Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Industri

pada semua variabel independen. Uji White digunakan untuk melihat apakah terdapat heteroskedastisitas dalam hasil regresi. Nilai p-value dan probabilitas F- statistic menunjukkan nilai lebih besar dari taraf nyata 5 persen α = 0,05, sehingga terima H yaitu homoskedastisitas. Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan uji Durbin Watson dalam Tabel 5.1.. Hasil estimasi menunjukkan Durbin-Watson statistic DW adalah 2,31558, nilai ini mendekati 2 sehingga dapat dikatakan tidak ada korelasi. Uji autokorelasi juga dilihat dari Tabel 3.2 dimana nilai DW lebih besar dari 2 dan lebih kecil dari 4-d u d l = 0,83 dan d u = 1,52 sehingga tidak ada autokorelasi pada taraf nyata 1 persen α = 0,01. Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Pada penelitian ini, uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Tabel 5.1. menunjukkan nilai VIF kurang dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

5.4.2. Hasil Estimasi Model

Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja telah memenuhi asumsi OLS, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis regresi yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.1.. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model PCM Dependen Variabel : PCM Variabel Koefisien Std.Error Probabilitas VIF Signifikansi Constant 16,186 8,151 0,061 CR 4 -0,00112 0,05114 0,983 2,3 Tidak Signifikan PROD 0,29378 0,05899 0,000 2,2 Signifikan TK -0,9119 0,1997 0,000 1,9 Signifikan PR 0,6070 0,5519 0,285 3,4 Tidak Signifikan R-squared 65,1 Durbin-Watson Stat 2,31558 Prob F-Statistic 0,000 F-Statistic 9,32 signifikan pada taraf nyata 5 persen Sumber : Diolah, 2011 Tabel 5.1. menunjukkan hasil estimasi model Price Cost Marginal PCM industri alas kaki di Indonesia, dari tabel tersebut terdapat nilai R-squared sebesar 65,1 persen. Hal ini berarti 65,1 persen nilai PCM dapat dijelaskan oleh rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar CR 4 , produktivitas PROD, nilai efisiensi tenaga kerja TK, dan nilai produksi PR, sedangkan 34,9 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model ini. Berdasarkan hasil estimasi tersebut diperoleh bahwa variabel bebas produktivitas, dan nilai efisiensi tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf 5 persen α = 0,05. Sedangkan CR 4 dan nilai produksi tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen α = 0,05 terhadap keuntungan. Variabel CR 4 tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen α = 0,05 terhadap keuntungan industri alas kaki. Hal ini diduga disebabkan semakin banyaknya perusahaan baru masuk ke dalam pasar, sehingga perusahaan lama dan perusahaan baru harus saling berbagi keuntungan, dan keuntungan yang dapat dinikmati oleh setiap perusahaan semakin sedikit. Variabel produktivitas PROD signifikan pada taraf nyata 5 persen α = 0,05 terhadap PCM dengan koefisien 0,29378. Hal ini menunjukkan bahwa variabel produktivitas berpengaruh positif terhadap keuntungan, dimana setiap peningkatan produktivitas sebesar 1 persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,29378 persen. Ini sesuai dengan hipotesis awal semakin produktif suatu perusahaan maka keuntungan perusahaan akan semakin meningkat. Hal ini diduga karena jika suatu perusahaan semakin produktif, maka memungkinkan semakin efisiennya penggunaan sumberdaya dalam kegiatan produksi. Variabel efisiensi tenaga kerja TK signifikan pada taraf nyata 5 persen α = 0,05 terhadap PCM dengan koefisien -0,9119 persen. Hal ini berarti bahwa variabel efisiensi tenaga kerja memiliki pengaruh negatif terhadap keuntungan, dimana setiap penurunan nilai efisiensi tenaga kerja sebesar 1 persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,9119 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin kecil nilai efisiensi tenaga kerja maka efisiensi semakin baik dan akan meningkatkan keuntungan industri alas kaki. Kondisi ini terjadi karena jika biaya input tenaga kerja semakin kecil dan nilai output semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa pemakaian biaya input semakin efisien. Dengan efisiennya biaya, maka keuntungan industri akan meningkat. Nilai produksi tidak signifikan terhadap PCM pada taraf nyata 5 persen α = 0,05. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana peningkatan nilai produksi diduga akan meningkatkan keuntungan industri alas kaki. Kondisi ini diduga karena peningkatan nilai produksi dalam industri alas kaki diikuti dengan peningkatan biaya input, dimana peningkatan biaya input tersebut tidak memiliki suatu pola hubungan tertentu dengan peningkatan produksi.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap industri alas kaki selama periode tahun 1984-2008, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Nilai rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar CR 4 industri alas kaki dari tahun 1984 hingga tahun 2008 mencapai 36,54 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur pasar industri alas kaki adalah oligopoli longgar 2. Perilaku industri yang dapat dilihat dari industri alas kaki adalah strategi produk, strategi promosi, strategi harga dan strategi distribusi. a. Dengan adanya perusahaan nasional yang bekerjasama dengan perusahaan multinasional yang memiliki merk-merk ternama, kelompok kecil yang dominan telah memiliki pasarnya sendiri. Strategi produk dilakukan dengan tetap menjaga kualitas yang tinggi dan membuat spesialisasi produk untuk dapat memenuhi permintaan pasar. Strategi promosi dilakukan dengan promosi melalui media cetak maupun media elektronik, dan menjaga image yang baik di mata konsumen. Strategi harga yang dilakukan oleh kelompok ini adalah dengan menetapkan harga tinggi bagi konsumen berdasarkan image yang telah ada sebagai produk yang eksklusif. Strategi distribusi dilakukan dengan melakukan ekspor, dan untuk permintaan dalam negeri para produsen mendistribusikan ke kota-kota besar, mal-mal untuk dapat menjangkau sasaran konsumen mereka, yaitu kalangan menengah ke atas. b. Bagi kelompok besar yang masing-masing perusahaannya memiliki pangsa pasar yang sangat kecil, strategi mereka adalah dengan menetapkan harga yang murah dan mendistribusikan produk ke pasar dalam negeri untuk golongan menengah ke bawah. 3. Kinerja industri alas kaki dapat dilihat melalui tingkat keuntungan dan produktivitas. Keuntungan terendah didapat pada tahun 1990 yaitu sebesar 22,89 persen, dan keuntungan terbesar pada tahun 2005 yaitu sebesar 42,10 persen. Tingkat keuntungan industri alas kaki terbilang cukup besar dengan rata-rata keuntungan dari tahun 1984-2008 sebesar 32,80 persen. Industri alas kaki memiliki nilai produktivitas rata-rata dari tahun 1984-2008 sebesar 73,30 persen, sehingga industri alas kaki dapat dikatakan efisien dalam penggunaan biaya inputnya. 4. Berdasarkan hasil analisis regresi dengan pendekatan Ordinary Least Square OLS, kinerja industri alas kaki yang dilihat dari tingkat keuntungan PCM secara signifikan dipengaruhi oleh produktivitas PROD dan nilai efisiensi tenaga kerja TK. Sedangkan variabel rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar CR 4 dan nilai produksi PR yang digunakan dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan industri alas kaki.

6.2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah :