Kondisi Perkembangan Seni Rebana Biang

keberadaannya. Meskipun pada awal kemunculannya seni rebana biang anggotanya hanya dari keturunan keluarga. Perkembangan regenerasi pada masa kepempimpinan H. Abd. Rahman terlihat sangat jelas. Mengingat bahwa kesenian rebana biang tidak hanya dari keluarga saja yang menjaga dan melestarikan tetapi juga harus berasal dari masyarakat sekitarnya. Pada masa kepemimpinan H. Abd. Rahman telah dibuat pengembang rebana biang. Usulan untuk adanya pengembang rebana biang sudah diajukan oleh Iwan yang merupakan anak tertua dari H. Abd. Rahman. Untuk melestarikan dan menjaga seni rebana biang yang menjadi warisan orang tuanya. Beliau mengusulkan idenya pada Lembaga Kebudayaan Betawi LKB dan juga Pemda agar setiap tempat hiburan menampilkan kesenian Betawi. Tepatnya di tahun 2014 telah dibentuk rebana biang pengembang. Pengembang rebana biang ini dipegang langsung oleh Iwan. Iwan menuturkan bahwa peran dari pengembang ini cukup berarti karena memiliki progam-program khusus. Program ini dirancang untuk menjaga dan melestarikan rebana biang. Program tersebut terdiri dari pengenalan, penerus, dan bahan hingga pembuatannya. Program pengembangan pengenalan ini merupakan dasar dari inisiatif dari Iwan agar setiap tempat hiburan menampilkan atau mempertunjukan kesenian Betawi yang bertujuan agar kesenian Betawi dikenal oleh masyarakat luas baik dalam maupun luar tidak hanya pada masyarakat perkampungan saja. 11 Untuk program pengembangan penerus sanggar ini merekrut dari berbagai kalangan baik remaja maupun dewasa. Para muridnya pun beragam tidak 11 Hasil wawancara dengan Bapak. Iwan Ketua Pengembang Sanggar Pustaka Reabana Biang,pada 15 Mei 2016. hanya berasal dari keturunan keluarga tetapi juga dari luar, bahkan usianya pun berkisar antara 20 sampai 30 tahun dan ada yang sudah menikah. Iwan menambahkan bahwa siapa saja boleh belajar rebana biang asalkan orang tersebut memiliki kemauan untuk belajar dan memiliki jiwa seni tanpa dipungut biaya apa pun. Pengembangan dari segi bahan dan pembuatan rebana biang ini dimaksudkan untuk membuat dan menservis rebana. Hal ini bertujuan agar pemainnya selain mengerti cara memainkan rebana biang mereka juga mengetahui cara pembuatan rebana biang dari tahap awal higga tahap akhir. Untuk saat ini pembuatan rebana hanya dilakukan oleh golongan keluarga. Menurut penuturan Iwan, untuk mempelajari cara pembuatan rebana biang seseorang harus tekun dan telaten dalam mempelajarinya sama halnya dengan belajar menabuh rebana biang. Masa belajar seseorang tidak pernah ditentukan karena, cara belajarnya terkadang tergantung waktu luang muridnya. Jika ada waktu mereka berkumpul untuk latihan yang dilakukan setiap minggu tapi jika tidak ada waktu luang terkadang sebulan sekali mereka melakuknnya. Selain pengembangan di tempat hiburan, sanggar-sanggar serta lingkungan masyarakat Kecamatan Jagakarasa pengembangan rebana biang juga dilakukan pada sekolah-sekolah. Pengembangan rebana biang di sekolah merupakan program dari sekolahnya. Iwan menambahkan, program tersebut bertujuan mengenalkan dan mengajarkan kesenian-kesenian Betawi rebana biang pada murid-murid SMA. Dengan status pensiunan dari pegawai negeri sipil PNS, H. Abd. Rahman memiliki