Melihat dari sejarahnya, masalah ekonomi pada zaman Rasulullah dengan masalah ekonomi modern saat sekarang ini jelas berbeda. Walaupun pada zaman
Rasul sudah ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersifat perbankan, namun pada masa itu kegiatan tersebut belum disebut dengan kegiatan perbankan.
Masalah ekonomi terutama perbankan, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sesama manusia, dengan perubahan yang terus terjadi, baik dari
perkembangan manusia yang terus melakukan inovasi, yang mengahasilkan perkembangan dari perbankan itu sendiri. Dengan demikian masalah yang
dihadapi dalam perbankan jelas akan memiliki perbedaan dari zaman ke zaman.
2.4.1 Nilai-Nilai Islam dan Perbankan Syariah
Kegiatan ekonomi khususnya perbankan merupakan kegiatan yang dilakukan antara sesama manusia. Salah satu aspek nilai Islam yang mengatur
hubungan antara sesama manusia ialah aspek syariah muamalah. Dengan demikian masalah ekonomiperbankan ini termasuk dalam bab muamalah yang
pedomannya berasal dari fiqh muamalah. Perbankan syariah merupakan perbankan yang dijalankan berdasarkan Al-
Quran dan hadits. Namun dalam Al-Quran dan Hadits hanya memberikan prinsip dasar dan tidak memberikan aturan-aturan yang terperinci dalam masalah
perbankan ini. Dalam hukum muamalah segalanya boleh dilakukan kecuali ada larangan dalam Al-Quran dan hadits. Oleh sebab itu yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi hal-hal yang dilarang oleh Islam, selain itu semuanya diperbolehkan untuk melakukan inovasi dan kreativitas sebanyak mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Perbankan merupakan kegiatan ekonomi yang didalamnya terdapat berbagai transaksi ekonomi yang dilakukan. Dalam bidang muamalah, semua
transaksi diperbolehkan kecuali yang diharamkan. Penyebab terlarangnya sebuah transaksi disebabkan beberapa faktor sebagai berikut Karim, 2004:30 :
a. Haram zatnya, dimana objek yang ditransaksikan merupakan barang yang
haram dalam ajaran Islam seperti minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya.
b. Haram selain zatnya, ialah dimana pada transaksi tersebut terdapat
kegiatan haram yang mengandung unsur yang dapat merugikan pihak- pihak yang bertransaksi, seperti :
1. Tadlis Penipuan. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan
pada prinsip kerelaan antara pihak-pihak yang bertransaksi. Dimana kedua belah pihak sama-sama memiliki informasi yang
lengkap dari transaksi, sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi ditipu karena keadaan dimana salah satu pihak tidak
mengetahui informasi yang diketahui pihak lain. Tadlis dalam transaksi dapat terjadi dalam empat hal yaitu kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan. 2.
Gharar, ialah situasi dimana mengubah sesuatu dalam transaksi yang bersifat pasti menjadi tidak pasti. Ketidakpastian yang
dimaksud ialah dimana kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahannya belum bisa dipastikan namun sudah ditransaksikan.
Dengan demikian, transaksi dapat dilakukan ketika salah satu
Universitas Sumatera Utara
pihak sudah mempunyai kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan dari barangjasa yang akan ditransaksikan.
3. Ikhtikar rekayasa pasar dalam supply, ialah situasi dalam
transaksi dimana seorang produsen mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply produknya
agar harga produk tersebut naik. Ikhtikar biasa dilakukan produsen dengan cara menimbun stock produknya sehingga menghambat
produsen lain untuk masuk ke pasar, sehingga terjadi kelangkaan barang dan produsen penimbun bisa menaikkan harga dari produk
tersebut lebih tinggi dari harga produk sebelum adanya kelangkaan barang.
4. Bai Najasy rekayasa pasar dalam demand, ialah situasi dimana
seseorang biasanya produsen ataupun utusannya yang ingin mendapatkan keuntungan besar dari naiknya harga suatu produk
dengan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan dari produk tersebut, agar memancing konsumen lain
untuk ramai-ramai membeli produk tersebut sehingga permintaan akan benar-benar meningkat dan harga produk tersebut juga akan
naik. 5.
Riba, merupakan kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan salah satu pihak dalam sebuah
transaksi. Dalam fiqh muamalah, jenis dari riba terbagi tiga yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Riba Fadhl, yaitu riba yang timbul dari transaksi barang
yang sejenis namun tidak memiliki kualitas, dan kuantitas yang sama. Sehingga pihak yang dirugikan adalah pihak
yang menerima barang yang kualitas dan kuantitasnya lebih rendah.
b. Riba Nasiah, yaitu riba yang timbul dari utang piutang,
dimana pemberi utang mendapat keuntungan lebih tanpa ada usaha, biaya, dan resiko dikarenakan kewajiban
menanggung beban bagi si penerima utang. Syarat pengembalian utang yang melebihi dari jumlah pinjaman
yang menjadikan beban bagi penerima utang, namun menjadi keuntungan bagi pemeberi utang.
c. Riba Jahiliyah, merupakan turunan dari riba nasiah, namun
tetap memiliki perbedaan. Riba jahiliyah merupakan riba yang berhubungan dengan berjalannya waktu dari utang
piutang, dimana utang yang dibayar melebihi melebihi dari pokok pinjaman dikarenakan si peminjam tidak mampu
mengembalikan utang pada waktu jatuh tempo yang telah disyaratkan.
6. Maysir perjudian, ialah situasi dimana sebuah transasksi
mengandung ketidakpastian dalam hal syarat, ketentuan, dan hasil dari transaksi tersebut, seakan-akan membuat transaksi hanya
Universitas Sumatera Utara
sebagai permainan yang keuntungannya menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban dari pihak lain.
7. Risywah suap-menyuap, ialah kondisi dimana salah satu pihak
memberikan sesuatu hadiah kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Dengan demikian, pihak
yang melakukan risywah ialah pihak yang mengambil keuntungan yang merupakan hak pihak lain tanpa pengetahuan dan rasa
sukarela dari pihak tersebut dengan memberikan sesuatu hadiah kepada pihak ketiga yang dapat melancarkan jalannya untuk
mengambil keuntungan orang lain tersebut. c.
Tidak sahlengkap akadnya, ialah transaksi yang mengandung salah satu atau lebih dari faktor-faktor sebagai berikut :
1. Rukun tidak terpenuhi. Rukun ialah sesuatu yang wajib ada dalam
suatu transaksi, yaitu pelaku penjual dan pembeli, objek barangjasa yang ditransaksikan, serta ijab-kabul kesepakatan
kedua belah pihak. 2.
Syarat tidak terpenuhi. Syarat merupakan sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun. Dimana dari setiap rukun
masing-masing harus terpenuhi segala syarat-syarat dalam ajaran Islam untuk sebuah transaksi. Seperti dalam rukun pelaku
penjualpembeli harus merupakan seseorang yang cakap hukum, tidak gila, bukan anak-anak dan sebagainya. Sedangkan syarat
untuk objek, tidak diperbolehkan barang yang ditransaksikan
Universitas Sumatera Utara
merupakan barang yang haram dalam Islam. Untuk ijab-kabul akan sah syaratnya apabila kedua belah pihak sudah menyatakan
kesepakatan beri-terima dalam transaksi. 3.
Terjadi taalluq. Taalluq terjadi dimana dalam sebuah transaksi mengandung dua akad yang saling dikaitkan, sehingga akad yang
satu tergantung dengan akad yang satunya. Dalam situasi ini transaksi tidak akan selesai dikarenakan akad pertama akan efektif
apabila akad kedua dilaksanakan. 4.
Terjadi dua akad dalam satu transaksi. Sebuah transaksi akan dikatakan haram apabila transaksi tersebut mengandung dua akad
sekaligus dengan pelaku yang sama serta objek dan waktu yang sama pula, sehingga terjadi ketidakpastian gharar mengenai akad
mana yang harus digunakan berlaku. Dari identifikasi transaksi yang diharamkan oleh Islam inilah yang
kemudian diterapkan kedalam pelayanan dari perbankan syariah, dimana praktek- praktek transaksi yang dilarang tersebut masih dijalankan oleh perbankan
konvensional. Salah satu yang paling menonjol adalah permasalahan riba yang menjadi perbedaan mendasar antara perbankan syariah dan perbankan
konvensional. Sebagaimana riba fadl, yang dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta
asing yang tidak dilakukan secara tunai, kemudian riba nasiah yang dapat ditemui dalam transaksi bunga kredit dan bunga tabungandepositogiro, serta riba
Universitas Sumatera Utara
jahiliyah yang dapat ditemui dalam transaksi kartu kredit yang tagihannya tidak dibayar penuh. Karim, 2004:41
2.5. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah