkan hak, adalah akses terhadap teknologi, kapital, pasar, tenaga kerja, ilmu pengetahuan, pihak yang berwenang, identitas dan hubungan sosial. Untuk menganalisis peran-peran stakeholders terhadap akses sumberdaya TAHURA SULTENG digunakan perangkat analisis right, responsibility, revenue dan relasionship 4 R. Perangkat tersebut akan mengkaji hak-hak stakeholders, tanggung jawab dan seberapa besar manfaat yang diterima dirasakan dari sumberdaya. Keadaan yang akan dihasilkan dari right, responsibility dan revenues tersebut dipengaruhi oleh hubungan antar stakeholders Meyers, 2005. Kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut : Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran analisis kebijakan pengelolaan akses sumberdaya alam oleh masyarakat Kaili di SULTENG.

1.3. Pertanyaan Penelitian