Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Kecamatan Jagakarsa

No Kelurahan Masjid Mushalla Gereja Pure 1 Ciganjur 19 33 2 Serengseng Sawah 24 36 3 1 3 Jagakarsa 19 34 4 Leteng Agung 20 30 1 5 Tanjung Barat 18 18 3 6 Cipedak 11 39 Jumlah 111 190 7 1 Table 3.3 Laporan penyelenggara pemerintahan provinsi DKI Jakarta Bulan Desember 2014 kec. Jagakarsa Islam sebagai agama mayoritas pada masyarakat Kecamatan Betawi menjadi pedoman hidup serta tata aturan yang mengatur setiap tingkah laku dan aktivitas mereka, bahkan menjadi pedoman mereka dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Budaya yang lahir dalam masyarakat Kecamatan Jagakarsa berkaitan erat dengan suku Betawi sebab masyarakat Kecamatan Jagakarsa sebagian besar adalah warga asli Betawi yang memiliki warisan kebudayaan dari leluhur terdahulu dan kebudayaan tersebut masih tetap dilestarikan. Kebudayaan Betawi memberikan sumbangan yang besar terhadap seni musik, seperti seni rebana biang yang terdapat pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Dalam hal ini seni rebana biang tidak hanya mendapat pengaruh dari suku Betawi melainkan juga mendapat pengaruh dari berbagai daerah seperti dari Sunda, bahkan Negara Arab. Pada dasarnya kesenian rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa bermula dari faktor agama dengan tujuan untuk menyebarkan Islam di wilayah tersebut, akan tetapi seiring dengan sifat keterbukaan masyarakatnya pada seni rebana biang maka kesenian ini pun menjadi budaya leluhur yang dimiliki masyarakat sekitar. Meskipun masyarakat kecamatan Jagakarsa sebagian besar adalah suku Betawi akan tetapi tidak bisa dipungkiri terdapat suku lain, antara lain suku Jawa yang bisa dibilang mayoritas suku kedua setelah Betawi. Selain itu juga ada Sunda, Batak dan lain sebaginya. Banyak kebudayaan dan kesenian yang terdapat di Kecamatan Jagakarsa 10 Berikut tabel rincian jenis kebudayaan dan kesenian yang terdapat di wilayah Kecamatan Jagakarsa yaitu; Kelurahan No Jenis Kesenian Ciganjur SR. Sawah Jagakarsa LT. Agung TJ. Barat Cipedak 1. Tari 4 1 1 3 2 2. Tanjidor 1 10 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember 2014, h.33 - 34 3. Topeng 2 1 4. Wayang Kulit Betawi 1 1 5. Orkes Melayu 2 2 3 1 1 4 6. Rebana Qasidah 7 11 7 10 6 6 7. Vokal Group 1 2 3 3 1 1 8. Gambang Keromomg 2 9. Band 2 1 1 1 1 10. Orkes Gambus 2 1 11. Reog Ponorogo 1 12. Seni Lukis 2 13. Reog Dog 1 dog Jumlah 21 18 24 14 12 17 Table 3.4 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember 2014. Meskipun suku dan budaya di masyarakat Kecamatan Jagakarsa beragam, namun masyarakat Kecamatan Jagakarsa yang mayoritas penduduknya adalah warga Betawi dan mayoritas beragama Islam, mereka tidak menghapus atau menghilangkan keberadaannya. Akan tetapi, terus dilestarikan sebagai sesuatu yang membanggakan. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya Sanggar Pustaka Rebana Biang Ciganjur. Sanggar ini merupakan wadah pengembangan dan pelestarian seni rebana pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Bahkan telah diakui keberadaanya oleh pihak Pemerintah Pusat. Pada pembahasan selanjutnya, di Bab IV penulis akan menjelaskan tentang perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Dalam pembahasan tersebut penulis akan memaparkan mengenai pengertian dari rebana biang, awal mula lahirnya seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa, kondisi perkembangan rebana biang saat ini serta upaya yang dilakukan untuk mengembangkan atau melestarikan seni rebana biang pada masyarakat luas. 52

BAB IV PERKEMBANGAN SENI REBANA BIANG PADA MASYARAKAT

KECAMATAN JAGAKARSA JAKARTA SELATAN Dewasa ini tidak mudah untuk menemukan seni musik pertunjukan tradisional dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih mengenal seni pertujukan modern dari pada seni pertunjukan tradisional daerah sendiri. Selain itu minat generasi muda saat ini sangat rendah terhadap budaya sendiri. Bahkan tidak jarang banyak yang mulai meninggalkan kesenian tradisional yang dimiliki oleh bangsanya. Rebana biang di masyarakat Kecamatan Jagakarsa yang dipegang oleh H. Abd. Rahman merupakan salah satu kesenian Betawi yang masih tetap konsisten dalam mempertunjukan seni musik tradisional. Keunikan serta keistimewaan, antara lain dalam hal ukuran alat musik yang besar dibandingkan jenis rebana lain, lirik lagu Arab yang diubah ke dalam adat Betawi, serta para pemaimnya yang sebagian besar sudah tidak muda lagi. Kelompok ini mempertahankan eksistensinya di tengah modernisasi walaupun terjadi pasang surut dalam perkembangannya. Namun kelompok ini tetap berjuang melestarikan kesenian yang telah diwariskan leluhurnya.

A. Pengertian Rebana Biang

Sebelum kita membahas tentang perkembangan rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa, terlebih dahulu kita harus mengenal apa itu pengertian dari rebana biang. Kata biang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki banyak makna seperti induk, kepala, pimpinan. 1 Sedangkan menurut kamus Betawi kata biang memiliki arti besar, induk, ibu. Untuk pengertian rebana sendiri adalah alat musik yang memiliki ukuran yang bervariasi dalam bentuk yang rata-rata pipih yang terbuat dari sehelai kulit binatang yang kemudian direntangkan pada bingkai kayu yang bundar dan pada bingkainya sering ditambahkan beberapa logam pipih. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa rebana biang adalah alat musik rebana yang memiliki ukuran besar dibandingkan dengan jenis rebana lainnya. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa rebana biang memiliki ukuran yang besar.

B. Asal-Usul Rebana Biang

Banyak kesenian yang terdapat di Betawi mendapat pengaruh yang cukup kuat dari berbagai daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sifat masyarakat Betawi yang memiliki keterbukaan terhadap kebudayaan lain sehingga dengan mudah menerima kebudayaan yang datang padanya. Rebana biang merupakan salah satu seni musik rebana yang dimiliki budaya Betawi. Rebana Biang adalah salah satu jenis musik Betawi yang bernafaskan Islam yang mendapat pengaruh oleh unsur kebudayaan Sunda. 2 Jenis rebana ini memiliki berbagai sebutan di berbagai daerah, ada yang menyebutnya 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, , Jakarta: Balai Pustaka ,1990 edisi ketiga, hal. 146 2 Nirwanto dkk, Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1998, hal. 82 dengan Rebana Gede, Rebana Salun, Gembyung, dan Terbang Selamet. 3 Nama rebana biang sendiri diambil dari ukuran alat yang dipergunakan. Sebab ada rebana biang yang memiliki ukuran besar dan bergaris tengah kurang lebih 90 cm. Menurut keterangan H. Abd. Rahman, pada masa Gubenur Ali Sadikin periode 1966 – 1977 rebana ini disebut rebana gede, namun pada tahun 1974 masa Gubenur Ali Sadikin meresmikan semua kesenian Betawi dan kemudian beliau mengubah nama rebana ini menjadi rebana biang yang dilihatnya berdasarkan pada jenis ukuran rebananya. Maka dari itu diambillah nama biang sebagai ciri khas dari rebana tersebut. Bentuk dari rebana biang adalah sama, yang membedakannya hanya dari segi ukuran yang berbeda-beda. Bahkan masing-masing rebana memiliki sebutan yang berbeda pula. Rebana biang terdiri dari tiga jenis, yaitu rebana yang terkecil dengan ukuran 30 cm bernama Gendung, lalu rebana yang berukuran 60 cm bernama Kotek, sedangkan rebana dengan ukuran 90 cm disebut dengan Biang. 4 Lirik lagu yang dipergunakan biasanya berbahasa Arab, Betawi dan Sunda. Rebana biang di Jakarta tersebar di beberapa wilayah seperti di Ciganjur, Jakarta Selatan, Cijantung, Jakarta Timur dan Cakung. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman serta pola pikir masyarakat yang semakin modern jenis kesenian tradisional musik Betawi rebana biang di DKI Jakarta saat ini hanya terdapat di daerah Ciganjur. 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Seni Pertunjukan Tradisional Betawi, Jakarta:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta, 2012, hal. 80 4 Atik Sopandi dkk, Rebana Burdah Dan Biang, Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1992, hal. 25 Rebana biang di Ciganjur yang dipimpin oleh H. Abd. Rahman merupakan seorang tokoh seni yang sangat mencintai kebudayaan Betawi. Beliau memiliki inisiatif membuka sanggar musik tradisional Betawi rebana biang yang bertempat di Jl. R.M Kahfi I, Gang Amsar RT 05 RW04, no. 54 Ciganjur Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Sanggar tersebut diberi nama Pusaka Rebana Biang Ciganjur yang artinya sanggar ini dikhususkan untuk menjaga dan melestarikan seni rebana biang warisan pusaka dari orang tua. 5 Sanggar ini sekaligus menyatu dengan tempat tinggalnya. Selain keunikan yang terdapat pada alatnya, seni rebana biang pimpinan H. Abd Rahman ini mempunyai sesuatu yang unik dari segi para pemainnya dilihat dari usia para pemainnya yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi selain itu, seni rebana biang juga digunakan sebagai pengiring dalam tari Blenggo. Alasan beliau mendirikan sanggar tersebut selain karena kecintaannya akan budaya seni adalah untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya leluhur yang diwariskan padanya yakni musik tradisional Betawi rebana biang. Menurut kesaksian H. Abd. Rahman kesenian rebana biang Ciganjur di masyarakat Kecamatan Jagakarsa pada awalnya berasal dari daerah Banten, Jawa Barat yang dibawa oleh bapak H. Kumis yang kemudian dibawa dan dikembangkan di daerah Ciganjur yang kemudian berkembang menjadi sebuah pertunjukan. Rebana biang ketika itu dijadikan sebagai media untuk menyiarkan agama Islam dan juga sebagai hiburan setelah pengajian agar masyarakatnya tidak merasa bosan. Rebana biang yang berada pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa 5 Wawancara dengan bapak H. Abd. Rahman ketua Sanggar Pusaka Rebana Biang, 2 Mei 2016.