34
Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992
Parameter Kedelai
a
Kacang hijau
a
Susu bubuk
b
Nilai g100g rata-rata
Rentang rata-rata
Rentang rata-rata
Rentang Air
7.24 6.60-7.87
9.49 8.66-10.31
3.14 3.14-3.15
Abu 4.73
4.53-4.93 3.07
2.89-3.25 4.48
4.47-4.50 Protein
33.26 31.24-35.28
23.49 21.69-25.28
14.48 14.46-14.50
Karbohidrat 16.64
14.02-19.26 53.61
49.26-57.96 59.64
59.61-59.67 Lemak
21.07 20.22-21.91
NA NA
18.25 18.24-18.26
a
berdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia
b
berdasarkan hasil analisis proksimat Lab Kimia LD-ITP
Bahan acuan yang dipakai jika dimasukkan ke dalam matriks segitiga pangan akan terbagi menjadi dua kelas matriks dalam segitiga pangan. Kedelai masuk ke dalam kelas dengan
kadar karbohidrat rendah, lemak rendah dan protein sedang yang ditandai dengan nomor 8 pada matriks segitiga pangan di Gambar 1. Sedangkan kacang hijau dan susu bubuk akan masuk ke
dalam kelas protein rendah, lemak rendah dan karbohidrat sedang yang ditandai dengan nomor 6 pada matriks segitiga pangan di Gambar 1. Sebelumnya pada perbandingan metode digunakan
sampel yang mewakili tiga kelas matriks dalam segitiga pangan Gambar 3. Sehingga kalau dijumlah sampel dan bahan acuan yang digunakan telah mewakili 5 dari 9 matriks segitiga pangan
yang ada.
4.3.1. Aspek presisi
Walton 2001 merekomendasikan evaluasi terhadap presisi sebagai langkah pertama dalam validasi metode. Jika presisi metode sudah tidak baik, maka sulit untuk mendapatkan hasil
yang dapat dipercaya. Salah satu aspek yang umum digunakan dalam verifikasi adalah ripitabilitas Mullins 2003. Tetapi dalam pengujian presisi metode untuk validasi satu lab single laboratory
validation dapat berupa ripitabilitas dan reprodusibilitas intralab.
4.3.1.1. Ripitabilitas bahan acuan
Ripitabilitas memungkinkan variasi terkecil dapat ditemukan pada sebuah analisis Jelita 2011. Ripitabilitas dapat dilihat dari nilai RSD. Nilai RSD dan RSD
R
Horwitz analisis
total karbohidrat dengan menggunakan metode SNI 01-2891-1992 ditunjukkan pada Tabel 9 untuk analisis beberapa bahan acuan, Tabel 10 untuk uji ripitabilitas dengan spike glukosa.
35
Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan N=7 Bahan acuan
Hasil analisis g100g RSD
analisis 23 RSD
H
2xRSD AOAC
Rataan Range
SD Susu Bubuk
45.72 45.11-46.08
0.43 0.93
1.50 2.25
Kacang kedelai 15.90
15.19-16.50 0.41
2.58 1.76
2.64 Kacang hijau
55.66 55.45-56.16
0.28 0.51
1.45 2.18
Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan penambahan kadar glukosa N=7
Bahan acuan Hasil analisis yang terbaca
g100g RSD
analisis 23
RSD
H a
2x RSD AOAC
b
Rataan Range
SD Susu Bubuk
47,65 47,37-48,55
0,43 0,91
1,49 2,24
Kedelai 23,44
22,98-24,05 0,42
1,80 1,66
2,49 Kacang hijau
58,50 58,37-58,66
0,12 0,22
1,47 2,17
a
Garfield 2000
b
AOAC 2002
Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh berkisar antara 0,51-2,58 untuk sampel bahan acuan n=7 dan 0,22-1,80 untuk sampel bahan acuan yang mengalami
penambahan kadar glukosa n=7. Nilai ini menunjukkan variasi yang kecil dalam ulangan yang dilakukan pada tiap bahan acuan. Garfield 2000 mengatakan bahwa ripitabilitas dikatakan baik
jika memiliki nilai RSD yang lebih kecil dari 23 RSD
R
yang dihitung dari rumus Horwitz. Tetapi AOAC 2002 mengatakan bahwa nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 0,5
sampai 2 kali dari nilai yang terhitung berdasarkan rumus atau di Tabel 2. Bahkan nilai RSD di bawah 5 dapat diterima, meskipun terkadang batas itu tergantung tipe dari analisis Smith 2010.
