Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992

45 Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 Faktor analis yaitu ketrampilan, sikap atau perilaku dan faktor kelelahan menjadi penentu hasil analisis. Prosedur yang panjang dan memakan waktu mengharuskan analis mengatur waktu dengan baik agar hasil analisis tidak terpengaruh oleh ketrampilan yang tidak konstan akibat kelelahan. Faktor lingkungan dapat berupa fluktuasi suhu, yang berpengaruh pada sampel dan titran. Terdapat juga faktor kesalahan dari sampel berupa efek interferensi dari matriks.

4.5. Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992

Analisis total karbohidrat SNI 01-2891-1992 memiliki beberapa kelemahan, selain banyaknya faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam analisisnya. Salah satu kelemahannya ada pada tahap hidrolisis. Selain ada kemungkinan bahwa seluruh karbohidrat tidak terhidrolisis sempurna, hidrolisis asam yang dilakukan dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa Loomys dan Shull 1937; atau gula-gula lain Shriner 1932. Glukosa juga terdegradasi perlahan jika dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat dengan Kesalahan analisis Analis Keterampilan Kelelahan Sikapperilaku Lingkungan Fluktuasi suhu Matriks sampel Reagen Umur simpan Kemurniankontaminasi Sifat kimia reagen Standardisasi Pembuatan reagen Buret Alat Alat gelas waterbath pHmeter Hotplate Neraca analitik Metode Persiapan sampel Hidrolisis asam Penetralan Pemipetan Penepatan volume Homogenisasi Pembacaan buret Titrasi Suhu waktu pemanasan Pembuatan penambahan reagen Pendinginan 46 HCl Whelan dan Pirt 2006 terutama jika terdapat protein atau asam amino Southgate 1976. Dekstruksi gula pada tahap hidrolisis dapat menyebabkan kesalahan negatif, nilai yang didapat menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru. Nilai yang didapat dari analisis kadar karbohidrat dengan menggunakan hidrolisis asam tidak dapat dikatakan sebagai nilai kadar total karbohidrat maupun nilai total available karbohidrat juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural Loomys dan Shull 1937 dan kemungkinan keberadaan serat kasar juga tidak dapat dihidrolisis dengan asam kuat encer saja. Serat contohnya, selulosa cenderung tahan terhadap hidrolisis asam kuat encer Southgate 1976. Dengan demikian, nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total karbohidrat yang dapat terhidrolisis oleh asam Weinmann 1946. Kelemahan metode SNI 01-2891-1992 lainnya terdapat pada tahap analisis gula pereduksi dengan Metode Luff-Schoorl. Metode Luff Schoorl yang berprinsip pada reduksi Cu 2+ oleh gula pereduksi, memiliki kelemahan yaitu reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat tampaknya tidak stoikiometris Davidson 1967; Southgate 1976, kondisi reaksi kritis Miller 1959; Southgate 1976, dan laju reaksi tiap gula berbeda-beda Miller et al 1961. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah pemanasan, alkalinitas, konsentrasi gula dan kekuatan reagen Southgate 1976. Faulks dan Timms 1985 mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi selain menunjukkan respon yang bervariasi, reprodusibilitasnya sering sekali buruk, sekalipun dengan menggunakan sistem yang terotomatisasi. Reagen yang diperlukan untuk analisis ini cukup banyak, dan beberapa reagennya rentan terhadap oksidasi oleh oksigen Faulks dan Timms 1985 dan memerlukan standardisasi berkala. Reagen yang memerlukan standardisasi berkala salah satunya natrium tiosulfat. Selain itu pekerjaan yang diperlukan untuk metode SNI 01-2891-1992 cukup banyak labourous, alat gelas yang banyak, memakan waktu dan memerlukan tenaga yang terampil. Kesalahan dapat terjadi jika ada substansi dari sampel yang menghambat proses hidrolisis dari karbohidrat menjadi gula-gula pereduksi atau bereaksi dengan produk akhir hasil hidrolisis. Selain itu ada juga kemungkinan bahwa adanya substansi yang menghambat kuantifikasi dari gula pereduksi, misalnya ada agen pengoksidasi yang mengoksidasi kembali tembaga Cu + yang telah tereduksi oleh gula-gula pereduksi; gula pereduksi yang ada malah 47 mereduksi senyawa yang lain bukannya tembaga atau ada substansi yang mengganggu kesetimbangan reaksi reversible dari residu garam tembaga. Reaksi residu garam tembaga yang membebaskan iodin adalah sebagai berikut 3.1: 3.1 Iodin yang terbentuk kemudian akan dititrasi dengan tiosulfat Shaffer dan Hartmann 1920. Jika terjadi reoksidasi pada tembaga yang telah tereduksi oleh gula pereduksi maka residu garam tembaga akan semakin banyak dan iodine yang dibebaskan akan semakin besar. Hal ini berdampak pada nilai yang didapat menjadi lebih kecil dibanding nilai yang sebenarnya. Kelemahan lain ada pada faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan yang mengonversi total gula menjadi total karbohidrat, yaitu 0,9. Faktor ini seharusnya berbeda sesuai dengan jenis karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks sampel. Faktor konversi 0,9 yang ditetapkan dalam analisis pati seharusnya tidak disamakan dengan analisis total karbohidrat, karena bisa saja komposisi karbohidrat yang terdapat pada matriks sampel tertentu lebih banyak dalam bentuk gula sederhana monosakarida dan bukan polisakarida, Sehingga faktor konversi 0,9 bisa jadi membuat nilai total karbohidrat lebih kecil dari yang seharusnya. Dari sini dapat terlihat bahwa pengaruh matriks terhadap hasil analisis salah satunya dipengaruhi komposisi jenis karbohidrat penyusun matriks itu sendiri. Konsentrasi dari analat karbohidrat suatu sampel diduga tidak terlalu mempengaruhi selama konsentrasinya masih dalam rentang yang dapat dianalisis oleh metode. Adapun pengaruh komponen lain seperti lemak dan protein belum dapat disimpulkan dalam percobaan ini. 48 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan