Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Pembangunan Wilayah

dasar untuk mengembangkan subsektor perikanan tangkap agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan. Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan juga terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dijadikan komoditas kunci untuk pengembangan perikanan tangkap dan perekonomian Kota Pekalongan. Nilai jual yang besar dari komoditas unggulan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi pada perekonomian Kota Pekalongan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan daerah dan komoditas hasil tangkapan unggulan yang ada di Kota Pekalongan. Selanjutnya, dapat dilihat besar kontribusi dan peran subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian di Kota Pekalongan dan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada pemerintah setempat dalam merumuskan strategi pengembangan yang tepat bagi subsektor perikanan tangkap dalam berkontribusi terhadap pembangunan Kota Pekalongan.

1.2 Perumusan Masalah

Hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan mencapai 22.998,42 ton pada tahun 2008, namun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah belum optimal. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi dan menganalisis peranan dari subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kota Pekalongan, apakah perikanan tangkap yang ada telah mampu menjadikan subsektor perikanan tangkap sebagai basis ekonomi. Penelitian ini juga akan mencoba menjawab pertanyaan tentang komoditas hasil tangkapan unggulan apa yang dapat dikembangkan dan bagaimana strategi yang tepat di Kota Pekalongan.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1 Menentukan peran subsektor perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah; 2 Menghitung multiplier effect subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian daerah Kota Pekalongan; 3 Mengidentifikasi jenis komoditas hasil tangkapan unggulan dan keragaan unit penangkapan ikan yang dapat dikembangkan dan dijadikan komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap daerah Pekalongan; dan 4 Merencanakan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan.

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh adalah : 1 Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; 2 Dapat memberikan informasi dan masukan mengenai perkembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan bagi pemerintah daerah; dan 3 Dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam merencanakan pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Tangkap

Menurut Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum, secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan, sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Menurut Monintja 1989, perikanan tangkap terdiri atas beberapa komponen. Komponen utama dari perikanan tangkap purse seine dan gillnet adalah unit penangkapan ikan, terdiri atas : 1 perahukapal; 2 alat tangkap; 3 tenaga kerjanelayan.

2.1.1 Kapal Perahu

Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal perikanan merupakan salah satu faktor penting di antara komponen armada penangkapan ikan dan termasuk modal yang ditanamkan dalam usaha penangkapan ikan. Menurut Fyson 1985, kapal perikanan adalah kapal yang khusus dimaksudkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan ukuran, rancang bangun, kapasitas muat, akomodasi, mesin dan berbagai perlengkapan yang semuanya disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi. Menurut Subani dan Barus 1989, kapal purse seine umumnya merupakan kapal kayu berukuran 10-150 GT, sedangkan kapal gillnet berukuran 1-5 GT.

2.1.2 Alat Tangkap

Salah satu faktor pendukung keberhasilan kegiatan operasi penangkapan ikan adalah alat tangkap. Alat tangkap paling dominan yang berbasis operasi penangkapan ikan di Kota Pekalongan adalah purse seine dan gillnet PPN Pekalongan 2010 1 Purse seine Purse seine merupakan alat tangkap yang aktif, karena dalam operasionalnya kapal melakukan pelingkaran jaring terhadap target tangkapan lalu bagian bawah jaring dikerucutkan dengan menarik purse line. Ikan yang tertangkap di dalam jaring tidak dapat meloloskan diri baik dari bagian samping maupun dari bagian bawah Nomura 1981. von Brandt 2005 mengemukakan bahwa purse seine terdiri atas badan jaring, selvedge, kantong bunt, tali ris atas floatline, tali ris bawah leadline, pemberat dan pelampung, serta cincin-cincin yang menggantung pada bagian bawah jaring yang tersusun pada tali kolor purse line. Menurut Subani dan Barus 1989, purse seine disebut juga pukat cincin, karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin-cincin pada pinggir jaring tempat tali kerut purse line dimasukkan ke dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut ini penting, terutama pada waktu pengoperasian jaring. Adanya tali kerut tersebut menyebabkan jaring yang asalnya tidak berkantong akan membentuk kantong pada akhir operasi penangkapan ikan. von Brandt 2005 menggolongkan purse seine Gambar 1 ke dalam surrounding net . Pengelompokan tersebut karena purse seine memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan lampara dan ring net yang termasuk ke dalam kelompok ini juga. Lampara dan ring net memiliki tali ris atas yang lebih panjang dari tali ris bawah, sedangkan purse seine memiliki tali ris atas yang lebih pendek dari tali ris bawahnya. Gambar 1 Alat tangkap pukat cincin. Sumber : von Brandt 2005 Bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan untuk purse seine bervariasi. Variasi bentuk dan ukuran purse seine bergantung pada ukuran kapal dan waktu operasi penangkapan ikan. Menurut Sadhori 1985, purse seine dibedakan berdasarkan empat bagian besar, yaitu berdasarkan : 1 Bentuk jaring utama, dibedakan menjadi a Persegi atau segiempat b Trapesium atau potongan c Lekuk; 2 Jumlah kapal yang digunakan pada waktu operasi penangkapan ikan, dibedakan menjadi a Sistem satu kapal one boat system b Sistem dua kapal two boat system; 3 Spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan ikan, dibedakan menjadi a Purse seine tuna b Purse seine layang c purse seine kembung; 4 Waktu operasi yang digunakan, dibedakan menjadi a Purse seine siang hari b Purse seine malam hari 2 Gillnet Jaring insang atau gillnet merupakan suatu alat penangkapan ikan dari jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah. Gillnet memiliki jumlah mesh depth lebih sedikit dari jumlah mesh pada arah panjang jaring, sehingga lebar atau tinggi jaring lebih pendek dari panjangnya. Ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan yang ditangkap, sehingga gillnet sering dianggap sebagai alat tangkap yang selektif Ayodhyoa 1981. Menurut Subani dan Barus 1989, jaring insang diklasifikasikan dalam lima kelompok, yaitu: 1 Jaring insang hanyut drift gillnet Dalam pengoperasiannya jaring insang ini dihanyutkan mengikuti atau searah dengan jalannya arus. Pelaksanaan operasi penangkapan ikan dapat dilakukan baik di dasar perairan maupun di bawah lapisan permukaan air, 2 Jaring insang labuh set gillnets Jaring insang ini dioperasikan dengan cara dilabuh di dasar, lapisan tengah maupun di bawah lapisan atas, bergantung pada atau dapat diatur melalui tali yang menghubungkan pelampung dan pemberat yang dipasang pada ujung terluar bawah dari jaring, 3 Jaring insang karang coral reef gillnets Jaring insang ini digunakan untuk menangkap udang karang. Berbeda dengan jaring insang labuh lainnya, jaring insang karang tidak dilengkapi dengan tali ris bawah, namun ada juga yang memakai tali ris bawah, 4 Jaring insang lingkar encircling gillnets Jaring insang lingkar merupakan jaring insang yang cara pengoperasiannya dilingkarkan pada sasaran tertentu, yaitu kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu sinar lampu, 5 Jaring tiga lapis trammel net Jaring insang ini memiliki beberapa sebutan, antara lain jaring gondrong, jaring tilek, jaring kantong dan jaring ciker. Seperti namanya, jaring insang ini terdiri atas tiga lapis, yaitu dua lapis yang di luar atau outer net mempunyai ukuran mata yang lebih besar, sedangkan lembaran jaring yang di tengah atau inner net mempunyai ukuran mata lebih kecil dan dipasang lebih longgar. Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Pengoperasian alat tangkap ini dapat dilakukan di dasar perairan, lapisan tengah maupun lapisan atas. Ikan yang tertangkap pada jaring insang umumnya karena terjerat gilled pada mata jaring di bagian belakang penutup insang, atau terpuntal entangled pada mata jaring, baik untuk jaring insang yang hanya terdiri atas satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis jaring Subani dan Barus 1989. Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Alat tangkap gillnet. Sumber : Sainsbury 1986

2.1.3 Nelayan

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Nelayan buruh merupakan nelayan yang bekerja sebagai pegawai dari perusahaan penangkapan ikan, maka semua hasil tangkapan akan masuk ke perusahaan tersebut Diniah 2008. Menurut curahan waktu kerja, nelayan diklasifikasikan Monintja 1989 sebagai berikut : 1 Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; 2 Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; dan 3 Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Nelayan yang mengoperasikan pukat cincin berjumlah 15-18 orang. Nelayan yang mengoperasikan gillnet berjumlah 3-5 orang Subani dan Barus 1989.

2.2 Pembangunan Wilayah

Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang membutuhkan organisasi dan pengaturan ruang dan waktu dalam pemanfaatan segala kekayaannya Budiharsono 2005. Ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan, misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matemátika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah dan ilmu lingkungan. Pembangunan wilayah bukan hanya merupakan pendisagregasian pembangunan nasional, karena pembangunan wilayah mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda. Dalam perkembangannya, wilayah lebih mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu ekonomi dengan ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi spasial Budiharsono 2005. Pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya, di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, menurut Budiharsono 2005 dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: 1 Indonesia merupakan negara kepulauan, pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan. Konsentrasi pembangunan yang ada akan menimbulkan berbagai masalah yang berdimensi wilayah; 2 Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan; 3 Letak geografis Indonesia dipengaruhi oleh perbedaan faktor geologis dan ekologis, ini menyebabkan keanekaragaman lingkungan yang lebih mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya; 4 Keanekaragaman atau keragaman cultural; 5 Sifat pembangunan politik di Indonesia; 6 Adanya kebijakan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sendiri; dan 7 Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral. Pembangunan wilayah dalam perkembangannya mendekati ilmu ekonomi. Ruang menjadi perbedaaan yang mendasar antara pembangunan wilayah dan ilmu ekonomi. Pembangunan wilayah menjelaskan tentang aktivitas produksi yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penggunaan analisis ekonomi lebih tepat apabila ditempatkan pada suatu wilayah Budiharsono 2005. Arus pendapatan yang masuk ke dalam suatu wilayah akan menyebabkan kenaikan konsumsi maupun kenaikan investasi dalam wilayah, yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja Kadariah 1985. Daya dukung dan kelestarian lingkungan laut mempunyai pengaruh yang penting, di samping pendayagunaan potensi kelautan dan pemeliharaan kelestarian. Fungsi mutu lingkungan semakin tumbuh dan berkembang. Subsektor perikanan tangkap memiliki nilai tambah dan nilai tukar yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Hal tersebut yang mendorong Bappeda Pekalongan untuk lebih memusatkan pembangunan perikanan dalam perencanaan daerah di setiap tahunnya.

2.3 Konsep Basis Ekonomi