Latar Belakang Penelitian PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, INVESMENT OPPORTUNITY SET (IOS), FIRM SIZE, CASH FROM OPERATION DAN PROFITABILITY TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perusahaan bergantung kepada pemegang saham dalam hal permodalan. Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui keputusan pendanaan, keputusan investasi dan kebijakan dividen yang tercermin dalam harga saham perusahaan di pasar modal. Pemegang saham memiliki struktur kepemilikan sendiri. Istilah struktur kepemilikan ownership structure digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting di dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang tetapi juga jumlah equity dan persentase kepemilikan saham oleh insider shareholders dan outsider shareholders Jensen dan Meckling, 1976. Dalam memaksimalkan kesejahteraan hidupnya, manajer melakukan tugasnya dengan baik. Manajer bertanggung jawab terhadap manajemen keuangan perusahaan. Manajer keuangan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemilik shareholders melalui kebijaksanaan pendanaan, investasi dan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal. Jensen dan Meckling, 1976. 1 commit to user Manajer dalam menjalankan perusahaan terkadang mementingkan kepentingan pribadi, hal ini tidak disukai oleh pemegang saham dikarenakan pengeluaran untuk kepentingan pribadi manajer akan mengurangi keuntungan perusahaan sehingga menurunnya deviden yang diterima pemilik Wahidawati, 2002. Kreditur berkepentingan untuk mendapatkan kembali dana yang dipinjamkan beserta bunga yang disetujui. Manajer sebagai penggerak perusahaan diharuskan mengembalikan hutang yang dipinjam oleh perusahaan kepada kreditur, hal ini tidak menyenangkan bagi pemilik perusahaan dikarenakan keuntungan perusahaan berkurang dan akan semakin berkurangnya pendapatan deviden pemilik. Manajer, pemegang saham dan kreditur memiliki kepentingan berbeda satu dengan yang lain yang disebut dengan konflik keagenan Jensen, 1986. Dengan adanya konsep keagenan ini maka baik manajer dan pemegang saham akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan masing-masing. Masalah keagenan agency problem yang terbagi dalam tiga kelompok yaitu antara pemilik dengan manajer, manajer dengan debt holder, serta antara manajer dan shareholder dengan debt holder. Wuryaningsih 2004 menyatakan bahwa perusahaan memilih struktur modal berdasarkan atribut yang menentukan berbagai biaya dan manfaat yang berhubungan dengan pembiayaan melalui hutang dan ekuitas. Pemilihan alternatif penambahan modal yang berasal dari kreditur hutang pada umumnya didasarkan pada pertimbangan murah. Dikatakan murah, karena biaya bunga yang harus ditanggung lebih kecil dari laba yang diperoleh dari pemanfaatan commit to user hutang tersebut Deniansyah, 2009. Dengan tingginya hutang maka biaya bunga hutang pun semakin tinggi dengan demikian perusahaan akan dituntut untuk menaikkan pendapatannya untuk dapat membayar biaya hutang tersebut, sehingga pendapatan akan bertambah dan pendapatan deviden untuk pemegang saham pun akan bertambah. Deniansyah 2009 mengungkapkan bahwa semakin besar biaya bunga atas hutang maka akan membuat pemegang saham semakin “menuntut” pengembalian yang lebih yang tercermin dalam biaya ekuitas yang lebih tinggi. Penelitian tentang struktur kepemilikan modal perusahaan telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang berhubungan dengan struktur kepemilikan modal adalah penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Nasir 2006. Penelitian mereka mengungkapkan bahwa hubungan kepemilikan institusional institutional ownership terhadap kebijakan hutang berhubungan positif namun tidak signifikan. Kebijkan hutang membuat perusahaan dimonitor oleh debtholder. Monitoring dalam perusahaan yang ketat membuat manajer bergerak sesuai dengan kemauan debtholder dan shareholders. Karena monitoring yang ketat dalam perusahaan maka akan menarik masuknya kepemilikan institusional. Crutchley dan Hansen, 1989. Investment opportunity set IOS adalah keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki asset-in-place dan pilihan pertumbuhan growth option pada masa yang akan datang Myers, 1977. Investment opportunity set menunjukkan investasi perusahaan atau opsi pertumbuhan. Opsi pertumbuhan tersebut bisa berupa investasi tradisional commit to user atau discretionary expenditure yang diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti penelitan dan pengembangan teknologi terbaru Lestari, 2004. Menurut Gaver dan Gaver dalam Faisal 2004 menyatakan bahwa opsi investasi dalam masa datang tidak hanya terbatas dalam kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam kelompok industrinya. Cash flow adalah aliran kas masuk dan kas keluar perusahaan yang terdiri dari operating cash inflow dan out flow, investing cash inflow dan outflow serta financing cash inflow dan outflow Kieso, 2001. Operating cash flow from operating activities biasa disebut dengan cash from operation yang merupakan sisa kas yang diterima dari aktivitas operasi utama perusahaan dengan kas yang dipakai oleh untuk aktivitas operasinya, misalnya kas masuk dari penjualan produk dan kas untuk pembayaran biaya tenaga kerja, dan biaya operasi lainnya. Free cash flow merupakan akumulasi dari saldo cash from operation activities, saldo cash flow from investing activities dan saldo dari cash flow from financing, atau dengan kata lain menggambarkan perubahan modal kerja bersih perusahaan net working capital. Net working capital dapat dilihat dari selisih antara current asset dengan current liabilities, yang menggambarkan kemampuan perusahaan melunasi hutang lancar dan kegiatan operasinya dengan aktiva lancar. commit to user Disamping itu Free cash flow diperlukan manajemen untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value positip dan untuk mendistribusikan kepada investor dengan tujuan meningkatkan value perusahaan Jensen, 1986. Semakin besar cash from operation berarti semakin besar pula free cash flow, misalnya penggunaan idle cash untuk keperluan operasi atau lainnya yang dapat mengurangi tingkat hutang. Akan tetapi free cash flow yang terlalu besar akan menimbulkan “idle cash” yang bila tidak dimanfaatkan secara maksimal, dapat memacu manajer melakukan manajemen kas yang tidak produktif yang merugikan perusahaan. Dengan demikian diperlukan cash management yang akurat yang dapat mengelola kas dengan baik. Akan tetapi pada kenyataannya banyak terjadi idle cash tersebut hanya dimanfaatkan oleh manajer sebagai sarana kepentingan pribadi, misalnya leisure facilities bermewah-mewah, dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya Agency cost free cash flow yang memicu terjadinya agency conflict antara stockholder, manager dan debtholder. Stockholder tidak menyukai adanya campur tangan pihak ke tiga dalam menentukan kebijakan perusahaan misalnya kebijakan dividen, sedangkan debtholder seringkali mensyaratkan dividend restriction dalam ketentuan tingkat bunga kreditnya, dengan maksud untuk mengurangi tingkat risiko hutangnya Ahmed, 2003 . Dalam beberapa kasus, Debtholder membatasi penggunaan kredit tersebut untuk investasi pada proyek baru untuk mengurangi risiko kreditnya. commit to user Faisal 2004 menemukan bahwa perusahaan dengan free cash flow yang besar cenderung mempunyai level hutang yang tinggi, karena perusahaan berusaha menurunkan agency conflict free cash flow yang ada, dengan menaikkan pengawasan dari kreditur. Dilain pihak secara logis, tingginya free cash flow seharusnya dapat menurunkan tingkat hutang dengan jalan memenuhi kebutuhan operasi, artinya biaya bunga berkurang dan laba naik, sehingga dividen pun juga dapat dinaikkan. Meskipun ini berarti bahwa manajer akan kekurangan peluang investasi perusahaan dengan tingginya dividen. Dengan demikian, besarnya free cash flow kemungkinan akan berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Pendanaan operasi dan investasi usaha dapat berasal dari luar hutang maupun dari dalam laba ditahan perusahaan itu sendiri. Perusahaan dalam ukuran besar akan lebih mudah membiayai investasi mereka melalui hutang. Kreditur lebih mempercayai perusahaan skala besar yang dipandang lebih mampu untuk mengembalikkan hutang dan tidak rentan terhadap kebangkrutan daripada perusahaan dengan skala kecil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pandey 2001 menunjukkan hubungan yang positif antara firm size ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang, artinya semakin besar ukuran perusahaan, maka kebijakan hutang akan semakin tinggi. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Lestari 2004 dan Pandey 2001. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu: commit to user 1. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2007 sedangkan sampel yang digunakan pada Lestari 2004 adalah perusahaan manufaktur yang teraftar di BEI pada tahun 1999-2002 dan sampel yang digunakan pada Pandey 2001 adalah seluruh perusahaan kecuali sektor keuangan dan sekuritas yang terdaftar di KLSE Malaysia pada tahun 1984-1999. 2. Penelitian ini menggunakan variabel independen cash from operation sebagai variabel independen institutional ownership, firm size, cash from operation, profability dan investment opportunity set IOS dan varibel dependen kebijakan hutang. Lestari 2004 menggunakan variabel independen kebijakan hutang, kebijakan deviden, risiko, dan profitabilitas dan variabel dependen set kesempatan investasi IOS. Pandey 2001 menggunakan variabel independen growth, IOS, profitability, risk, size, tangibility dan varibel dependen debt ratio kebijakan hutang. Pada penelitian ini penulis menambahkan variabel cash from operation sebagai variabel independen. Atas dasar paparan di atas, maka penelitian ini mengambil fokus pengaruh struktur kepemilikan institutional ownership, firm size, cash from operation, profability dan investment opportunity set IOS terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI, dengan judul penelitian “PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, INVESMENT OPPORTUNITY SET IOS, FIRM SIZE, CASH FROM OPERATION DAN PROFITABILITY TERHADAP commit to user KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MAUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI”.

B. RUMUSAN MASALAH

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

2 116 92

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

6 130 144

Hubungan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Firm Performance, Studi Kasus pada BUMN (2008-2011)

0 36 93

Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set terhadap Cash Dividend dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2011

1 64 141

Pengaruh Variabel Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kebijakan Hutang Terhadap Kebijakan Pembayaran Dividen Pada Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks Saham LQ45

2 95 71

Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Leverage Dan Return Saham Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia

15 175 99

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 46 91

Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia

3 69 98

Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

5 70 119

Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set Terhadap Cash Dividend Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013

1 49 103