sembari menunjukkan bahwa itu adalah sebuah hak yang tidak hanya bersangkut paut dengan orang sebagai individu tetapi juga dengan berbagai kelompok orang
Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:97. Ensiklik Populorum Progressio dimaklumatkan oleh Paus Paulus VI pada
26 Maret 1967. Paus Paulus VI berbicara di pihak jutaan rakyat dari negara- negara berkembang. Berhadapan dengan semakin lebarnya jurang antara negara-
negara kaya dan miskin, Paus menegaskan bahwa keadilan tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dan kemajuan. Pembangunan dan kemajuan harus ditujukan
pada perkembangan manusia secara integral. Isu tentang marginalisasi kaum miskin akibat pembangunan banyak dibahas. Ensiklik ini mendorong banyak umat
Katolik untuk menjalankan option for the poor dan menghadapi sebab-sebab penindasan Paul VI, 1967:221-244.
Pada permulaan tahun 1970-an, dalam sebuah suasana pergolakan dan kontroversi ideologis yang kuat, Paus Paulus VI meninjau kembali ajaran sosial
Paus Leo XIII dan memperbaharuinya, dalam kesempatan ulang tahun ke-80 Rerum Novarum, dengan Surat Apostolik Octogesima Adveniens. Paus membahas
persoalan-persoalan khas tahun 70an dengan surat apostolik kepada Kardinal Maurice Roy. Surat tersebut menyerukan persoalan keadilan sosial dengan
memperhitungkan ancaman komunisme dan masalah-masalah serius lain, seperti urbanisasi, diskriminasi rasial, teknologi baru, dan peran umat Katolik dalam
politik. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”. Paus mendorong umat untuk bertindak
mengambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak
27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk memperjuangkan nilai-nilai injili guna membangun keadilan sosial Paul VI, 1971:244-267.
Dokumen Justicia in Mundo yang dikenal juga dengan Convenientes ex Universo. Dokumen ini merupakan hasil Sinode para uskup di Roma tahun 1971.
Para uskup, yang berkumpul di Roma untuk sinode tahun 1971, menyuarakan untuk jutaan orang yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka tidak
hanya menyerukan diakhirinya kemiskinan dan penindasan, namun juga perdamaian abadi dan keadilan sejati. Dalam Gereja, sebagaimana di dalam dunia,
keadilan harus dipertahankan dan dipromosikan. Misi Gereja tanpa ada suatu upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah
integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup pula datangnya keadilan. Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil.
Para uskup juga menyerukan dihormatinya hak untuk hidup, hak-hak perempuan, dan perlunya pendidikan keadilan. Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh
seruan keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan Latin Amerika, khususnya pengaruh pembahasan tema “pembebasan” oleh para uskup Amerika Latin di
Medellin Roman Synod, 1971:267-283. Sembilan puluh tahun setelah Rerum Novarum, Yohanes Paulus II
mempersembahkan Ensiklik Laborem Exercens bagi kerja sebagai kebaikan hakiki pribadi manusia, unsur utama kegiatan ekonomi serta kunci bagi seluruh
persoalan sosial. Laborem Exercens memaparkan sebuah spiritualitas serta etika kerja dalam konteks refleksi teologis dan filosofis yang sangat mendasar. Kerja
tidak boleh dipahami hanya dalam arti objektif dan materiil akan tetapi juga harus
28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimengerti makna subjektifnya. Ensiklik ini mengkritik komunisme dan kapitalisme sekaligus sebagai yang memperlakukan manusia sekedar sebagai
“alat”. Manusia dipandang sebagai instrumen penghasil kemajuan dan perkembangan. Manusia mempunyai hak untuk bekerja, menerima upah yang
adil, sekaligus memiliki hak untuk hidup secara manusiawi dengan pekerjaannya Paul II, 1981:351-391.
Melalui Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis, Yohanes Paulus II memperingati ulang tahun ke-20 Populorum Progressio dan masih dalam konteks kebutuhan
akan solidaritas, kebebasan, dan keadilan. Ensiklik ini berfokus pada makna dan nilai pribadi manusia. Dengan visi global tentang perubahan-perubahan sosial,
Yohanes Paulus II mengamati relasi antarnegara, mencela beban hutang pada negara-negara dunia ketiga dan imperialisme baru Paul II, 1987:392-431.
Pada ulang tahun ke-100 Rerum Novarum, Yohanes Paulus II memaklumatkan ensiklik sosialnya yang ketiga, Centesimus Annus. Ensiklik ini
memunculkan kembali prinsip-prinsip fundamental pandangan Kristen tentang organisasi sosial dan politik yang selama ini menjadi tema utama dari ensiklik
sebelumnya. Analisis yang jelas dan mendalam tentang “hal-hal baru”, dan khususnya terobosan besar tahun 1989 dengan tumbangnya sistem Soviet,
memperlihatkan penghargaan terhadap demokrasi serta ekonomi pasar dalam konteks sebuah solidaritas Paul II, 1991:432-477.
Ensiklik Caritas in Veritate ditulis oleh Benediktus XVI dan terbit 29 Juni 2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan integral manusia dalam kasih
dan kebenaran. Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks
29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meluasnya relativisme. Pandangan Benediktus XVI melampaui kategori-kategori tradisional kekuasaan pasar negara yang berpaham kapitalisme dan kekuasaan
negara yang berpaham sosialisme. Dengan mengamati bahwa setiap keputusan ekonomi memiliki konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi
yang berfokus pada martabat manusia Riyanto, 2015:65.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
Gereja Katolik merupakan Gereja yang hidup. Gereja yang menunjukkan sikap-sikap responsif dan keberpihakan terhadap masalah-masalah sosial, seperti
mengusahakan tercapainya keadilan dan perdamaian, pembelaan martabat manusia, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup.
Responsivitas tersebut sangat jelas terlihat dalam paparan mengenai catatan historis Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, dari catatan historis Ajaran Sosial
Gereja dapat dilihat suatu prinsip-prinsip yang bercorak umum dan fundamental terkait dengan realitas masyarakat dalam keseluruhannya: dari relasi-relasi yang
dekat dan langsung ke relasi-relasi yang diperantarai politik, ekonomi dan hukum; dari relasi-relasi di antara berbagai komunitas dan kelompok ke relasi-relasi di
antara orang perorangan dan bangsa-bangsa. Pontifical Council for Justice and Peace 2004 dalam Compendium of the
Social Doctrine of the Church mengemukakan adanya empat prinsip Ajaran Sosial Gereja. Prinsip-prinsip tersebut adalah: martabat pribadi manusia, yang
menjadi dasar bagi semua prinsip lain serta isi ajaran sosial Gereja; kesejahteraan umum; subsidiaritas; dan solidaritas. Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja tersebut
30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memiliki nilai dalam kesatuannya, saling keterkaitan di antaranya serta dalam perumusannya. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa ajaran sosial Gereja
merupakan kumpulan ajaran terpadu yang menafsirkan berbagai realitas sosial modern secara sistematis. Demikian juga dalam pengkajiannya, masing-masing
prinsip ini tidak dapat berdiri sendiri secara individual dan digunakan secara terpisah dan tidak berkaitan satu dengan yang lain. Suatu pemahaman teoretis
yang mendalam dan penerapan aktual atas satu dari prinsip-prinsip sosial ini akan menimbulkan resiproksitas, komplementaritas serta interkoneksitas yang
menjadi bagian dari struktur prinsip-prinsip tersebut. Lebih dari itu, prinsip- prinsip fundamental ajaran sosial Gereja ini menyajikan tidak hanya sekedar
warisan refleksi yang permanen yang merupakan bagian hakiki dari pesan Kristen namun prinsip-prinsip tersebut menunjukkan jalan yang akan ditempuh untuk
membangun sebuah kehidupan sosial yang baik, autentik dan diperbaharui Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:162.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat keempat prinsip Ajaran Sosial Gereja.
1 Prinsip hormat akan martabat dan hidup manusia
Setiap manusia diciptakan menurut citra Allah. “Setiap manusia di sini maksudnya siapa pun, tidak dibeda-bedakan atas dasar ras, seks, usia,
asal-usul, agama, orientasi seksual, status ekonomi, kesehatan, prestasi atau aneka ciri natural yang lain. Keluhuran manusia tidak tergantung dari apa
yang dikerjakan atau diraih atau siapa dia. Ketika manusia dilahirkan, ia mempunyai hak untuk hidup. Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa
31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“hidup” di sini tidak sekedar bernafas tetapi juga berkaitan dengan eksistensinya sebagai manusia yang memiliki hak untuk hidup layak.
2 Prinsip kesejahteraan umum
Prinsip kesejahteraan umum mengacu pada pengertian bahwa kesejahteraan itu milik bersama bukan milik beberapa orang . Karena milik
bersama, kesejahteraan itu berkaitan dengan sistem yang adil bukan berkaitan dengan pembagian materi yang adil. Sistem yang adil mengarah pada sistem
tata kehidupan yang memungkinkan semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kesejahteraan umum
merupakan kondisi yang diciptakan dengan tujuan agar setiap orang dan kelompok dapat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensi
sepenuhnya. Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab setiap individu.
Dengan kata lain, prinsip ini menegaskan bahwa setiap individu bertanggung jawab terhadap individu yang lain; bahwa orang lain adalah tanggung jawab
kita. Tanggung jawab tersebut mewajibkan setiap individu untuk bekerja sama membangun kondisi-kondisi sosial yang menjamin agar setiap pribadi
dan kelompok dalam masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan mewujudkan potensi mereka. Selain itu, prinsip kesejahteraan umum
memiliki kedalaman maksud untuk memprioritaskan keadilan yang menyejahterakan terutama bagi mereka yang lemah dan miskin.
32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3 Prinsip subsidiaritas
Prinsip subsidiaritas terkait dengan permasalahan bagaimana sebuah tata kebijakan dan tanggung jawab dilaksanakan. Apabila lembaga di tingkat
bawah mampu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya maka lembaga di tingkat atas jangan mengambil alih. Ketika kewenangan efektif dikerjakan di
tingkat bawah, atasan tidak perlu memperumit dengan berbagai kebijakan yang mengambil alih tanggung jawab ataupun kebijakan.
Prinsip Subsidiaritas memungkinkan partisipasi dari lembaga atau individu di lapis bawah dalam menentukan diri sendiri dan di sinilah
tercermin penghargaan martabat manusia. Individu atau lembaga yang secara langsung terkena dampak dari suatu kewenangan atau kebijakan seharusnya
memiliki peran dalam pengambilan keputusan atau kebijakan tersebut. Intinya, bagaimana melibatkan individu atau lembaga lapis bawah dalam
setiap pengambilan keputusan yang nantinya akibatnya akan diterima oleh individu atau lembaga lapis bawah tersebut.
4 Prinsip solidaritas
Solidaritas adalah sebuah kebajikan moral yang autentik, bukan suatu perasaan belas kasihan atau rasa sedih karena nasib buruk sekian banyak
orang. Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya kepada kesejahteraan
semua orang dan setiap orang perorangan karena kita semua sungguh bertanggung jawab atas semua orang. Istilah “solidaritas”, yang digunakan
secara luas oleh Magisterium,mengungkapkan secara ringkas kebutuhan
33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua orang dan kelompok-kelompok sosial satu sama lain, ruang yang diberikan kepada
kebebasan manusia bagi pertumbuhan bersama dimana di dalamnya semua orang berbagi dan berperan serta.
2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility
Community Empowerment merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada sekedar aktivitas charity. Hal ini disebabkan dalam
pelaksanaan CSR dengan Community Empowerment terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi,
produktivitas dan keberlanjutan Sri Urip, 2014:81
.
Community Empowerment mengacu pada proses yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan
kontrol atas hidup mereka. Community adalah kelompok masyarakat yang kemungkinan memiliki hubungan atau kemungkinan tidak , tetapi mereka berbagi
kepentingan bersama, keprihatinan atau identitas. Community ini kemungkinan berada di tingkat lokal, nasional maupun internasional, dengan kepentingan
tertentu atau luas. Empowerment mengacu pada proses dimana orang mendapatkan kontrol atas faktor-faktor dan keputusan yang menentukan hidup
mereka. Ini adalah proses dimana mereka meningkatkan aset dan atribut mereka dan membangun kapasitas untuk mendapatkan akses, mitra, jaringan , dalam
rangka untuk mendapatkan kontrol. Mengaktifkan menyiratkan bahwa orang tidak bisa diberdayakan oleh orang lain; mereka hanya dapat memberdayakan
diri dengan mengakuisisi berbagai bentuk kekuasaan yang lebih. Ini
34 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI