Kondisi Hidrologi Analisis kebijakan pengelolaan akses sumberdaya alam oleh masyarakat kaili di taman hutan raya (TAHURA), Sulawesi Tengah

40 mengalami perubahan wujud menjadi uapgas dalam bentuk evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi Trewartha dan Horn, 1995. Tabel 1. Hasil analisis rata-rata curah hujan dari Stasiun Metereologi Mutiara Palu Tahun 2000-2005. Bulan Curah Hujan mm Hari Hujan Januari 55,65 14,67 Pebruari 32,42 12,83 Maret 52,40 18,17 April 57,40 16,50 Mei 65,95 15,00 Juni 73,55 16,33 Juli 41,83 18,00 Agustus 35,87 9,83 September 51,52 14,17 Oktober 65,13 14,33 Nopember 58,43 15,33 Desember 53,48 17,83 Sumber : Stasiun Metereologi Mutiara Palu, 2006 Dari distribusi jumlah hari hujan dalam setahun di wilayah ini menunjukkan bahwa lembah Palu dan sekitarnya yang mendapat hujan dengan frekwensi tinggi yaitu pada bulan Maret dan Juli 18,00-18,17 HH. Sedangkan pada bulan-bulan lain sangat rendah di banding daerah-daerah lain di Sulawesi Tengah. Dengan demikian rata-rata curah hujan bulanan 53,63 mm. Situasi ini merupakan salah satu faktor yang mendukung kritisnya lahan-lahan di lembah Palu khususnya di kawasan bawah atau arah Barat TAHURA.

3.3. Kondisi Hidrologi

Keadaan hidrologi, Taman Hutan Raya merupakan hulu dari beberapa sungai yang mengalir ke Kota Palu yakni S. Paneki, S.Ngia, S. Mamara, S. Kavatuna, S.Poboya, dan S. Vatutela, namun sungai-sungai tersebut umumnya kering kecuali S. Ngia, S. Poboya, S. Kavatuna dan S. Paneki. Data debit air pada sungai-sungai tersebut sebagai berikut : 41 Tabel 2. Data debit air pada sungai-sungai di kawasan TAHURA SULTENG Nama Sungai Desa Rata-rata debit air m 3 detik Sungai NgiaMamara Ngata Baru 0,075 Sungai Poboya Poboya 0,15 Sungai Kavatuna Kavatuna 0,70 Sungai Paneki Pumbeve 1,1 Sumber : Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Sulteng 1997. Bappeda Propinsi Sulawesi Tengah 1997. Dari rataan debit air yang dihasilkan dalam meter kubik per detiknya yang besar memberikan kontribusi bagi masyarakat di wilayah lembah Palu bagian Timur dan Selatan adalah Sungai Paneki. Sungai tersebut mengairi sawah di kelurahan Loru, Pumbeve, Biromaru dan Petobo. Distribusi air dari sungai ini bila dibandingkan dengan luasan sawah dan untuk konsumsi masyarakat masih defisit dalam musim kemarau. Demikian pula halnya untuk S. Poboya sebagian mengairi sawah masyarakat dan untuk kebutuhan mencuci, mandi, dan air minum. Sungai MamaraNgia saat ini sebagian bahkan umumnya sawah yang sudah beralih fungsi menjadi ladang, padang penggembalaan dan sebagian untuk pemukiman perumahan. Dalam kondisi tertentu masyarakat di wilayah ini terkadang kesulitan air minum yang sepenuhnya mengharapkan distribusi dari sungai Kavatuna dan Ngia yang mengalir ke Ngata Baru, namun kondisinya tidak lagi memungkinkan untuk dapat melayani kebutuhan di Kelurahan Kavatuna dan Desa Ngata Baru. Gambar 4. Keadaan DAS Kavatuna Uentumbu Kecamatan Palu Selatan . Foto Jamlis Lahandu 42 Masyarakat Kota Palu khususnya, seharusnya mendukung dan responsible terhadap pelestarian kawasan melalui kebijakan pemerintah dengan menetapkannya sebagai Taman Hutan Raya TAHURA untuk menjaga kelestarian, stabilitas dan peningkatan kualitas lingkungan, dimana iklim lembah palu merupakan iklim mikro yang ekstrim dan sumberdaya fisik berupa keadaan lahan umumnya kering. Kondisi ini mengharapkan keberadaan air yang cukup untuk keperluan pengairan lahan pertanian dan ladang termasuk untuk kebutuhan minum, mandi dan mencuci. Lembah Palu termasuk kawasan TAHURA hanya mengharapkan sumber air dari air sungai yang mengalir dari dataran tinggi ke lembah Palu. Secara gravitasi alami air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah sampai ke pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut Trewartha dan Horn, 1995. Gambar 5. Kondisi DAS Vatutela dan kws. TAHURA tampak dari arah Barat . Foto Jamlis Lahandu Distribusi air pada beberapa Daerah Aliran Sungai DAS terkadang sering menimbulkan masalah seperti halnya pada DAS Vatutela yang saat ini tidak mengalir lagi karena telah diambil oleh Universitas Tadulako dan didistribusikan kepada pemukiman BTN Bumi Roviga dan Universitas Tadulako, sementara masyarakat Vatutela sudah sulit mendapatkan air minum, mandi dan mencuci. 43 Air dari DAS Vatutela dibutuhkan untuk beragam keperluan bagi masyarakat lokal di Vatutela termasuk untuk pertanian tanaman bawang merah, anggur, dan tanaman semusim lainnya, dan saat ini aktivitas bertani tersebut tidak lagi berkelanjutan, dan sering gagal panen karena kekurangan air. Kini permintaan air meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan yang memerlukan air. Sebaliknya suplai air dari waktu ke waktu cenderung menurun sebagai akibat terjadinya degradasi lingkungan yang mengganggu berjalannya proses hidrologi. Darusman et al 2003 bahwa penggunaan air dalam suatu wilayah akan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya tersebut dalam kuantitas maupun kualitasnya terhadap wilayah lainnya. Kondisi ini lambat laun akan dapat berdampak pada keadaan yang tidak menguntungkan konflik penggunaan sumberdaya air. Dengan demikian maka akar konflik sumberdaya air dalam DAS menurut Frederik dalam Darusman et al 2003 terletak pada pengelolaan dan alokasi yang efisien dan adil equitable.

3.4. Keadaan Tanah, Geologi dan Topografi.