Hasil analisis yang didapat pada bahan acuan susu bubuk dan kacang hijau menunjukkan nilai yang didapat kurang dari 23 RSD
R
yang dihitung dari rumus Horwitz, kecuali pada analisis bahan acuan tepung kedelai. Nilainya masih lebih kecil dari RSD
R
Horwitz tetapi lebih besar dari 23 RSD
R
Horwitz. Tetapi jika kita mengikuti acuan AOAC 2002 nilai ini masih
36
dalam range yang dapat diterima. Begitupula jika mengikuti acuan Smith 2010, yaitu RSD masih di bawah 5.
Nilai RSD kedelai cenderung lebih besar dibanding kacang hijau dan susu bubuk baik pada bahan acuan dengan penambahan glukosa maupun bahan acuan tanpa penambahan glukosa.
Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi karbohidrat pada kedelai yang lebih kecil dibandingkan susu bubuk dan kacang hijau. Akan tetapi jika dilihat dari nilai standard deviasiSDnya sendiri,
kedelai memiliki SD yang hampir sama bahkan cenderung lebih kecil dibandingkan susu bubuk. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi karbohidrat yang lebih kecil hingga pada range lebih
dari ±15,90 gram karbohidrat setara glukosa100 gram sampel bukan berarti menyebabkan keterulangan yang lebih buruk dibandingkan konsentrasi karbohidrat yang lebih tinggi. Adanya
kecenderungan bahwa nilai SD susu bubuk lebih besar dari kedelai lebih besar dari kacang hijau perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui komponen apa dari tiap bahan acuan yang mungkin
dapat menyebabkan variasi yang ada. Dalam penelitian ini, range konsentrasi ±15,90-58.50 gram karbohidrat setara glukosa100 gram sampel pada sampel kacang hijau, kedelai dan susu bubuk
masih memiliki kerterulangan ripitabilitas yang dapat diterima terutama pada lab tempat penelitian dilaksanakan telah dikonfirmasi.
4.3.1.2. Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel
Reprodusibilitas dapat digunakan untuk memperkirakan bias yang terjadi jika analisis dilakukan pada hari yang berbeda. Reprodusibilitas yang diukur adalah reprodusibilitas intralab,
yaitu dengan lab yang sama hanya selang waku yang berbeda. Selang waktu yang digunakan untuk mengukur reprodusibilitas intralab yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lebih dari 2 bulan.
Reprodusibilitas intralab diukur pada bahan acuan yang dapat dilihat pada Tabel 11 dan sampel matriks pangan cair pada Tabel 12.
37
Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan Bahan acuan
Tanggal pengerjaan Rataan
g100g SD
RSDa RSD H
T
obs
P value
Susu bubuk 28 Juli 2011
a
45,72 0,43
0,93 2,25
29,263 0,000
11 Oktober 2011
b
36,27 0,58
1,79 2,33
Kedelai 28 Juli 2011
a
15,90 0,41
2,58 2,64
3,229 0,012
11 Oktober 2011
b
14,73 1,05
7,13 2,67
Kacang hijau 28 Juli 2011
a
55,66 0,28
0,51 2,18
0,708 0,518
11 Oktober 2011
b
55,79 1,68
3,01 2,18
a
N=7
b
N=3 berbeda nyata
Tabel 12.
Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan cair N=3
Sampel Tanggal
pengerjaan Rataan
g100g SD
RSDa RSD H
T
obs
P value
Kecap Manis 5 Juli 2011
38,71 0,68
1,76 2,31
3,179 0,034
7 Oktober 2011 36,96
0,66 1,78
2,32 Kecap Asin
5 Juli 2011 2,21
0,05 3,31
3,74 1,750
0,155 7 Oktober 2011
2,03 0,17
8,58 3,60
Santan 5 Juli 2011
1,49 0,03
3,36 3,95
0,708 0,518
7 Oktober 2011 1,45
0,10 6,90
3,78
berbeda nyata
Hasil uji reprodusibilitas diuji statistik dengan perangkat lunak SPSS 17.0 dengan menggunakan uji F dan independent t test untuk mengetahui perbedaan varian dan beda nyata dari
rataan kedua metode. Hasil uji F menunjukkan bahwa hasil analisis dari baik semua bahan acuan maupun sampel matriks pangan cair tidak memiliki perbedaan varian yang signifikan dari analisis
yang dilakukan pada dua waktu yang berbeda, oleh karena itu uji lanjut dengan independent t test dengan mengasumsikan varian analisis dari dua waktu yang berbeda itu sama.
Hasil independent t test menunjukkan bahwa pada analisis yang dilakukan pada bulan pertama untuk bahan acuan susu bubuk dan kedelai berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan
38
pada bulan kedua yang berselang lebih dari dua bulan sejak analisis pertama, sedangkan untuk bahan acuan kacang hijau tidak berbeda nyata. Adapun hasil independent t test pada analisis yang
dilakukan pada bulan pertama untuk sampel matriks pangan cair yaitu kecap asin dan santan tidak berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan pada bulan kedua, sedangkan untuk sampel kecap
manis berbeda nyata. Nilai yang berbeda nyata ini mengindikasikan reprodusibilitas yang buruk. Jumlah total karbohidrat yang ada pada bahan acuan seharusnya tidak akan banyak
berubah karena lingkungan. Jika diasumsikan bahwa bahan acuan cenderung bersifat stabil, maka perubahan atau ketidakkonsistenan dapat berasal dari analis, reagen, atau lingkungan yang
mempengaruhi performa metode itu sendiri. Meskipun reagen seperti natrium tiosulfat dan reagen lain disiapkan segar, reagen Luff yang digunakan untuk analisis pada bulan kedua sama dengan
yang digunakan pada bulan pertama karena diasumsikan reagen ini bersifat stabil. Tetapi ternyata hasil analisis menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam ripitabilitas dan reprodusibilitas,
sehingga ada kemungkinan jika reagen kurang stabil dalam penyimpanan lebih dari 2 bulan. Hal ini juga dapat menyebabkan bias. Adapun ketidakkonsistenan dari analis dan perubahan kondisi
pada lingkungan juga dapat mempengaruhi performa metode. Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh untuk analisis yang
dilakukan pada bulan pertama cenderung lebih baik dibandingkan hasil analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini juga yang dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakkonsistenan pada
analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini kemungkinan besar dapat disebabkan karena adanya perubahan pada reagen, matriks, analis dan lingkungan. Reagen dapat mengalami
perubahan seperti yang disebutkan sebelumnya. Dari segi analis, metode yang memiliki tahapan yang panjang dan melelahkan dapat menyebabkan performa metode kurang konsisten. Selain itu
perubahan dari matriks sampel dalam hal ini terutama matriks sampel pangan cair baik secara biologis atau kimia dapat menyebabkan hasil kurang konsisten baik untuk ripitabilitas maupun
reprodusibilitas. Dari sini dapat dilihat juga bahwa reprodusibilitas metode dipengaruhi oleh matriks sampel yang dianalisis.
Faulks dan Timms 1985 mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi memiliki reprodusibilitas yang buruk. Hal ini juga telah dikonfirmasi dalam percobaan ini, yaitu
dimana pada matriks kecap manis serta bahan acuan susu bubuk dan kedelai, nilai
39
reprodusibilitasnya buruk analisis yang dilakukan dalam selang waktu dua bulan hasilnya berbeda nyata.
4.3.2. A