dinyanyikan biasanya bergenre gambus atau padang pasir. Para pemain biasanya berasal dari turun temurun yang terdiri dari minimal sepuluh orang, yang sebagian
besar masih memiliki hubungan keluarga.
22
Musik marawis sering juga ditampilkan dalam acara hajatan, seperti acara pernikahan maupun khitanan.
Pemain marawis sebagian besar adalah pria, dengan menggunakan busana muslim yang sopan sebagai kostumnya dan biasanya menggunakan peci sebagai penutup
kepala.
3. Musik Nasyid
Nasid juga merupakan salah satu jenis musik islami. Nasyid adalah salah satu seni Islam dalam bidang suara. Lagu yang dinyanyikan biasanya
mengandung kata-kata nasihat, kisah para nabi, pujian kepada Allah SWT. dan lain-lain. Nasyid dibawakan dengan cara acappela dengan diiringi gendang.
Nasyid hadir di Indonesia sekitar era tahun 80-an bermula ketika para aktivis kajian Islam yang mulai tumbuh di kampus-kampus pada saat itu. Syair yang
digunakan asli berbahasa Arab. Namun seiring perkembangan nasyid ada yang dibawakan dengan berbahasa Indonesia. Nasyid juga dibawakan ketika perayaan
hari besar Islam.
21
Pukulan Zafin digunakan untuk mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas dipanggung, seperti lagu berbalas pantun. Pukulan Sarah digunakan saat mengarak atau mengiringi
pengantin. Dan pukulan Zahefah digunakan untuk mengiringi lagu-lagu majlis.
22
Yayasan untuk Indonesia, Ensiklopedi Jakarta II: Culture Heritage, Jakarta: penerbit pemerintahan provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman , 2005, h. 252
Ustad Abdullah Gymnastiar, berpendapat nasyid adalah bagian dari seni Islam yang harus menjadi bagian dari dakwah Islam sepanjang syairnya benar dan
ada di jalan yang di ridhoi Allah dan penyajiannya benar-benar tulus karena Allah. Oleh karena itu tidak cukup dengan memperindah suara, namun yang
terpenting adalah memperbaiki akhlak para penasyidnya agar nasyid mampu menembus relung hati dan mampu merubah sikap para pendengarnya.
23
Nasyid pertama kali hadir di Indonesia ketika dibawakan oleh sekelompok dakwah al-Arqam dari Negara Jiran Malaysia. Mereka menggunakan
nasyid sebagai salah satu metode dakwah mereka serta dalam penyampainnya menggunakan syair yang enak didengar.
4. Musik Rebana
Kesenian rebana sering dikaitkan dengan kesenian tradisional Islam. Kesenian tradisional adalah bentuk seni yang bersumber dan berakar, serta telah
dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Kesenian tradisional selalu berkaitan dengan adat istiadat yang berbeda antara satu
kelompok dengan kelompok lain. Rebana merupakan alat musik yang memiliki ukuran yang bervariasi dalam bentuk yang rata-rata pipih, terbuat dari sehelai
23
Pendapat Abdullah Gymnastiar yang dikemukakan dalam pembukaan album nasyid The Fikr dengan tema cinta yang diproduksi oleh PT. Mutiara Qalbun Salim. Terdapat dalam
Nasyid Modern, Permata, no. 3, tahun VII, Juli 2009, h. 11
kulit yang direntangkan pada bingkai kayu yang bundar dan pada bingkainya sering ditambahkan beberapa logam pipih.
24
Konon kata rebana berasal dari kata Arbaa bahasa Arab yang bermakna empat. Bilangan empat ini mengandung arti prinsip-prinsip dasar
agama Islam yaitu melakukan kewajiban terhadap Allah, masyarakat, kepada alam dan melakukan kewajiban pada diri sendiri.
25
Rebana merupakan alat musik yang cukup popular di masyarakat Muslim. Rebana memiliki sebutan yang luas seperti
robana, rabana, terbana, trebang atau terbang. Rebana dalam istilah Jawa lebih akrab disebut “Terbang” dan dalam istilah bahasa Inggris lebih dikenal dengan
“Tambourine”. Tamborine atau disebut Riq digunakan di berbagai negara Arab, termasuk Mesir, Irak, Suriah dan lainnya. Sedangkan di Rusia, Ukrania, Slovia,
Polandia alat perkusi ini disebut dengan Buben, Lalu untuk negara-negara Asia Tengah disebut Dajre.
26
Pada hakekatnya instrumen musik rebana sudah ada sejak empat belas abad yang lalu yaitu pada zaman Nabi Muhammad SAW. Instumen
ini masuk ke Indonesia ketika penyebaran agama Islam ke Nusantara. Hampir seluruh daerah di Indonesia, terutama di daerah yang wilayahnya kental dengan
budaya Islam mengenal alat ini dengan baik.
27
24
Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, Jakarta: Masup Jakarta, 2012, h. 201
25
Nirwantoki. SHendrowinoto. dkk, Seni Budaya Betawi Mengiringi Zaman, Jakarta : Dinas Kebudayaan Betawi DKI Jakarta, 1998, h. 71-74
26
Jantara: Jurnal Sejarah dan Budaya, Musik dan Lagu, Yogjakarta : 2012, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, h. 145-150
27
Ensiklopedi Musik jilid I, Jakarta: PT Delta pamungkas, 2004, h. 150-151