waktu banyak. Peran dari ketua sanggar pun sangat membantu dalam melestarikan kesenian ini. Ketua yang sekaligus sebagai pemain ini memastikan segala hal yang terkait dengan kepastian pementasan. seperti waktu dan anggaran yang diberikan pada kelompok rebana biang. Meskipun peran H. Abd. Rahman lebih dominan tetapi ia tetap menerima masukan serta saran dari para anggotanya. Suatu organisasi atau lembaga kesenian tidak akan lengkap tanpa dibentuknya manejemen yang baik yang bertugas untuk mengatur, merencanakan, pengkoordinasian dan mengarahkan tujuan organisasi agar berjalan lancar serta seimbang. Hal ini pun terjadi pada sanggar seni rebana biang pimpinan H. Abd. Rahman. Dalam hal ini, beliau menuturkan bahwa ada beberapa manejemen sanggar pustaka rebana biang seperti ketua sanggar rebana biang dipegang langsung oleh H. Abd Rahman, untuk bagian seketaris atau administasi diserahkan pada adik beliau yaitu H. Abd Aziz, dari segi keuangan atau bendaharanya kepada H. M.Nasir, untuk bagian pengembang diserahkan kepada anak tertua H. Abd Rahman yaitu Bapak Iwan, untuk bagian pengasuh kepada H. Engkos dan H. Mansub, sedangkan untuk bagian vokal dan musik langsung kepada pada H. Abd Rahman dan H.Engkos sebab mereka merupakan sesepuh dari rebana biang. 12 Berkaitan permasalahan tentang pemasaran atau mempromosikan rebana biang ke masyarakat luas H. Abd. Rahman mengatakan bahwa, ketika itu masih sangat tradisional yaitu melalui cara lisan seperti dari mulut kemulut, sebab saat itu sanggar seni rebana biang masih sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman pemasaran seni rebana biang pun mengalami kemajuan. 12 Hasil wawancara dengan H. Abd. Rahman ketua Sanggar Pusaka Rebana Biang, pada hari Rabu 12 Oktober 2016. Salah satunya melalui media elektronik dan media sosial. Peran dari pimpinan H. Abd. Rahman sangatlah besar dalam kegiatan seni rebana biang. Sebab semua informasi yang berhubungan dengan seni rebana biang, baik yang berasal dari Lembaga Kebudayaan Betawi atau Sudin DKI Jakarta akan langsung disampaikan kepada ketua atau pimpinan sanggar, yang kemudian beliau informasikan kembali kepada para anggota. Sanggar Pusaka Rebana Biang tidak hanya menyediakan seni musik rebana biang saja, akan tetapi sanggar ini pun mempertunjukkan kesenian tradisional lainnya seperti, mengkombinasikannya dengan adat palang pintu Betawi, adat pernikahan Betawi, acara Khitanan yang diringi dengan delaman serta ondel-ondel. Hal ini dimaksudkan agar seni rebana biang dikenal masyarakat luas. Dalam perkembangannya hingga dewasa ini, kelompok sanggar rebana biang ini relatif tidak menghadapi permasalahan yang cukup pelik. Permasalahan muncul apabila ada order yang pelaksanaanya bersamaan dengan hari kerja, mengingat sebagian anggota timnya yang berusia produktif memiliki pekerjaan. Seiring dengan keberadaan dan perkembangan rebana biang hingga sekarang, sanggar ini pun tidak pernah memberikan syarat-syarat tertentu dalam rekruitmen anggotanya. Bahkan dari usia hingga suku pun tidak dipermasalahkan, asalkan mereka tekun dan mau mengembangkan serta melestarikan kesenian ini. Animo masyarakat dalam mengapresiasi seni dan tradisi rebana biang dinilai cukup besar dalam melestarikan seni rebana biang.

D. Bentuk Penyajian Rebana Biang

Masyarakat tradisional dapat bertahan apabila bisa menerima perubahan dan pembaharuan sesuai dengan kebutuhan tanpa merusak tatanan dan stabilitas tradisi yang telah ada. Dalam kesenian tradisional memiliki kesederhanaan dalam bentuk penyajiannya, baik dalam bentuk, iringan, tempat pentas, dan tata busana yang semuanya biasa dilakukan tanpa adanya aturan baku. Bentuk penyajian permainan rebana biang telah mengalami perubahan sedikit demi sedikit tetapi tanpa mengurangi unsur tradisi yang sudah ada dengan tujuan kearah yang lebih positif. Hal ini dapat kita lihat pada pertama, perubahan cara berpakaian yang dikenakan para pemainnya. Ketika awal kemunculannya pertunjukan rebana biang hanya diperuntukkan menggunakan pakaian berwarna hitam, akan tetapi kini warna tidak permasalahkan dalam berbusana. Kedua, generasinya kini tidak hanya golongan keluarga tetapi juga masyarakat luas. Ketiga, alat pengiring rebana biang kini ditambahkan dengan kecrekan atau arcodion. Berikut adalah pemaparan tentang bentuk penyajian rebana biang secara rinci:

1. Tata Rias dan Busana Rebana Biang

Secara umum, dalam sebuah pertunjukan pasti ada perlengkapan- perlengkapan yang tidak boleh dilupakan seperti kostum, tata rias, dan tempat pementasan. Salah satu hal utama dari sebuah perlengkapan pertunjukan adalah kostum. Bagi seorang seniman yang sekaligus sebagai pelaku seni, tata rias dan busana merupakan hal sangat penting dalam menujang penampilannya di pentas hiburan. Selain untuk memperindah penampilannya, tata rias dan busana juga sebagai mempertegas setiap karakter yang diperankannya serta sebagai pembedaan dengan kesenian Betawi lainnya. Pada hakikatnya tak ada ketentuan terhadap busana dalam seni rebana biang, asalkan pakaian yang dikenakannya bersifat sopan, nyaman dipakai dan enak dipandang mata. Sehingga selama pementasan pertunjukan para penonton tidak hanya mendengarkan instrumen permainan rebana biang, mereka juga dapat melihat kostum yang dikenakan para pemainnya. Pada seni rebana biang bentuk tata rias dan busana yang dikenakan para pemain rebana biang mengalami masa perkembangan. Menurut H. Abd. Rahman dahulu busana yang dikenakan baju berwarna hitam. Sebab zaman dahulu banyak sekali kejahatan di jalanan dan pertunjukan rebana biang dilakukan pada malam hari hingga pagi. Untuk menghindari hal tersebut maka digunakanlah busana berwarna hitam karena warna hitam berbaur dengan malam hari. Seiring dengan berubahnya generasi, kostum yang digunakannya pun mengalami sedikit perubahan yakni berupa baju koko putih, celana panjang hitam pantalon, peci hitam, dan selendang berupa kain sarung yang dilipat panjang yang dikalungkan di leher masing-masing para pemainnya. Selendang kain sarung ini menjadi khas dari seni rebana biang yang merupakan simbol dari kebiasaan masyarakat Betawi, yang dalam kehidupan sehari-hari sering menggunakan kain sarung untuk beribadah. Kostum inilah yang sering dipakai ketika pertunjukan. Menurut H. Abd. Rahman, sebenarnya untuk kostum tidak ditentukan, tergantung pada acara dan situasinya. Acara tersebut bisa resmi atau acara non resmi. Untuk acara resmi maka akan dikenakan kostum pakaian muslim. Sedangkan untuk ruang lingkup acara non resmi, seperti hajatan maka akan dikenakan pakaian yang beranekaragam atau disesuaikan dengan permintaan orang yang punya hajat. Bila permintannya seragam maka akan disamakan tetapi bila tidak ada ketentuan maka yang dipakai seperti kostum biasanya, asalkan sopan sesuai dengan pakaian seorang muslim. 13 Berikut ini adalah foto dari kostum Sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur. 14 Gambar 4.1 selendang kain sarung yang dikenakan para pemain rebana biang 13 Hasil wawancara dengan H. Abd. Raman ketua Sanggar Pustaka Rebana Biang Ciganjur, pada 2 Mei 2016 14 Foto dokumentasi penulis , yakni selendang kain sarung yang dasarnya adalah kain sarung yang dilipat dua yang di kalungkan di setiap leher pemain. Gambar 4.2 celana panjang yang dikenakan para pemain rebana biang Gambar 4. 3 kostum pemain Sanggar Pusaka Rebana Biang