Analisis kinerja simpang pada kondisi awal dan kondisi terbangun

106 Jalan Brigjen Katamso merupakan jalan kolektor primer, pembagian waktu penggunaan jalan adalah 4 lajur 1 arah pagi hari untuk arah barat ke timur dan 4 lajur 2 arah siang, sore dan malam hari. Tinggi kerb trotoir terhadap permukaan jalan bagian tepi 0,20 m. Pengguna jalan adalah pelaku transpor lokal dalam kota dan menerus antar kota. Jalan Brigjen Katamso pendekat timur terdapat 2 jalur dengan 2 lajur untuk arah barat ke timur yang lebarnya 8,30 meter dan 3 lajur untuk arah timur ke barat yang lebarnya 9,60 meter dengan pergerakan lalu lintas belok kanan, lurus dan belok kiri jalan terus. Pendekat timur tersebut secara keseluruhan memiliki lebar pendekat 17,90 meter. Untuk pergerakan belok kiri jalan terus, pengguna yang akan menggunakan kesempatan itu sering terganggu karena volume lalu lintas pada jalur tersebut sangat padat dan lajur untuk belok kiri digunakan untuk berhenti bagi kendaraan yang akan bergerak lurus. Jalan Ahmad Yani merupakan jalan arteri sekunder, 4 lajur 2 arah. Tinggi kerb trotoir terhadap permukaan jalan bagian tepi 0,20 m. Pengguna jalan adalah pelaku transpor lokal dalam kota, dan menerus antar kota. Pengguna lokal ada yang menggunakaan kendaraan pribadi, ada yang mengandalkan layanan angkutan umum, termasuk becak. Pengguna jasa angkutan umum lebih senang menunggu dan menyetop angkutan umum di dekat persimpangan, bahkan sebelum Pertigaan ke Atmodirono, sehingga jika mereka akan masuknaik angkutan umum terjadi tundaan dan kemacetan beberapa detik. Jalan Ahmad Yani pendekat barat terdapat 2 jalur dengan 3 lajur untuk arah barat ke timur yang lebarnya 11,40 meter dengan arah pergerakan belok kiri jalan terus, lurus dan belok kanan serta 2 lajur untuk arah timur ke barat yang lebarnya 9,70 meter dengan arah pergerakan lurus. Pada pendekat ini terdapat median jalan.

4.3.2. Analisis kinerja simpang pada kondisi awal dan kondisi terbangun

Secara garis besar, ada beberapa hal yang dapat membedakan antara kondisi awal dan kondisi terbangun. Hal-hal yang dapat membedakan antara kondisi awal dan kondisi terbangun antara Simpang Milo dan Simpang Bangkong secara garis besar adalah fase dan pergerakan dan pengaturan lalu lintas. Adapun perbedaannya akan disajikan pada tabel berikut ini. 107 Tabel 4.62. Perbedaan kondisi awal dan kondisi terbangun pada tiap simpang Simpang Pendekat Kondisi Awal Kondisi Terbangun ƒ Terdapat 3 fase ƒ Terdapat 2 fase Utara ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri, lurus dan belok kanan ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah lurus dan belok kanan Timur ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung dan lurus ƒ Waktu sinyal hijau 35 detik ƒ Digunakan untuk 1 arah timur ke barat pada waktu puncak pagi ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung dan lurus ƒ Waktu sinyal hijau 60 detik Milo Barat ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah lurus dan belok kanan ƒ Digunakan untuk 1 arah timur ke barat pada waktu puncak pagi ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah lurus dan belok kanan ƒ Terdapat 3 fase ƒ Terdapat 3 fase Selatan ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung, lurus dan belok kanan ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung dan lurus Timur ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung, lurus dan belok kanan ƒ Digunakan untuk 1 arah timur ke barat pada waktu puncak pagi ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung, lurus dan belok kanan Bangkong Barat ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung, lurus dan belok kanan ƒ Digunakan untuk 2 arah pada semua waktu puncak ƒ Arah pergerakan lalu lintasnya adalah belok kiri langsung dan belok kanan

1. Simpang Milo