Penelitian Terdahulu tentang Studi Kelayakan Bisnis

9 semakin tinggi pula pendapatan atau profit yang didapatkan oleh pembudidaya ikan lele dumbo.

2.2. Penelitian Terdahulu tentang Studi Kelayakan Bisnis

Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan Nurmalina et al. 2009. Beberapa hal yang dipertimbangkan untuk menentukan suatu kegiatan investasi budidaya perikanan layak atau tidak dilaksanakan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu aspek nonfinansial dan aspek finansial. Aspek nonfinansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, budaya dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Aspek finansial merupakan pengkajian jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan kegiatan bisnis. Aspek pasar merupakan aspek terpenting dan pertama yang harus dikaji sebelum memulai suatu bisnis karena berhubungan dengan permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran akan memberikan keuntungan bagi para pebisnis. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring 2011, yang menyimpulkan bahwa pengusahaan pembesaran lele sangkuriang di Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat layak diusahakan karena dilihat dari dua sisi yaitu permintaan dan penawaran dimana sisi permintaan akan ikan lele konsumsi lebih tinggi daripada sisi penawaran. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Rachmani 2012, yang menyimpulkan jumlah permintaan ikan lele phyton di Kota Bekasi yang tidak diimbangi oleh jumlah penawaran menciptakan peluang yang cukup besar untuk pengusahaan ikan lele Phyton. Dua penelitian tersebut mengindikasikan bahwa adanya ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di berbagai lokasi memberikan peluang untuk dapat dilaksanakannya suatu bisnis perikanan. Lestari 2011 menambahkan bahwa kelayakan aspek pasar juga ditentukan oleh program pemasaran dan harga yang sesuai dengan pasar. Sedangkan Sutrisno 2012 menambahkan komponen market share dalam menentukan kelayakan aspek pasar yang menunjukkan seberapa luas pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Market share didapat dari perbandingan antara proyeksi penawaran perusahaan 10 terhadap proyeksi penawaran industri. Jika market share perusahaan bernilai positif atau lebih besar dari nol, maka perusahaan memiliki kesempatan untuk memperluas market share-nya, sehingga dapat dikatakan layak. Menurut Rachmani 2012, aspek teknis dikatakan layak jika seluruh atau hampir seluruh kegiatan teknis budidaya ikan lele phyton mulai dari pemilihan lokasi, pemeliharaan dan pemanenan telah berjalan dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Rosmawati 2010 dan Sembiring 2011, bahwa pengusahaan ikan lele dikatakan layak secara teknis apabila dalam menjalankan usaha berdasarkan lokasi usaha dan luas produksinya tidak ada hambatan. Hambatan tersebut dapat berupa modal usaha, ketersediaan benih lele dan pakan, ketersediaan air, suplai tenaga kerja, fasilitas transportasi, iklim dan keadaan tanah, sikap masyarakat, rencana pengembangan usaha serta hukum dan peraturan yang berlaku. Aspek manajemen dan hukum pada dasarnya menilai para pengelola proyek dan struktur yang ada serta bentuk badan usaha dan jaminan-jaminan yang bisa digunakan untuk melakukan pinjaman berupa akta, sertifikat dan surat penting lainnya. Rachmani 2012, Rosmawati 2010 dan Sembiring 2011, menyimpulkan perusahaan dan kelompok tani yang diteliti tetap layak untuk dilaksanakan meskipun belum memiliki struktur manajemen yang formal layaknya sebuah perusahaan dan pembagian kerja yang sederhana yaitu pemilik usaha bertindak sebagai pengawas atau ditambah kegiatan lain seperti pengontrol kegiatan serta melakukan kegiatan produksi, sedangkan pekerja bertugas membantu pemilik pengusahaan ikan lele tersebut. Suatu usaha juga diharapkan berdampak sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan masyarakat sekitar dijalankannya usaha sehingga perlu dianalisis seberapa besar usaha yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial masyarakat dan seberapa besar usaha tersebut mampu memberikan peluang lapangan pekerjaan serta menambah pendapatan masyarakat sekitar usaha tersebut. Rosmawati 2010, Sembiring 2011, menyimpulkan analisisnya terhadap aspek sosial dan lingkungan pada pengusahaan pembesaran ikan lele dapat meningkatkan pendapatan dan kehidupan yang sejahtera, terutama bagi kelompok tani yang melakukan bisnis tersebut serta masyarakat sekitar yang diuntungkan 11 dengan adanya lapangan pekerjaan yang baru. Pengusahaan ikan lele tersebut tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar sehingga sikap masyarakat terbuka dan mendukung, maka dapat dikatakan secara sosial dan lingkungan, usaha tersebut layak untuk dilaksanakan. Rachmani 2012, menambahkan aspek ekonomi dan budaya dalam penelitiannya bahwa secara ekonomi dan budaya pengusahaan ikan lele tersebut menjadi layak karena tidak bertentangan dengan budaya yang berkembang di masyarakat sekitar dilaksanakannya proyek serta menambah pendapatan bagi daerah Bekasi Utara. Aspek lain yang paling penting untuk dikaji adalah aspek finansial keuangan karena berhubungan langsung dengan jumlah dana yang diperuntukkan untuk investasi dalam menjalankan suatu usaha dan pada dasarnya studi kelayakan bertujuan untuk menentukan kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Ada beberapa kriteria investasi yang digunakan yaitu Net Present Value NPV, Net Benefit and Cost Ratio Net BC Ratio, Internal Rate of return IRR, dan Payback Period PP Nurmalina et al. 2009. Rachmani 2012, Rosmawati 2010 dan Sembiring 2011 mendapatkan hasil penilaian terhadap NPV pada rencana pengembangan usaha pembesaran ikan lele yaitu masing-masing pembesaran ikan lele phyton, lele dumbo dan lele sangkuriang sebesar Rp91.124.213,50; Rp207.900.872,59; Rp108.004.579,00. Nilai-nilai tersebut merupakan hasil pengurangan penerimaan penjualan dan nilai sisa investasi dengan pengeluaran biaya investasi dan biaya operasional yang telah didiskon social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor dan dikatakan layak untuk dijalankan karena memiliki nilai lebih dari nol. Nilai Net BC Ratio yang didapat pada pengembangan pembesaran ikan lele dumbo, ikan lele phyton dan ikan lele sangkuriang yaitu masing-masing sebesar 2,90; 2,26; dan 3,34. Ketiga jenis pengusahaan pembesaran ikan lele tersebut layak untuk diusahakan karena memberikan manfaat sebesar masing masing 2,90 satuan; 2,26 satuan; dan 2,68 satuan terhadap satu satuan biaya yang dikeluarkan Rachmani 2012, Rosmawati 2010, dan Sembiring 2011. Rachmani 2012, Rosmawati 2010, dan Sembiring 2011, menyimpulkan pengembangan pembesaran ikan lele phyton, ikan lele dumbo, dan ikan lele sangkuriang layak untuk diusahakan karena memiliki nilai IRR yang 12 lebih besar dari discount rate DR. Nilai IRR yang didapatkan oleh masing- masing pengembangan pembesaran ikan lele yaitu 34,71 persen, 36 persen, dan 43,52 persen, sedangkan discount rate masing-masing adalah 12 persen, 7 persen, dan 7 persen. Masa pembayaran investasi payback period yang telah ditanamkan pada pengembangan usaha ikan lele phyton, ikan lele dumbo, dan ikan lele sangkuriang masing-masing adalah 3,78; 1,40; dan 4,87 Rachmani 2012, Rosmawati 2010, dan Sembiring 2011. Ketiga jenis pengembangan usaha tersebut layak untuk dilaksanakan jika ditinjau dari payback period karena masa pengembalian investasinya tidak melebihi umur usaha. Nilai payback period dipengaruhi oleh besarnya investasi yang dikeluarkan dan rata-rata laba bersih yang diterima. Jika diasumsikan rata-rata laba bersih per tahun pada setiap jenis pengembangan usaha sama, maka semakin tinggi investasi semakin tinggi pula angka payback period atau semakin lama masa pengembalian investasi tersebut, begitu juga sebaliknya. Rachmani 2012, melakukan analisis switching value dari sisi input yaitu terhadap keseluruhan biaya variabel. Nilai yang dihasilkan adalah sebesar 14,53 persen yang artinya apabila terjadi kenaikan biaya variabel lebih 14,53 persen, usaha tersebut menjadi tidak layak dilaksanakan karena menyebabkan NPV kurang dari nol atau nilai Net BC Ratio kurang dari satu. Analisis switching value dapat juga dilakukan pada sisi output misalnya penurunan harga jual produk. Rachmani 2012 juga melakukan analisis switching value penurunan harga produk pada pembesaran ikan lele phyton dengan hasil sebesar 7,83 persen. Artinya, penurunan harga produk tidak boleh melebihi 7,83 persen karena akan menyebabkan nilai NPV kurang dari nol dan Net BC Ratio kurang dari satu sehingga usaha dapat dikatakan tidak layak. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada kriteria analisis kelayakan usaha yaitu menggunakan analisis data seperti NPV, Net BC Ratio, IRR, Payback Period dan analisis switching value. Kriteria-kriteria tersebut diperlukan pada penelitian ini karena usaha yang menjadi objek studi kasus terdapat investasi berupa kolam dan peralatan. Selain itu, ada beberapa biaya yang belum diperhitungkan dalam menghitung manfaat oleh pengusaha budidaya, yaitu 13 pakan dan benih yang merupakan biaya operasional terbesar sehingga manfaat yang didapat belum tentu sesuai dengan manfaat yang sebenarnya mereka dapatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh biaya operasional. Perbedaan penelitian ini terletak pada tempat yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tempat ini menghasilkan asumsi-asumsi dasar yang berbeda dalam membantu menganalisis kelayakan bisnis. Sebagai contoh, harga output pada berbagai tempat di pulau Jawa, khususnya pada penelitian terdahulu berkisar antara Rp10.000,00- Rp13.000,00 pada tahun 2010-2012 yang berbeda dua kali lipat dengan harga yang berlaku di Kabupaten Belitung Timur pada tahun 2012 yaitu Rp25.000,00. Narasumber penelitian ini merupakan petani lele pada Kelompok Tani Pembudidaya Ikan Lele Desa Lenggang di Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur yang melakukan pengusahaan pembesaran ikan lele. Modal awal yang ditanamkan dalam pengusahaan ikan lele adalah modal sendiri. Data diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan interpretasi data secara deskriptif untuk melihat apakah investasi usaha ini nantinya akan layak untuk dilaksanakan. 14 III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis