Pengantar EVALUASI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP

anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 berdasarkan lima kategori bidang perhatian: catatan kritis berasas prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Ketiga, Sebaran penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang periode tahun angaaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015: catatan kritis berasas prinsip-prinsip Ajaran sosial Gereja. Berikut ini akan diuraikan satu persatu. 5.2.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja. Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, data Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 mendeskripsikan tiga hal yang menarik untuk dicermati terkait keterserapan dana Program Pemanfatan Dana APP. Pertama, fenomena kenaikan dana diterima dari tahun ke tahun berbanding dengan penurunan dana yang berhasil di kelola di tiga tahun periode anggaran. Kedua, rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan hanya mencapai 61. Ketiga, Panitia APP Keuskupan Agung Semarang keterserapan dana yang dikelola paling rendah dibandingkan dengan empat panitia di tingkat kevikepan. 134 Data fenomena kenaikan besaran dana yang diterima dari tahun ke tahun dapat dimaknai sebagai bentuk semangat bersolidaritas. Semangat untuk menyumbang dengan murah hati kepada mereka yang berkekurangan. Solidaritas di sini baru dalam tataran sebagai ‘prinsip sosial’ untuk berbagi dana dan terlibat dalam pengumpulan dana. Solidaritas merujuk pada sesuatu yang lebih daripada sekedar tindakan murah hati yang sporadis Paus Fransiskus: no.188, 109. Tataran sebagai ‘prinsip sosial’ tersebut akan lengkap apabila solidaritas juga dimaknai sebagai suatu ‘kebajikan moral’ yang autentik untuk tekad yang teguh dan tabah membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya pada kesejahteraan semua orang dan setiap orang perorangan karena semua sungguh bertanggung jawab atas semua orang Pope John Paul II: 419-420. Artinya, dalam konteks ini, kenaikan dana yang diterima dari tahun ke tahun tersebut seharusnya berbanding lurus dengan usaha lima kepanitiaan pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang menaikkan besaran dana yang dikelola. Usaha untuk menghayati solidaritas sebagai keputusan untuk mengembalikan kepada kaum miskin apa yang menjadi milik mereka Paus Fransiskus: no.189, 109. Selanjutnya, logika sederhana memandu ke arah kesimpulan bahwa rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan yang hanya mencapai 61 dan penurunan dana yang diserap pada tiga tahun anggaran dapat diinterprestasikan sebagai adanya kesejahteraan yang terus meningkat di paroki-paroki yang terletak di 135 wilayah teritorial Keuskupan Agung Semarang. Namun, data lapangan mengisyaratkan hal yang berbeda. Masih banyak penanda yang mengarah pada situasi dimana umatmasyarakat di wilayah ketugasan dan teritorial Keuskupan Agung Semarang umatnya belum sejahtera. Dalam suatu pemetaan yang diselenggarakan oleh Panitia APP Kevikepan Semarang, Paroki Purwodadi dan Adminitrasi Paroki Demak merupakan paroki dengan pemetaan yang mendeskripsikan masih cukup banyak kantong-kantong kemiskinan di wilayah teritorial kedua paroki tersebut. Akan tetapi, kedua paroki tersebut selama empat periode tahun anggaran tidak mengakses dana APP baik di tingkat kevikepan maupun keuskupan. Fenomena keterserapan dana yang tidak memenuhi harapan tersebut, besar kemungkinan disebabkan desain alur akses dana yang tidak memungkinkan adanya peran aktif dari Panitia APP di kelima kepanitiaan berkenaan dengan pemanfaatan dana APP. Gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana APP di Keuskupan Agung Semarang menunjukkan bahwa pemanfaatan dana APP sepenuhnya mengandalkan proposal yang masuk. Reksa pastoral 7 membutuhkan 7 Pelayanan pastoral adalah pelayanan keselamatan bagi semua orang sebagai tugas dasar Gereja, oleh semua anggota Gereja, selaras dengan bentuk, cara hidup dan jabatannya. Dengan kata lain, berpastoral secara benar berarti melakukan pelayanan pastoral seluas realitas kehidupan. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia SAGKI yang berlangsung pada tahun 2005 menegaskan ada 17 pokok masalah terkait dengan realitas kehidupan baik dalam bidang politik, ekonomi dan sosial yang dialami oleh rakyat Indonesia menjadi tanggung jawab dan panggilan iman Gereja Katolik Indonesia. 17 pokok masalah yang dipandang mendesak untuk diatasi bersama yaitu: 1 keretakan hidup berbangsa, 2 otonomi daerah dan masyarakat adat, 3 korupsi:masalah budaya, 4 korupsi: masalah lemahnya mekanisme kontrol, 5 kemiskinan, 6 pengangguran, 7 kriminalitas, 8 perburuhan, 9 pertanian, 10 lingkungan hidup: berkaitan dengan hutan, 11 lingkungan hidup: berkaitan dengan nonhutan, 12 pendidikan formal: pendidikan dasar-menengah, 13 pendidikan formal: pendidikan tinggi, 14 pendidikan nonformal: pendidikan dalam keluarga, 15 pendidikan nonformal: kaum muda, 16 kesehatan, dan 17 kekerasan dalam rumah tangga. 136 pemetaan persoalan yang dihadapi umatmasyarakat yang cukup lengkap dan menyeluruh dan ini mensyaratkan peran aktif Panitia APP di kelima kepanitiaan. Dengan adanya pemetaan persoalan, kebijakan pastoral diharapkan semakin bisa memberikan gambaran akan persoalan dan realitas yang dihadapi umatmasyarakat. Selain itu, dapat memprediksi dan mengantisipasi langkah pemulihan dan perbaikan melalui program yang dibuat oleh Panitia APP di kelima kepanitiaan. Dengan demikian diperlukan tinjauan ulang mengenai pemanfaatan dana APP yang hanya bertumpu pada proposal yang diusulkan oleh empat kriteria penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Digali sebuah kemungkinan pemanfaatan dana untuk sebuah program yang didanai dana APP dengan tidak melalui mekanisme akses dana APP seperti yang tertuang dalam gambar 4.1 tetapi melalui hasil pemetaan yang memberikan gambaran perlunya diadakan sebuah program untuk mengatasi problematik yang dihadapi oleh umatmasyararakat. Data primer dan data sekunder yang menunjukkan bahwa keterserapan dana Panitia APP Keuskupan Agung Semarang paling rendah dibandingkan dengan empat panitia di tingkat kevikepan secara sederhana ‘konteksnya’ dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Melalui alur flow chart tersebut dapat dilihat bahwa penerima manfaat dari dana APP yang dikelola oleh Panitia APP 137 Keuskupan Agung Semarang juga merupakan penerima manfaat dari dana APP yang dikelola oleh Panitia APP Kevikepan Semarang, Panitia APP Kevikepan Kedu, Panitia APP Kevikepan Surakarta dan Panitia APP Kevikepan Yogyakarta. Terdapat overlapping fungsi yang diemban oleh Panitia APP Kevikepan Semarang. Fungsi yang telah diemban oleh empat panitia pengelola dana APP di tingkat kevikepan, diemban juga oleh Panitia APP Kevikepan Semarang. Dengan demikian, Overlapping fungsi inilah penyebab yang paling mungkin untuk kondisi tidak maksimalnya keterserapan dana yang dikelola oleh Panitia APP Keuskupan Agung Semarang. Berdasarkan data keterserapan dana APP pada diagram 4.3 tentang prosentase keterserapan dana APP di Keuskupan agung Semarang di lima kepanitiaan dapat dilihat bahwa pengelolaan dana APP lebih efektif di tingkat kevikepan, -Panitia APP Kevikepan Semarang, Panitia APP Kevikepan Kedu, Panitia APP Kevikepan Surakarta dan Panitia APP Kevikepan Yogyakarta-. Terkait dengan pola ini sangat mungkin prinsip subsidiaritas diterapkan oleh Panitia APP Keuskupan Agung Semarang. Panitia APP Keuskupan Agung Semarang bertindak sejauh sebagai “subsidium” bagi empat panitia pengelola dana APP di tingkat kevikepan. Untuk itu peran Panitia APP Keuskupan Agung Semarang lebih kepada mendukung, memajukan dan mengembangkan panitia APP di tingkat kevikepan. Bentuk ini sesuai dengan makna imperatif yang ditunjukkan oleh prinsip 138 subsidiaritas, yaitu fungsi-fungsi yang dapat dijalankan secara efisien oleh kelompok-kelompok yang lebih kecil dan lebih rendah tingkatannya tidak usah diambil alih oleh kelompok yang lebih luas dan lebih tinggi Pope John XXIII: 91-92. 5.2.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja. Pada bagian sub bab ini, Rerata pemanfaatan dana APP berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 akan ditinjau ulang dengan menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, data mengenai hal tersebut mengarah pada fakta bahwa prosentase terbesar pemanfaatan dana APP digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan, yaitu sebesar 34,71. Prosentase terbesar kedua dipergunakan untuk kategori pengembangan sosial ekonomi sebesar 28,49. Berturut-turut kemudian kategori motivasi dan animasi sebesar 18,64, kategori pendidikan 16,84 dan kategori bencana alam dan musibah 1.32. 139 Selanjutnya, pemahaman bahwa “Allah tidak membedakan orang” karena semua orang memiliki martabat yang sama sebagai makhluk ciptaan yang dibentuk seturut gambar dan rupa Allah, mensyaratkan adanya suatu jenis pertumbuhan bersama dan pribadi setiap orang. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut diperlukan jenis bantuan yang efektif untuk mereka yang miskin agar memiliki peluang yang setara dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan tidak hanya berbicara tentang kepastian adanya makanan bagi semua orang tetapi juga kesejahteraan dalam segala aspeknya. Hal ini berarti pendidikan, akses pelayanan kesehatan dan terutama pekerjaan, karena melalui kerja yang bebas, kreatif dan partisipatif dan saling mendukung manusia dapat mengungkapkan dan meningkatkan martabat hidup mereka Paus Fransiscus: no.192, 111. Terkait dengan pemahaman di atas dan prinsip kesejahteraan umum dalam Ajaran Sosial Gereja, deskripsi pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 yang dominan diwarnai karya-karya karitatif 8 tersebut penting untuk dicermati kembali. Hal tersebut menjadi semakin mendesak jika dihubungkan dengan cita-cita Keuskupan Agung Semarang yang tertuang dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016 - 2035 yang menetapkan aspek sejahtera sebagai pintu masuk pertama menuju 8 Berdasarkan ciri-ciri karya kasih yang bercorak karitatif maka kategori pendidikan dan kategori musibah bencana alam termasuk dalam kelompok karya karitatif. Terkait dengan hal ini maka besaran prosentase dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode yang dimanfaatkan untuk kelompok karitatif kemanusiaan adalah 82.87. 140 terwujudnya peradapan kasih dalam masyarakat Indonesia Dewan Karya Pastoral 2016:15. Kesejahteraan umum merujuk pada keseluruhan kondisi hidup kemasyarakatan yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri Second Vatican Council: no.26, 174. Pencapaian ‘kesempurnaan diri’ diinterpretasikan sebagai kondisi tidak tergantung pada bantuan orang lain tetapi mampu mengusahakan kehidupannya sendiri Dewan Karya Pastoral 2016: no.34, 43. ‘Kesempurnaan diri’ kurang memungkinkan dicapai dengan karya karitatif. Karya ini perlu dipertimbangkan hanya sebagai jawaban sementara dari kebutuhan-kebutuhan yang mendesak untuk ditangani Paus Fransiscus: no.202, 117. Dewan Karya pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku “Gereja yang Signifikan dan Relevan: Pendalaman Ardas 2011 - 2015” menegaskan bahwa berdasarkan ciri-cirinya 9 karya-karya karitatif tidaklah cukup sebagai upaya solidaritas dengan mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Gereja perlu mengembangkan karya yang bersifat memberdayakan 2011:60-61. Argumentasinya, Karya pemberdayaan merupakan karya kasih yang mendorong orang lain menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Pemberdayaan merupakan perubahan yang 9 Tindakan karitatif adalah karya kasih yang memiliki ciri: pertama, karya kasih dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan analisis sosial-politik tentang penyebab terjadinya suatu situasi yang memprihatinkan, misalnya kemiskinan. Kedua, bantuan yang diberikan langsung dapat dirasakan. Ketiga, hanya cocok untuk membantu korban-korban bencana alam saja. 141 terjadi pada habitus yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan hidup baik secara individu maupun secara sosial-kelompok Dewan Karya Pastoral, 2011:61. Pemberdayaan yang memerdekakan bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel seharusnya lebih diutamakan daripada kegiatan-kegiatan lain yang menciptakan ketergantungan Dewan Karya Pastoral: no 3.2, 27 . Berkaitan dengan tingginya pemanfaatan dana APP untuk karya-karya karitatif, data lapangan mengidentifikasikan bahwa dana-dana sosial Gereja 10 belum dikelola secara efektif dan efisien berdasarkan intensio dantis-nya oleh Paroki. Misalnya, Dana Papa Miskin dan 25 Dana APP yang ditinggal di Paroki. Di sebagian besar Paroki di Keuskupan Agung Semarang, kedua dana tersebut dikelola dengan tidak berdasarkan intensio dantis-nya. Menjadi suatu fenomena yang umum terjadi dimana kedua dana tersebut di Paroki-Paroki dipakai untuk pembangunan fisik gereja dan bahkan di beberapa kasus dijadikan sebagai dana abadi Paroki dalam bentuk tabungan atau deposito. Kondisi ini dapat menjadi salah satu argumentasi mengapa proposal-proposal yang ditujukan pada Panitia Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun 10 Di setiap Paroki minimal ada tiga jenis dana sosial yang bisa diakses oleh umat, yaitu: Dana Papa Miskin yang berasal dari 15 dari hasil kolekte umum dan amplop persembahan pada setiap hari Minggu, Dana APP yang ditinggal di Paroki berasal dari 25 dari keseluruhan dana yang diperoleh dari kolekte Minggu Palma serta kotak APP dan dana Tim Kerja PSE yang berasal baik dari dana program yang dianggarkan di RAPB Paroki maupun dana yang diperoleh dari permohonan kepada Panitia APP KevikepanKeuskupanNasional 142 anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 dominan diwarnai karya-karya karitatif. Ketika kebutuhan akan dana-dana yang bersifat pertolongan pertama tidak dapat diakses di Paroki, sangatlah beralasan apabila kemudian kebutuhan akan dana tersebut diusulkan kepada Panitia Pemanfaatan Dana APP baik di tingkat kevikepan maupun tingkat Keuskupan. Pengelolaan dana-dana sosial Gereja yang belum diatur secara tegas berdasarkan intensio dantis-nya tersebut menyebabkan terjadinya overlapping baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatannya. Untuk itu, sangatlah mendesak adanya sebuah pedoman yang integral mengenai pengelolaan dan pemanfaatan dana-dana sosial gereja -yang memuat kriteria yang jelas, persyaratan penerima manfaat dan mekanisme tim kerjanya-. Kebutuhan akan pedoman ini menjadi semakin penting karena data di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa dana sosial Gereja di luar Dana APP dan Danpamis. Di Keuskupan Agung Semarang, untuk kepentingan pengembangan Pelayan Pastoral dikenal dana KPG Kolekte Pelayan Gereja, untuk situasi bencana ada dana Karitas Indonesia dan di lapangan dikenal juga dana Tim Peduli Pendidikan TPP. Dengan adanya sebuah pedoman yang integral mengenai dana-dana sosial Gereja ini sangatlah memungkinkan terjadinya sinergi dalam pengelolaan dan pemanfaatan masing-masing dana tersebut dan dengan demikian peluang untuk tercapainya wajah Gereja yang semakin signifikan dan relevan bagi umat dan masyarakat semakin besar. Melalui 143 pedoman ini pula karya-karya sosial Gereja terhindar dari dominasi warna karitatif yang cenderung tidak berkelanjutan. Berkenaan dengan pedoman pengelolaan dana sosial gereja, 26 paroki dari 33 Paroki di Kevikepan Yogyakarta telah memiliki pedoman tersebut. 2 paroki dalam proses penyusunan dan 5 paroki belum memiliki. Kepemilikan pedoman itupun dapat dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu: mempunyai pedoman tetapi belum dilaksanakan dan mempunyai pedoman sekaligus sudah dilaksanakan. Tabel 5.1 berikut ini mengilustrasikan kepemilikan pedoman pengelolaan dana sosial gereja di Kevikepan Yogyakarta. TABEL 5.1 KEPEMILIKAN PEDOMAN PENGELOLAAN DANA SOSIAL GEREJA PAROKI-PAROKI DI KEVIKEPAN YOGYAKARTA Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai sumber Buku-buku pedoman pengelolaan dana sosial gereja tersebut di atas memiliki keragaman baik dari segi isi maupun tampilan fisiknya. Dari segi isi, beberapa buku sudah memuat secara lengkap dana-dana sosial apa saja yang dikelola, kriteria yang jelas berdasarkan intensio dantis masing-masing dana, persyaratan penerima No Kriteria Kepemilikan Jumlah Paroki 1 Memiliki dan sudah dilaksanakan 8 2 Memiliki tetapi belum dilaksanakan 16 3 Proses penyusunan 2 4 Belum memiliki 5 Jumlah 33 144 manfaat dan mekanisme tim kerjanya. Namun, terdapat pula buku pengelolaan dana sosial gereja yang sangat minim dalam hal informasi. Kondisi ini nampaknya harus ditangkap sebagai persoalan di Keuskupan Agung Semarang yang ada solusinya. Bukan terbatas pada persoalan buku pedoman yang seragam di semua paroki karena keseragaman bukan jawabannya. Keanekaragaman kondisi sosial dan ekonomi paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang memang sangat memungkinkan adanya keragaman buku panduan. Namun, di Keuskupan Agung Semarang perlu adanya buku panduan penyusunan pedoman pengelolaan dana sosial gereja di paroki agar dalam keberagaman tetap ada hal-hal yang wajib ada dan ditaati oleh paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang. 5.2.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja. Pada bagian sub bab ini, sebaran penerima manfaat dana APP di keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 akan ditinjau ulang dengan menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, dari data statistik yang disajikan tabel 4.6 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 dapat diperoleh gambaran 145 yang jelas dan terang bahwa pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang belum memperlihatkan adanya sebuah pemanfaatan yang maksimal. Ketidakmaksimalan tersebut terlihat dari tiga kondisi. Pertama, sebaran jumlah proposal disetujui yang tidak merata. Kedua, kestabilan jumlah proposal yang tinggi di beberapa paroki. Ketiga, fakta adanya paroki yang sama sekali tidak mengakses bantuan yang ditawarkan oleh 5 panitia pemanfaatan dana APP selama empat periode tahun anggaran. Selanjutnya, apabila tiga fenomena ketidakmaksimalan pemanfaatan dana APP dikaitkan dengan gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana APP di Keuskupan Agung Semarang, akan memunculkan diskusi bahwa hal tersebut ada pertaliannya dengan peran Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki. Seperti yang tertera dalam flow chart, tahapan akses pemanfaatan dana APP sangat ditentukan oleh keaktifan Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki merupakan ujung tombak tumbuhnya kepekaan untuk merespon kebutuhan umatmasyarakat yang membutuhkan bantuan. Data lapangan sangat mendukung “statement” tersebut. Paroki-paroki dengan jumlah proposal disetujui merupakan paroki-paroki yang Romo Paroki atau Tim PSE LingkunganParokinya aktif terlibat dalam gerak pelayanan di bidang pengembangan sosial ekonomi. 146 Dalam konteks penelitian ini, Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki adalah agen kesejahteraan umum. Agen yang mengikhtiarkan kebaikan sesama seolah-olah itu merupakan kebaikan sendiri. Hal ini sesuai dengan salah satu di antara banyak implikasi dari kesejahteraan umum yang menyangkut hak atas penggunaan bersama harta benda sebagai “prinsip utama seluruh tatanan etika dan sosial” serta “asas unik ajaran sosial kristen”. Prinsip yang menyangkut tujuan universal harta benda ini merupakan sebuah undangan untuk mengembangkan sebuah wawasan ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai moral yang memungkinkan tercapainya dunia yang adil dan solider Pontifical Council for Justice and Peace,Compendium of the Social Doctrine of the Church, 2004: 114-118. Sebuah realitas yang tidak bisa disangkal bahwa kepemimpinan jemaat gerejani menuntut lebih pelayan imam sebab mereka dipanggil untuk lebih menghidupi rahmat imami, rajawi dan kenabian pembabtisan. Oleh karena itu, pelaksanaan penggembalaan Gereja paroki terutama diletakkan dalam kepemimpinan serta pelayanan pastor paroki. Selanjutnya, persoalan yang lalu dihadapi dalam menjalankan reksa pastoral paroki adalah apa dan bagaimana konsekuensi dari pemahaman akan tugas perutusan Gereja dalam menjalankan reksa pastoral. Peran pastor paroki adalah menjalankan tugas utama penggembalaan Gereja maka menjadi harapan agar kepentingan “agenda” pribadi 147 yang dimilikinya tidak menentukan reksa pastoral paroki. Dalam hal ini, setiap karisma atau talenta perlu ditempatkan pada kerangka perpektif sumbangan khas dan peran unik dari masing-masing pribadi. Karenanya aspek sharing, saling berbagi berbagi bakat, kemampuan, talenta, dan karisma yang lebih terjadi, bukan dominasi suatu talenta atau pendekatan tertentu oleh figur yang mendominasi dan menguasai Cahyadi: 48 - 50. Terkait dengan paragraf di atas, data di lapangan merepresentasikan adanya suatu fenomena yang mendeskripsikan perhatian Gereja yang amat kurang dalam hal karya-karya sosial. Alasan ketidaksesuaian “minat, bakat dan kemampuan” Romo Paroki pada karya sosial menempati urutan pertama banyaknya Paroki di Keuskupan Agung Semarang yang sangat sedikit meletakkan karya sosial menjadi bagian penting dalam reksa pastoral mereka. Karya sosial merupakan karya yang sulit dan butuh pemikiran yang kompleks menjadi alasan kedua mengapa karya ini kurang diminati. Selebihnya alasan-alasan teknis, termasuk kurangnya pemahaman Romo Paroki terhadap tata kelola dana-dana sosial yang ada di Gereja melengkapi deretan alasan mengapa animo Romo Paroki terhadap karya sosial sangat rendah. Data lapangan yang kurang menguntungkan tersebut semakin menyedihkan ketika disandingkan dengan pengertian bahwa Gereja seharusnya menempatkan diri sebagai pelayanan karya keselamatan Allah yang diwujudkan lewat kehadiran serta karya pelayanan Gereja 148 yang tidak saja berdemensi gerejani, namun juga sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu karya keselamatan Allah dinyatakan tidak saja lewat perayaan sakramen liturgia, pewartaan kerygma, dan pembangunan jemaat yang hidup koinonia, namun juga dengan pelayanan nyata diakonia Cahyadi: 47 . Pesan Ajaran Sosial Gereja berkenaan dengan solidaritas jelas-jelas menunjukkan bahwa terdapat sebuah ikatan yang sangat erat antara solidaritas dan kesejahteraan umum, antara solidaritas dan tujuan universal harta benda, antara solidaritas dan kesetaraan di antara semua manusia. Istilah “solidaritas” yang digunakan secara luas oleh Magesterium mengungkapkan secara ringkas kebutuhan untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua orang dan kelompok-kelompok sosial satu sama lain, untuk kemudian memberi ruang yang diberikan kepada pertumbuhan bersama yang di dalamnya semua orang berbagi dan berperan serta. Komitmen ini diterjemahkan ke dalam kesediaan ikut ambil bagian secara positif untuk kebaikan sesama melampaui setiap kepentingan individu atau golongan Pontifical Council for Justice and Peace,Compendium of the Social Doctrine of the Church, 2004: 133-134. Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki selain bertanggung jawab sebagai agen kesejahteraan umum juga berkewajiban untuk menjadi agen pertumbuhan bersama yang mendorong semua orang berbagi dan berperan aktif dalam gerakan solidaritas kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, terlantar dan 149 difabel. Kesadaran akan fungsi inilah yang nampaknya perlu dimunculkan sebagai bagian utama dari ketugasan Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki dalam reksa pastoral Gereja. Realitas di lapangan menginformasikan kedua peran tadi sangat lemah dalam pelaksanaannya. Sebaran jumlah proposal disetujui yang tidak merata, kestabilan jumlah proposal yang tinggi di beberapa paroki dan data adanya paroki yang sama sekali tidak mengakses dana APP selama empat periode tahun anggaran merupakan fenomena konsekuensi dari tidak terpahaminya dengan baik tanggung jawab Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki sebagai agen kesejahteraan umum dan agen solidaritas kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, terlantar dan difabel. Tinjauan mengenai integritas pelayanan pastoral, nampaknya perlu dimunculkan berkaitan dengan tanggung jawab Romo Paroki dan Tim PSE LingkunganParoki sebagai agen kesejahteraan umum dan agen solidaritas. Integritas pelayanan pastoral mengacu pada keefektifan dan kekredibelan pelaku pelayan pastoral. Artinya, pelayanan pastoral dapat efektif dan kredibel apabila apa yang dilakukan oleh pelaku pelayanan pastoral sungguh mengalir dan menyatu dalam hidupnya. Hal ini mengacu pada karakter yang memiliki potensi dan kemampuan, baik dalam kemampuan pastoralnya maupun profesionalnya Madya Utama: 67. 150 Komite Nasional Standar Profesional, Konferensi Waligereja Australia dan konferensi Pemimpin Tarekat Religius Australia menjelaskan integritas pelayan pastoral dengan menunjuk lima bidang perhatian, yaitu: hidup penuh komitmen, pengembangan kompetensi, komitmen untuk mewujudkan keadilan, integritas dalam pengelolaan adminitrasi, dan tanggung jawab untuk merawat kesejahteraan pribadi. Kelimanya akan diuraikan secara singkat sebagai berikut. 1 Hidup Penuh Komitmen Seorang pelayan pastoral menghayati hidupnya dan semua yang ia lakukan sebagai sebuah keputusan dan pilihan untuk mengikuti jejak Yesus guna mewujudkan rencana Allah, yakni keselamatan bagi seluruh umat manusia dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Pilihan hidup ini menuntut komitmen yang perlu diperbaharui terus-menerus. Pertama, komitmen untuk terbuka secara berkesinambungan terhadap panggilan Allah serta kesediaan untuk menanggapi panggilan tersebut dan menghayatinya. Kedua, kesediaan untuk mengembangkan ketrampilan pastoral dan profesional yang dituntut oleh tugas pelayanannya. Ketiga, mengembangkan relasi untuk memperoleh afirmasi dan dukungan afektif dengan orang-orang yang tidak berada dalam relasi pastoral. Keempat, bertindak penuh integritas dalam semua relasi manusiawi yang dibangun. Kelima, memberikan kesaksian atas pola hidup yang menghormati martabat dan nilai dari setiap orang yang dilayani. 151 2 Pengembangan Kompetensi Seorang pelayan pastoral perlu mengembangkan ketrampilan pastoral maupun ketrampilan profesionalnya agar pelayanannya dapat efektif dan kredibel. 3 Komitmen untuk Mewujudkan Keadilan Dengan menjalankan tugas pelayanannya, seorang pelayan pastoral memberikan kesaksian akan keadilan Allah sekaligus menjadi pelaku dari keadilan tersebut. Hal ini diwujudkan lewat cara hidup dan pelayanannya yang adil. 4 Integritas dalam Pengelolaan Adminitrasi Dalam melaksanakan tugas pastoral, seorang pelayan pastoral diberi tanggung jawab atas berbagai harta kekayaan dan keuangan milik lembaga gerejawi. Ketika memanfaatkan harta kekayaan dan keuangan lembaga gerejawi, pelayan pastoral perlu bertindak sebagai pengelola dan bukan sebagai pemilik. Hal ini dilakukan dengan membuat perencanaan tahunan, mengevaluasi pengelolaan harta kekayaan dan keuangan yang dipercayakan kepada pelayan pastoral, serta menghindarkan diri dari penggunaan kedudukan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. 5 Tanggung Jawab untuk Merawat Kesejahteraan Pribadi Pelayan pastoral perlu memiliki kesadaran bahwa kesehatan fisik, emosional dan rohani merupakan anugerah yang sangat berharga dan wajib untuk dirawat. 152 Berkaitan dengan hal ini, seorang Uskup dan Pemimpin Tarekat Religius memiliki tanggung jawab khusus untuk mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan, kondisi kerja yang baik serta pengembangan profesional bagi pelayan pastoral yang berada di bawah tanggung jawab mereka. Beberapa catatan yang terjadi di lapangan berkaitan dengan integritas pelayan pastoral di bidang pengembangan sosial dan ekonomi dalam konteks pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang dapat dipaparkan sebagai berikut. 1 Kompetensi Romo Paroki berkaitan dengan dana-dana sosial Gereja yang sangat minim sangat berkaitan dengan masa pendidikan yang memang tidak membekali pengetahuan tentang hal ini dengan cukup. Kompetensi mengenai hal ini lebih diperoleh pada masa Tahun Orientasi Pastoral dan kompetensi yang diperoleh ini pun sangat tergantung pada kompetensi Romo Paroki setempat. Sebagai catatan tambahan, tidak semua Frater melalui masa Tahun Orientasi Pastoral di Paroki. 2 Selama ini di Keuskupan Agung Semarang masih sangat sedikit pelatihan yang diselenggarakan untuk peningkatan kompetensi pastoral maupun profesional Tim PSE LingkunganParoki. Perlu adanya sebuah kurikulum sederhana yang memuat kompetensi apa saja yang wajib dimiliki Tim PSE 153 LingkunganParoki. Juga dibutuhkan suatu sistem yang mengatur pergantian Tim PSE LingkunganParoki se-Keuskupan Agung Semarang supaya pembekalan di awal masa tugas dapat berjalan secara efektif dan efisien. 3 Rentangan jumlah proposal yang disetujui oleh lima Panitia Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung semarang yang amat lebar memberikan kesan ada ketidakadilan dalam pengelolaan dana APP. Padahal, data di lapangan menunjukkan bahwa Panitia sudah maksimal dalam hal sosialisasi Program pemanfaatan Dana APP d Keuskupan agung Semarang. Panitia sudah membuka lebar kesempatan kepada paroki supaya mengakses dana APP. Berkaitan dengan hal ini, untuk mengantisipasi jarak yang lebar jumlah proposal yang disetujui dapat dibuat suatu sistem yang memungkinkan keadilan dapat dicapai dalam akses dana APP. Panitia Pemanfaatan dana APP Kevikepan Surakarta telah memiliki dan menerapkan sistem ini. Panitia Pemanfaatan dana APP Kevikepan Yogyakarta juga telah memiliki namun belum diterapkan secara maksimal. 4 Mengingat dana APP di Keuskupan Agung Semarang sudah dalam jumlah yang tidak sedikit, maka dalam pengelolaannya perlu suatu audit keuangan baik secara internal maupun eksternal. 5 Di beberapa paroki Tim PSE LingkunganParoki bekerja dengan frekuensi yang cukup tinggi. Untuk itu perlu ada suatu pemikiran mengenai 154 kesejahteraan Tim PSE LingkunganParoki. Kompetensi pastoral maupun profesional Tim PSE LingkunganParoki perlu diapresiasi dengan pemberian uang transpot atau tunjangan keuangan yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan paroki setempat. 5.3. Telaah Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Berdasarkan Kategori-Kategori Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility. Berdasarkan pemaparan teori pada bab terdahulu dapat kita peroleh pemahaman bahwa Community Empowerment merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih substansial daripada aktivitas charity. Pelaksanaan CSR dengan Community Empowerment memuat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan keberlanjutan Sri Urip, 2014:81 . Community Empowerment mengacu pada proses yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan kontrol atas hidup mereka. ‘Empowerment’ mengacu pada proses dimana orang mendapatkan kontrol atas faktor-faktor dan keputusan yang menentukan hidup mereka. Ini adalah proses dimana mereka meningkatkan aset dan atribut mereka dan membangun kapasitas untuk mendapatkan akses, mitra, jaringan , dalam rangka untuk mendapatkan kontrol. Mengaktifkan menyiratkan bahwa orang tidak bisa diberdayakan oleh 155 orang lain; mereka hanya dapat memberdayakan diri dengan mengakuisisi berbagai bentuk kekuasaan yang lebih. Ini mengasumsikan bahwa orang adalah aset untuk mereka sendiri, dan peran agen eksternal adalah untuk mengkatalisis, memfasilitasi atau menemani masyarakat dalam memperoleh kekuasaan Labonte dan Laverack, 2008. Selanjutnya, berdasarkan uraian mengenai konsep ‘Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility’ dapat diketahui adanya tiga unsur pembentuk konsep, yaitu: Community Empowerment, partisipasi masyarakat dan kompetensi agen pemberdayaan. Pada bab terdahulu dipaparkan bahwa salah satu instrumen evaluasi Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode tahun anggaran ini akan dikembangkan berdasarkan tiga hal tersebut. Pada sub bab ini akan dijabarkan hasil analisis temuan studi dokumen Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan temuan studi lapangan yang telah disintesiskan dengan pemahaman teoritis mengenai ‘Community Empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility’. Struktur pemaparan akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, profil Community Empowerment dalam keterserapan dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Kedua, partisipasi umatmasyarakat dalam lima kategori bidang 156 perhatian program pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Ketiga, Korelasi kompetensi agen pemberdayaan dengan jmlah proposal disetujui dalam sebaran penerima manfaat dana APP di Keuskupan Agung Semarang periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Berikut ini akan diuraikan satu persatu. 5.3.1. Profil Community Empowerment dalam Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Seperti yang telah diuraikan pada bab IV, data Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 mendeskripsikan tiga hal yang menarik untuk dicermati terkait keterserapan dana Program Pemanfatan Dana APP. Pertama, fenomena kenaikan dana diterima dari tahun ke tahun berbanding dengan penurunan dana yang berhasil di kelola di tiga tahun periode anggaran. Kedua, rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan hanya mencapai 61. Ketiga, Panitia APP Keuskupan Agung Semarang keterserapan dana yang dikelola paling rendah dibandingkan dengan empat panitia di tingkat kevikepan. 157 Pada sub bab 5.3.1 ini data dokumen mengenai keterserapan dana APP Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 tersebut di atas akan disintesiskan dengan data lapangan dan teori Community Empowerment. Dalam konteks penelitian ini teori Community Empowerment digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Sintesis antara teori dan data dokumen maupun data lapangan akan dititikberatkan pada aktivitas pengelola pemberdayaan masyarakat . Di bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa dalam perkembangannya istilah ‘Pemberdayaan Masyarakat’ menggantikan istilah ‘Community Empowerment’. Kombinasi dari beberapa teori pemberdayaan masyarakat yang telah di uraikan pada bab 2 dan yang kemudian akan disintesiskan dengan data dokumen dan data lapangan dalam kerangka penelitian ini memuat tiga prinsip. Pertama, pemberdayaan masyarakat memuat pengertian pengelola sudah berupaya untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang dimiliki penerima manfaat serta berupaya untuk mengembangkan. Kedua, pemberdayaan masyarakat memiliki konsekuensi bahwa pengelola sudah berupaya untuk memperkuat kapasitas atau daya yang dimiliki oleh penerima manfaat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. Ketiga, dalam pemberdayaan masyarakat, pengelola sudah 158 berupaya untuk menggerakkan partisipasi aktif penerima manfaat seluas-luasnya melalui partisipasi mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Buku Pedoman Aksi Puasa Pembangun Keuskupan Agung Semarang 2009: 34-35, menginformasikan bahwa salah satu tugas Panitia APP di tingkat Kevikepan dan Keuskupan adalah mengelola proposal-proposal permohonan dukungan dana untuk umatmasyarakat baik dalam bidang pelayanan karitatif maupun bidang pelayanan pemberdayaan dan pengembangan ekonomi. Seperti yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, terdapat lima kategori kegiatan yang didanai dengan dana APP, yaitu: 1 kategori karitatif kemanusiaan, 2 kategori motivasi-animasi, 3 kategori bantuan pendidikan, 4 kategori bidang sosial kemasyarakatan dan pengembangan kemasyarakatan, dan 5 kategori bidang sarana-prasarana yang dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang rusak atau timbul akibat bencana alam atau musibah Panitia APP Keuskupan Agung Semarang, 2012:3. Dari data dokumen dan data lapangan diketahui bahwa Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung untuk kategori kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi bekerja sama dengan Tim Pengembangan Sosial Ekonomi di semua tingkat Panitia APP Keuskupan Agung Semarang: 2009, 33-35. Secara nasional ditangani oleh Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi 159 Konperehensi Waligereja Indonesia atau disebut sebagai Komisi PSE KWI. Di tingkat keuskupan ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan. Komisi PSE di Keuskupan Agung Semarang dalam ketugasannya dibantu oleh Komisi PSE Kevikepan, yaitu Komisi PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan Kedu, Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta dan Komisi PSE Kevikepan Surakarta. Penggerak dan penyelenggara karya pastoral bidang PSE di tingkat yang paling dasar terselenggara di paroki-paroki yang disebut Tim Kerja PSE Paroki yang beranggotakan Tim PSE Lingkungan sejumlah lingkungan yang berada dalam wilayah teritorial sebuah paroki. Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa pengelolaan dana APP untuk pengembangan sosial dan ekonomi tidak dilakukan oleh Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang tetapi oleh Komisi PSE. Panitia APP di semua tingkatan bertindak sebatas sebagai penyedia dana. Maka dalam konteks penelitian ini, Komisi PSE Keuskupan Agung Semarang, Komisi PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan Kedu, Komisi PSE Kevikepan Surakarta, dan Tim PSE Paroki di seluruh wilayah teritorial Keuskupan Agung Semarang dipahami sebagai pengelola aktivitas pelayanan pengembangan sosial ekonomi yang dalam data dokumen juga disebut sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat 11 . 11 Pada bab 4 sudah dipaparkan mengenai ketugasan KomisiTim PSE yang dibentuk untuk menanggapi kebutuhan sosial umat dan masyarakat melalui pelayanan-pelayanan langsung dan usaha-usaha menegakkan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan iman kristiani. Pelayanan diarahkan kepada pemberdayaan 160 Selanjutnya, terkait dengan kapasitas Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan dalam kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi umatmasyarakat 12 , data lapangan mengungkapkan mengenail dua hal. Pertama, umatmasyarakat mengakses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat tanpa keterlibatan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan. Dalam konteks ini, umatmasyarakat mengetahui adanya dana APP yang bisa diakses dari Romo Paroki, sesama umatmasyarakat, Buku Panduan APP dan pamflet yang tertempel di papan pengumuman gereja. Kedua, umatmasyarakat mengakses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat karena peran aktif Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan. Akses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat karena peran aktif Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan aplikasinya di lapangan dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki dan sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan. Kedua, Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan dan kemandirian masyarakat. Mengenai ketugasan KomisiTim PSE secara rinci dapat dilihat pada hal. 86-89. 12 Lihat gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana APP. 161 rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan dan bekerja sama dengan Komisi PSE KevikepanKeuskupan dalam pengelolaan dana APP. Ketiga, Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan, bekerja sama dengan Komisi PSE KevikepanKeuskupan dalam pengelolaan dana APP dan memberikan pendampingan serta pelatihan pada penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP. Berdasarkan uraian dua paragraf di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ada empat tipe aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan yang diberikan kepada umatmasyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP. Keempat tipe aktivitas pelayanan tersebut dapat diilustrasikan dengan menggunakan skema 5.1. sebagai berikut. 162 SKEMA 5.1 TIPE AKTIVITAS PENGELOLA DANA APP KATEGORI PENGEMBANGAN SOSIAL DAN EKONOMI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015 Tipe 1  Pamflet Penerima Dana diterima  Romo Paroki Manfaat Penerima  Informasi lain menyusun Manfaat proposal menyampaikan ke Panitia APP Tipe 2 Assessment Tim PSE Dana diterima Tim PSE Ling. bersama Penerima Paroki menyusun Manfaat proposal Menyampaikan Tipe 3 Assessment Tim PSE Dana diterima Bersama Tim PSE Ling. bersama Penerima Komisi PSE Paroki menyusun Manfaat Kev.Keuskupan proposal mengelola Menyampaikan dana ke Panitia APP Tipe 4 Assessment Tim PSE Dana diterima Bersama Menyelenggarakan Tim PSE Ling. bersama Penerima Komisi PSE pendampingan Paroki menyusun Manfaat Kev.Keuskupan pelatihan untuk proposal mengelola penerima Menyampaikan dana manfaat. Bersama ke Panitia APP Komisi PSE Kev. Keuskupan Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai Sumber 163 Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi umatmasyarakat yang terjadi hampir di sebagian besar paroki di Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2. Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 3 dominan terjadi di paroki-paroki Kevikepan Surakarta 13 . Paroki Jumapolo, Paroki Wonogiri, Paroki Kleco dan Paroki Klaten merupakan contoh untuk aktivitas pelayanan tipe 3. Dalam konteks ini, penerima manfaat yang mengakses dana APP memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang dipinjam. Tim PSE Paroki sebagai pengelola aktivitas pengembangan sosial dan ekonomi di tingkat paroki akan mengadminitrasikan pengembalian dana APP dari penerima manfaat. Di Kevikepan Surakarta, 50 dari pengembalian dana akan ditinggal di paroki sebagai dana pemberdayaan masyarakat yang akan digulirkan pada penerima manfaat lain. 50 selebihnya akan di kembalikan ke Tim PSE Kevikepan sebagai dana kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan sosial dan ekonomi umatmasyarakat. Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 4 ditemukan dengan jumlah yang sangat terbatas dan kadar aktivitas yang beragam. Keberagaman aktivitas terutama dalam hal terselenggaranya pendampingan dan 13 Kondisi ini terjadi pada masa ketugasan Romo Agustinus Giyono Darmopranoto sebagai Romo Moderator PSE Kevikepan Surakarta. Pada masa ketugasan Romo Agustinus Sudarisman sebagai Romo Moderator PSE Kevikepan Surakarta, ada aturan baru yang berlaku di Keuskupan Agung Semarang, yaitu: Dana APP yang diakses umatmasyarakat dalam pengelolaannya tidak perlu dikembalikan oleh penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang untuk kepentingan bergulir kepada penerima manfaat lain. 164 pelatihan yang teratur dalam hal waktu dan terstruktur dalam hal materi. Paroki Gamping dan Paroki Pakem di Kevikepan Yogyakarta menjadi contoh dari aktivitas pelayanan tipe 4. Tim PSE Paroki di kedua paroki ini ikut terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan, bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta dalam hal pengelolaan pengembalian dana APP dan pendampingan serta pelatihan pada penerima manfaat. Jika tipe-tipe aktivitas pengelola dana APP kategori pengembangan sosial ekonomi di atas dikaitkan dengan teori pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi dalam pembangunan berbasis masyarakat. Maka, tipe yang paling mendekati konsep pemberdayaan masyarakat adalah tipe 4. Aktivitas pengelola tipe 4 mendekati konsep pemberdayaan masyarakat yang merupakan konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yakni yang bersifat “people centered, participatory, empowering, and sustainable” Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996. Dalam sesi pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh pengelola tipe 4 pada penerima manfaat termuat upaya untuk membangun daya, memperkuat kapasitas dan mengedepankan partisipasi penerima manfaat mulai 165 dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi aktivitas pemberdayaan masyarakat. Konstruksi pendampingan dan pelatihan tiap paroki tentu sangat berbeda, ini mengingat bahwa bentuk pemberdayaan perlu menyesuaikan dengan potensi masalah, dan kebutuhan masyarakat lokal atau masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat sangat jauh dengan bentuk-bentuk pembangunan yang cenderung top down Anwas: 2014, hal.3. Data lapangan menunjukkan bahwa pendampingan dan pelatihan yang terselenggara lebih banyak berada di tingkat Kevikepan dan Keuskupan. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi di tingkat kevikepan dan Keuskupan memiliki peran yang sangat dominan untuk menentukan bentuk-bentuk pelatihan yang akan dilaksanakan. Sangat sedikit pendampingan dan pelatihan yang berbasis paroki. Sebagai sebuah pendekatan yang diyakini dapat mengantar umatmasyarakat berdaya dan mandiri, pemberdayaan masyarakat bukanlah sebuah pendekatan yang mudah untuk dilakukan. Kompleksitas karakteristik umatmasyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang, tuntutan perubahan zaman yang begitu pesat menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi Tim PSE di Keuskupan Agung Semarang di semua tingkatan. Oleh karena itu kesuksesan dalam kegiatan pemberdayaan memerlukan agen pemberdayaan yang memiliki kompetensi sesuai 166 tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Selanjutnya, evolusi konsep Corporate Social Responbility CSR memiliki sejarah panjang terkait dengan bagaimana dampaknya terhadap perilaku perusahaan. Moura dan Padget 2011 dalam penelitiannya Historical Background of Corporate Social Responbility membagi proses evolusi konseptual CSR sebagai berikut. TABEL 5.2. KONSEP EVOLUSI CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY BERDASARKAN FOKUS PERHATIAN Sumber: Diolah berdasarkan Social Responbility JournalVol.7 No. 4 2011, hal. 528-529 Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pada perkembangan awalnya CSR masih dianggap sebagai suatu kegiatan filantropi yang merupakan kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Perkembangan pada tahap awal ini masih menggunakan pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan Tahun Fokus Perhatian CSR 1950-an Tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat dan melakukan perbuatan baik bagi masyarakat. 1960-an Orang dan ide-ide gerakan yang berperan dalam karakteristik perubahan sosial. 1970-an Fungsi manajemen tradisional ketika berhadapan dengan isu-isu CSR. 1980-an Bisnis dan kepentingan sosial. Perusahaan menjadi lebih responsif terhadap kepentingan stakeholder. 1990-an Gagasan CSR secara universal disetujui. CSR juga dikaitkan dengan srategi 2000-an CSR menjadi isu strategis yang penting dalam perusahaan 167 kemanusiaan. Pada perkembangan terkini, pemahaman dan pelaksanaan CSR mengalami kemajuan yang pesat. CSR menjadi bagian yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan. CSR merupakan sarana dalam mengembangkan perusahaan agar dapat meraih pertumbuhan dan laba yang berkelanjutan. Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 1 dan tipe 2 jika kita cermati dari perspektif evolusi konsep Corporate Social Responbility yang tertuang dalam tabel 5.2. menghasilkan konklusi bahwa pengelolaan kegiatan pengembangan sosial ekonomi yang dilakukan saat ini sama dengan yang dilakukan bidang CSR pada tahap awal perkembangannya. Interpretasinya, sampai saat ini sebagian besar dari paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang masih melaksanakan tanggung jawab keterlibatan sosialnya dengan pilihan aktivitas yang sangat tertinggal jika dibandingkan dengan aktivitas tanggung jawab sosial di bidang CSR. Seperti yang tertera di tabel 5.2., di rentang tahun 1950-an, bidang CSR fokus utamanya adalah tanggung jawab bisnis kepada masyarakat dan melakukan perbuatan baik bagi masyarakat berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan Caroll dan Frederick dalam Moura dan Padget :2011, hal 530. Kegiatan CSR dengan kebijakan murah hati yang diberikan bisnis bagi masyarakat dengan pola karitatif dan kemanusiaan seperti ini manfaatnya hanya dirasakan sesaat oleh masyarakat dan berdampak sangat terbatas bagi perusahaan. Maka konsep ini sudah mulai ditinggalkan. CSR pada saat ini dipahami sebagai 168 ikatan tanggung jawab yang layak dijalankan untuk menjamin terciptanya manfaat berkelanjutan bagi perusahaan maupun masyarakat Urip: 2014, hal.40. Evolusi perkembangan CSR terkini yang membawa konsep baru bahwa jika perusahaan menekankan pelaksanaan kegiatan CSR-nya pada persolan yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, maka kegiatan sebaik apapun yang dilaksanakan dalam kerangka CSR akan gagal menciptakan manfaat yang diharapkan baik untuk masyarakat maupun perusahaan. Oleh karena itu, penerapan prinsip CSR pada saat ini lebih didorong oleh pemahaman bisnis akan strategi bisnisnya yang diimbangi dengan pemahaman akan kebutuhan masyarakat Lantos: 2001;Urip: 2014, hal.16 . Evolusi perkembangan konsep CSR ini sangat relevan apabila diadopsi oleh Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat KeuskupanKevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat KeuskupanKevikepan dengan beberapa diskusi untuk penerapannya dalam hal tanggung jawab keterlibatan sosial Gereja terhadap masalah-masalah kemiskinan dalam arti luas. Pemahaman Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat KeuskupanKevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat KeuskupanKevikepan terhadap kebutuhan umatmasyarakat yang masuk dalam kategori kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel sangat menentukan bentuk-bentuk keterlibatan sosial apa sajakah yang akan dikelola. 169 Fenomena rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan yang hanya mencapai 61, besar kemungkinan terjadi karena Pemahaman Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat KeuskupanKevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat KeuskupanKevikepan yang sangat kurang terhadap kebutuhan umatmasyarakat yang masuk dalam kategori kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Flow Chart 4.1. mengenai mekanisme akses dana APP semakin menunjukkan bahwa memang sangat sedikit peluang bagi Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat KeuskupanKevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat KeuskupanKevikepan untuk membuat suatu kegiatan keterlibatan sosial gereja yang sesuai dengan kebutuhan umat. Flow Chart 4.1. memuat informasi bahwa TIM PSE ParokiLingkungan yang lebih memungkinkan untuk mengadakan assessment terhadap kebutuhan umatmasyarakat. Namun, berdasarkan uraian yang terlebih dahulu dipaparkan, diperoleh data bahwa TIM PSE ParokiLingkungan pun dalam kegiatannya lebih banyak yang tidak berdasarkan assessment yang memadai terhadap kebutuhan umatmasyarakat. Ini ditunjukkan dengan dominannya tipe aktivitas pelayanan 1 dan 2. Pemahaman yang baik terhadap kebutuhan umatmasyarakat akan meningkatkan peluang untuk menaikkan tingkat keterserapan dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Data yang diuraikan di bagian pendahuluan 170 memperlihatkan dengan jelas bahwa secara umum masih ada puluhan juta orang Indonesia yang taraf hidupnya berada di bawah garis kemiskinan, maka dari sini dapat diperoleh wawasan bahwa dana APP yang selama ini tidak terserap dengan baik masih sangat memungkinkan untuk dikelola dengan bentuk-bentuk kegiatan keterlibatan sosial Gereja yang lebih bersifat memberdayakan. Kegiatan keterlibatan sosial Gereja dengan motivasi karitatif dan kemanusiaan tanpa disertai peningkatan kompetensi, pelatihan, pemberdayaan, penyediaan lapangan kerja dan penciptaan kesejahteraan tidak akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi umatmasyarakat. 5.3.2. Partisipasi UmatMasyarakat dalam Lima Kategori Bidang Perhatian Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Pada bagian sub bab ini, Rerata pemanfaatan dana APP berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 akan ditelaah dari perpektif partisipasi umatmasyarakat sebagai penerima manfaat program. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, data mengenai hal tersebut mengarah pada fakta bahwa prosentase terbesar pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan, yaitu sebesar 34,71. Prosentase terbesar kedua 171 dipergunakan untuk kategori pengembangan sosial ekonomi sebesar 28,49. Berturut-turut kemudian kategori motivasi dan animasi sebesar 18,64, kategori pendidikan 16,84 dan kategori bencana alam dan musibah 1.32. Pada bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa partisipasi masyarakat pada dasarnya merupakan kesediaan secara sukarela dari seseorang untuk membantu kegiatan pembangunan yang berlangsung di daerahnya. Partisipasi yang dilakukan dengan sukarela tersebut akan membuat masyarakat merasa turut menjadi bagian dari kegiatan tersebut. Masyarakat selaku obyek pembangunan harus pula ditempatkan sebagai subyek pembangunan, yang mampu menetapkan tujuan dalam mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses pembangunan untuk meningkatkan taraf hidupnya Mulyadi, 2011:6 - 21. Selanjutnya, pada sub bab 5.3.1. juga sudah dipaparkan bahwa Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang untuk kategori pengembangan sosial ekonomi atau disebut juga kategori pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Tim PSE dalam berbagai tingkatan. Berdasarkan data lapangan, aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi umatmasyarakat di Keuskupan Agung Semarang dapat dibedakan menjadi empat tipe pelayanan 14 . Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan dalam pengembangan 14 Lihat skema 5.1 mengenai Tipe Pengelola Dana APP Kategori Pengembangan Sosial dan Ekonomi Program Pemanfaatan dana APP Keuskupan Agung Semarang. 172 sosial ekonomi umatmasyarakat yang terjadi hampir di sebagian besar paroki di Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2. Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 3 dominan ditemukan di paroki-paroki yang masuk dalam wilayah teritorial Kevikepan Surakarta dan aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 4 hanya ditemukan dalam jumah yang sangat kecil dengan kadar yang beragam pula dalam hal kualitas pendampingan dan pelatihan. Dilihat dari perspektif konsep pemberdayaan masyarakat aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 1 dan 2 belum dapat dikategorikan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan dalam tipe ini lebih bersifat charity. Kecenderungan bantuan jenis ini menimbulkan ketergantungan, timbulnya sifat malas, konsumtif, dan semakin jauh dari kemandirian Anwas: 2014, hal. 10. Dari perspektif yang sama Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 4 inilah yang paling mendekati konsep pemberdayaan masyarakat. Konsep ini mendorong adanya pelibatan dan partisipasi umatmasyarakat supaya program yang dilakukan menyentuh dan menjawab kebutuhan umatmasyarakat Resnawaty: 2012, hal. 156. Dari data dokumen mengenai prosentase terbesar pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang yang digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan 173 dan data lapangan mengenai aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi umatmasyarakat di Keuskupan Agung Semarang yang dominan di posisi tipe 1 dan tipe 2 di atas dapat diprediksi bahwa partisipasi umatmasyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang sangat kurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwas 2014, hal.60 bahwa keterlibatan sosial yang bersifat charity atau filantropi memiliki kecenderungan untuk menempatkan masyarakat hanya sebagai obyek dari suatu program pembangunan masyarakat bukan sebagai subyek yang secara aktif dilibatkan untuk berpartisipasi aktif mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi. Prediksi terkait partisipasi umatmasyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang yang sangat kurang didukung oleh data kuantitatif maupun data kualitatif mengenai tingkat partisipasi penerima manfaat Program Pemanfaatan dana APP Keuskupan Agung Semarang di Kevikepan Kedu sampel. Romo Moderator Pengembangan Sosial Ekonomi Kevikepan Kedu dalam beberapa kali pertemuan menekankan bahwa saat ini di wilayah teritorial Kevikepan Kedu baru ada satu program di tingkat Kevikepan yang dimulai dari assessment mengenai kebutuhan umatmasyarakat, perencanaan yang partisipatif, implementasi yang partisipatif dan juga monitoring dan evaluasi 174 yang partisipatif. Pada tahapan pertanyaan mengenai indikator kuantitatif 15 partisipasi penerima manfaat program, Romo Moderator Pengembangan Sosial Ekonomi Kevikepan Kedu juga menyebutkan jumlah yang tidak pasti terkait dengan program pembuatan demplot untuk skala kepentingan umatmasyarakat se-Kevikepan Kedu. Hanya dikatakan mulai ada pelaku-pelaku baru yang muncul tetapi belum konsisten dalam hal kehadiran dan isu-isu yang diperjuangkan. Untuk indikator kualitatif 16 , terlihat ada peningkatan dalam hal kapasitas umat yang tumbuh untuk mengorganisasi aksi yang berkaitan dengan isu pertanian organik. Begitu pula dalam hal meningkatnya dukungan yang tumbuh dari umat. Semakin banyak umat yang terlibat dalam kegiatan pelatihan pertanian organik, pemasaran maupun pembelian hasil-hasil pertanian di demplot. Umat masyarakat belum terlibat secara penuh dalam pembuatan kebijakan dan keputusan. Masih ada kecenderungan tergantung pada Romo Moderator Pengembangan Sosial Ekonomi. Untuk Program pengembangan sosial ekonomi di tingkat paroki di kevikepan Kedu, data lapangan memastikan belum ada paroki yang secara penuh menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi yang memungkinkan adanya partisipasi umatmasyarakat. Akses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat masih menonjol dikelola dengan pola pengelolaan tipe 1 dan tipe 2. Kegiatan pendampingan dan 15 Lihat Lampiran 3 dan 4 mengenai kisi-kisi dan pokok kerangka acuan penelitian lapangan Program Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang. 16 Lihat Lampiran 3 dan 4 mengenai kisi-kisi dan pokok kerangka acuan penelitian lapangan Program Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang. 175 pelatihan dominan dilaksanakan di tingkat kevikepan dengan materi yang ditentukan oleh penentu kebijakan tertinggi di Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi dan Tim PSE Kevikepan Kedu. Tingkat partisipasi penerima manfaat Program Pemanfaatan dana APP Keuskupan Agung Semarang di Kevikepan Yogyakarta sampel secara umum memberikan deskripsi yang sama dengan penerima manfaat dana APP di Kevikepan Kedu sampel. Data lapangan mengenai akses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat yang masih dikelola dengan pola pengelolaan tipe 2 dan tipe 3 memberikan penanda bahwa partisipasi umatmasyarakat penerima manfaat belum tumbuh. Partisipasi hanya memungkinkan terjadi apabila kegiatan pengembangan sosial ekonomi dilakukan dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Mulyadi: 2011, hal.17. Satu hal yang menjadi daya pembeda, Kevikepan Yogyakarta sudah memiliki Tim PSE yang terpisah dengan Panitia APP. Kedua Tim ini bekerja sesuai dengan job description masing-masing 17 . Pertemuan untuk koordinasi di kedua kepanitiaan ini juga berbeda. Panitia APP Kevikepan Yogyakarta memiliki voulenteer 18 yang berkantor setiap hari dan pertemuan koordinasi dilakukan satu kali dalam setiap minggunya. Voulenteer Tim PSE Kevikepan Yogyakarta 17 Lihat halaman 78 sampai dengan 83. 18 Panitia APP dan Tim PSE di tingkat kevikepan di seluruh Keuskupan Agung Semarang belum ada yang memiliki karyawan tetap. Semua bekerja dalam kategori voulenteer. 176 berkoordinasi satu kali dalam setiap bulannya. Dari deskripsi ini dapat kita peroleh pemahaman bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di Kevikepan Yogyakarta lebih banyak. Tim PSE Kevikepan Yogyakarta memiliki program pendampingan dan pelatihan yang tertuang dalam program kerja yang dengan ketat dilaksanakan sesuai dengan agenda tertulis. Pendampingan dan pelatihan bagi penerima manfaat program masih dilaksanakan berbasis kevikepan bukan berbasis paroki. Data spesifik mengenai partisipasi umatmasyarakat di Kevikepan Yogyakarta ditemukan di Paroki Pakem. Pola pengelolaan kegiatan pemberdayaan masyarakat Paroki ini memungkinkan keterlibatan umatmasyaraat dalam proses komunikasi dua arah secara terus menerus. Paroki Pakem memiliki Panitia Dana Sosial Gereja Pakem PDSGP dalam struktur kepengurusan Dewan Paroki Santa Maria Assumpta Pakem yang mengelola Dana Sosial Gereja. Kepanitiaan merupakan fusi antara Tim Kerja Aksi Puasa Pembangunan, Tim Kerja Pendidikan, Tim Kerja Pengembangan Sosial Ekonomi dan Tim Kerja Kesehatan 19 yang bertugas sebagai pengelola Dana Papa Miskin, Dana Aksi Puasa Pembangunan, Dana Pengembangan Sosial Ekonomi, Dana Bantuan Pendidikan, Dana Bantuan Kesehatan Paroki Santa Maria Assumpta Pakem dan Dana Pemberdayaan Masyarakat Karina-KAS. 19 Istilah Dewan Paroki dan berbagai tim kerja ini dapat dipelajari lebih lanjut dalam Buku: Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang dan Penjelasannya. 177 PDSGP menerapkan aktivitas pemberdayaan masyarakat dengan memberikan ‘kail’ dan menciptakan kerja sama antarpenerima manfaat program untuk mencapai hidup yang lebih baik. Dalam kelompok-kelompok kecil, anggota masyarakat ditingkatkan kapasitasnya dalam pengelolaan lahan pertanian, peternakan dan pengelolaan ekonomi. Ikatan yang terbentuk dalam kelompok tersebut diharapkan akan mendukung proses kemandirian. Dukungan, bantuan, dan motivasi digali dan dibagi di antara anggota kelompok. Sistem pinjaman guliran diterapkan dalam proses pendampingan di Paroki Pakem. Pelatihan-pelatihan terkait dengan profesionalitas sebagai petani juga diberikan kepada kelompok-kelompok dampingan. Mengadakan pelatihan, kunjungan atau studi banding ke daerah-daerah yang maju bidang pertaniannya adalah agenda yang melekat pada proses pendampingan. Karena hendak membangun semangat solidaritas, keterlibatan awam dalam tim paroki menjadi tumpuan program ini. Tim Paroki pun tidak hanya terdiri dari mereka yang seiman. Masyarakat beragama bukan Katolik dilibatkan dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat ini. Keterlibatan semakin banyak orang ini diyakini oleh PDSGP sebagai upaya menumbuhkan harapan bahwa setelah pendampingan selesai, aset-aset yang telah diberikan PDSGP dapat terus dikelola demi kebaikan dan kemajuan semakin banyak orang. Selama hampir enam tahun masa pendampingan terhadap 178 kelompok-kelompok marginal, dari tahun ke tahun jumlah penerima manfaat dan keterlibatan umatmasyarakat dalam PDSGP semakin banyak. Kegiatan pengembangan sosial ekonomi di Paroki Pakem ternyata juga menjadi daya tarik bagi paroki-paroki dan kelompok-kelompok kategorial untuk melihat dan terlibat dalam pengelolaan aktivitas pemberdayaan. Frater-Frater dari Ordo CMF tanggal 9 - 13 Maret tinggal di Paroki Pakem untuk belajar tentang pengembangan sosial dan ekonomi umat. Tanggal 28 - 29 Mei 2016 sejumlah 50 orang Tim PSE Paroki dari 18 paroki se-Kevikepan DIY live in di Paroki Pakem dalam rangka belajar bersama mengenai aplikasi aktivitas pemberdayaan umat. 25 Romo Paroki dan 4 Diakon serta 2 pendeta, tinggal dan terlibat di Paroki Pakem dalam acara yang sama pada tanggal 9 - 10 Juli 2016. Data spesifik pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang telah dipaparkan di atas pararel dengan teori mengenai pemberdayaan masyarakat yang menginformasikan bahwa melalui kegiatan pemberdayaan, individu dan masyarakat disadarkan akan potensi, kebutuhan, dan masalah yang ada pada diri dan lingkungannya. Selanjutnya mereka didorong untuk melakukan perubahan. Untuk kemudian muncul penguatan dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan sehingga perubahan akan meningkat. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan latihan serta pendampingan. Pada akhirnya keberhasilan proses ini ditandai adanya perubahan perilaku individu dan masyarakat ke arah 179 yang lebih baik, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan penerima manfaat program. Keberhasilan seluruh rangkaian aktivitas ini sangat bergantung pada partisipasi umatmasyarakat 5.3.3. Korelasi Kompetensi Agen Pemberdayaan dengan Jumlah Proposal Disetujui dalam Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Pada bagian sub bab ini, sebaran penerima manfaat dana APP di keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 akan dikaji dari perspektif kompetensi agen pemberdayaan. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, dari data statistik yang disajikan tabel 4.6 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 dapat diperoleh gambaran yang jelas dan terang bahwa pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang belum memperlihatkan adanya sebuah pemanfaatan yang maksimal. Ketidakmaksimalan tersebut terlihat dari tiga kondisi. Pertama, sebaran jumlah proposal disetujui yang tidak merata. Kedua, kestabilan jumlah proposal yang tinggi di beberapa paroki. Ketiga, fakta adanya paroki yang sama sekali tidak mengakses bantuan yang ditawarkan oleh 5 panitia pemanfaatan dana APP selama empat periode tahun anggaran. 180 Selanjutnya, pada bagian landasan teori sudah dipaparkan mengenai usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat yang selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen perubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. Agen pembaharu dalam konteks pemberdayaan lebih tepat disebut sebagai Agen Pemberdayaan. Agen pemberdayaan disyaratkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Kompetensi untuk memberdayakan masyarakat yang berorientasi pada kegiatan menumbuhkan partisipasi masyarakat. Kompetensi dalam pemberdayaan masyarakat memiliki makna upaya kemampuan yang harus dimiliki oleh para agen pemberdayaan masyarakat. Anwas 2014:61-79 mensyaratkan 14 kompetensi agen pemberdayaan yang diwujudkan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan dalam kegiatan pemberdayaan. Dari 14 kompetensi digunakan 10 untuk menyusun kuesioner Profil Tim Pengembangan Sosial Ekonomi Paroki. Kuesioner ini akan digunakan untuk mengukur kompetensi agen pemberdayaan yang dalam konteks penelitian ini adalah Pengurus PSE Paroki. Hasil dari proses ini nantinya akan dikorelasikan dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. 181 Sub bab ini akan memaparkan hasil analisis korelasi antara kompetensi Pengurus PSE Paroki dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Unit analisisnya Pengurus PSE Lingkungan sampel. Sampel penelitian dengan menggunakan sampling kuota 20 orang. Masing-masing kevikepan dipilih 5 paroki. Hasil analisis kuantitatif korelasi antara kompetensi Pengurus PSE Paroki dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan menggunakan teknik korelasi product moment dapat dipaparkan sebagai berikut TABEL 5.3. TABEL PERHITUNGAN KOEFISIEN KORELASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI X DENGAN KOMPETENSI AGEN PEMBERDAYAAN Y PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG No X Y XY X 2 Y 2 1 11 66 726 121 4356 2 10 34 340 100 1156 3 5 82 410 25 6724 4 28 60 1680 784 3600 5 1 62 62 1 3844 6 40 80 3200 1600 6400 7 24 68 1632 576 4624 8 46 85 3910 2116 7225 182 TABEL 5.3. TABEL PERHITUNGAN KOEFISIEN KORELASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI X DENGAN KOMPETENSI AGEN PEMBERDAYAAN Y PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG Lanjutan tabel 5.3. No X Y XY X 2 Y 2 9 27 77 2079 729 5929 10 53 82 4346 2809 6724 11 34 65 2210 1156 4225 12 101 48 4848 10201 2304 13 93 68 6324 8649 4624 14 26 74 1924 676 5476 15 34 85 2890 1156 7225 16 73 85 6205 5329 7225 17 90 68 6120 8100 4624 18 108 85 9180 11664 7225 19 182 82 14924 33124 6724 20 108 91 9828 11664 8281 N= 20 �X = 1094 �Y =1447 �XY =82838 �X 2 =100580 �Y 2 =108515 183 Dengan demikian secara sederhana dapat kita berikan interpretasi terhadap terletak antara 0,200 - 0,400 yang berarti korelasinya lemah atau rendah. Sehingga hipotesis H a ditolak. Jadi hasil analisis korelasional menunjukkan: tidak ada korelasi positif yang signifikan antara jumlah proposal yang masuk di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan kemampuan Pengurus PSE Paroki sebagai agen pemberdayaan. Ketidaksignifikannya antara jumlah proposal yang masuk di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan kemampuan Pengurus PSE Paroki sebagai agen pemberdayaan banyak kemungkinan berkaitan dengan peranan Romo Paroki dalam akses dana APP. Berdasarkan Flow Chart 4.1. dapat kita ketahui bahwa Romo Paroki memegang peranan penting dalam teraksesnya dana APP dan di bab terdahulu juga sudah 184 dipaparkan bahwa Romo Paroki merupakan agen pemberdayaan. Data lapangan juga mengukuhkan hal tersebut. Berkaitan dengan peranan Romo Paroki sebagai agen pemberdayaan dalam Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang tidak akan secara rinci di konteks penelitian ini.

5.4. Potensi Keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Hasil penelitian pada tahap satu dan tahap dua akan dijadikan pijakan dalam analisisnya. Ada dua perspektif yang akan dipakai untuk melihat potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Pertama, dari perspektif keuangan. Kedua, dari perpektif penerima manfaat program. Pada bab IV telah dipaparkan bahwa terdapat kenaikan yang signifikan pada setiap tahun anggaran. Tahun anggaran 2011-2012 sejumlah Rp 1.465.317.274, tahun anggaran 2012-2013 sejumlah Rp 1.666.930.416, tahun anggaran 2013-2014 sejumlah Rp 1.863.120.511., dan tahun anggaran 2014-2015 sejumlah Rp 2.098.765.001. Data lapangan menginformasikan kenaikan jumlah dana APP karena katekese mengenai APP yang benar-benar disiapkan oleh Panitia APP Keuskupan Agung Semarang. Bekerja sama dengan Romo Paroki katekese 185 mengenai APP ini disampaikan melalui homili dan pertemuan-pertemuan di lingkungankomunitas basis. Katekese ini mampu menjadi daya ungkit kesadaran umat untuk bersolidaritas dengan terlibat dalam pengumpulan dana sebagai buah-buah pertobatan. Maka, dari perspektif keuangan dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sangat sustainable sejauh katekese mengenai APP terjaga baik dari sudut kualitas materi maupun kuantitas penyampaiannya. Dari perpektif penerima manfaat program ke-sustainable-an Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dapat dilihat dari aktivitas pengelola dana APP. Pada bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan di Keuskupan Agung Semarang dapat dibedakan menjadi 4 tipe. Selanjutnya, yang terjadi hampir di sebagian besar paroki di Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2. Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 3 dominan terjadi di paroki-paroki Kevikepan Surakarta. Paroki Jumapolo, Paroki Wonogiri, Paroki Kleco dan Paroki Klaten merupakan contoh untuk aktivitas pelayanan tipe 3. Aktivitas pelayanan Tim PSE ParokiTim PSE Lingkungan tipe 4 ditemukan dengan jumlah yang sangat terbatas dan kadar aktivitas yang beragam. Keberagaman aktivitas terutama dalam hal terselenggaranya pendampingan dan pelatihan yang teratur dalam hal waktu dan terstruktur dalam 186 hal materi. Paroki Gamping dan Paroki Pakem di Kevikepan Yogyakarta menjadi contoh dari aktivitas pelayanan tipe 4. Tim PSE Paroki di kedua paroki ini ikut terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan, bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta dalam hal pengelolaan pengembalian dana APP dan pendampingan serta pelatihan pada penerima manfaat. Seperti yang telah dipaparkan di awal, tipe-tipe aktivitas pengelola dana APP kategori pengembangan sosial ekonomi apabila dikaitkan dengan teori pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi dalam pembangunan berbasis masyarakat. Maka, tipe yang paling mendekati konsep pemberdayaan masyarakat adalah tipe 4. Aktivitas pengelola tipe 4 mendekati konsep pemberdayaan masyarakat yang merupakan konsep pembangunan ekonomi yang ke-sustainable-an terjaga. Maka, dari perspektif penerima manfaat dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sangat sustainable jika tata kelola aktivitas pengembangan sosial dan ekonominya diarahkan untuk lebih banyak pada aktivitas pengelola tipe 4. 187 188

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

6.1. Kesimpulan

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian pendahuluan, tesis ini merupakan studi yang menggunakan pendekatan evaluasi untuk mengkaji Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Kerangka teori yang dikembangkan untuk tujuan evaluasi ini dengan menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang aktual terjadi. Selanjutnya, hasil perbandingan kinerja aktual dengan standar kinerja akan digunakan untuk usulan perbaikan apabila terjadi penyimpangan antara kinerja aktual dengan kinerja standar. Dari studi dokumen dalam Bab IV yang bersumber dari dokumen dokumen yang diterbitkan oleh Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang dan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Semarang maupun KWI diperoleh pemahaman yang holistik mengenai Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Data kuantitatif memperlihatkan mengenai tiga hal yang signifikan. Pertama, keterserapan dana Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di 188 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

Pembangunan aplikasi mobile keuskupan berbasis android di Wilayah Keuskupan Bandung

4 32 166

AKUNTABILITAS SOSIAL DALAM PENGELOLAAN DANA DESA (Studi Kasus di Desa Susukan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang) Akuntabilitas Sosial Dalam Peneglolaan Dana Desa (Studi Kasus Di Desa Susukan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang) Universitas Muhammadiy

1 5 16

AKUNTABILITAS SOSIAL DALAM PENGELOLAAN DANA DESA (Studi Kasus di Desa Susukan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang) Akuntabilitas Sosial Dalam Peneglolaan Dana Desa (Studi Kasus Di Desa Susukan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang) Universitas Muhammadiy

0 2 21

Implementasi replikasi basis data terdistribusi untuk sistem administrasi sakramental dan Pastoral Keuskupan Agung Semarang.

1 5 329

Pemaknaan Orang Muda Katolik (OMK) pada kegiatan gereja : sebuah studi fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung Semarang.

0 10 146

Karya Pendidikan Tarekat Carolus Borromeus di Keuskupan Agung Semarang 1952-1998.

2 27 142

COMMUNIO-KOINONIA MENURUT VISI PAROKI KATEDRAL KRISTUS RAJA DALAM PERTEMUAN AKSI PUASA PEMBANGUNAN

0 0 12

AUDIT KEPATUHAN DI WILAYAH, LINGKUNGAN, KELOMPOK KATEGORIAL, DAN TIM KERJA DI PAROKI KEBON DALEM, KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG - Unika Repository

0 0 15

AUDIT KEPATUHAN DI WILAYAH, LINGKUNGAN, KELOMPOK KATEGORIAL, DAN TIM KERJA DI PAROKI KEBON DALEM, KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG - Unika Repository

0 1 14

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja di Paroki Santo Antonius, Bade, Keuskupan Agung Merauke melalui shared christian praxis - USD Repository

0 4 141