Hidrolisis Densitometri PENELAAHAN PUSTAKA

E. Hidrolisis

Hidrolisis adalah pemecahan ikatan kimia akibat reaksi yang terjadi dengan air. Reaksi hidrolisis biasanya lambat namun dengan adanya bantuan asam atau basa, laju reaksinya akan meningkat Cairns, 2008. Pada sebagian besar minuman, proses hidrolisis diperlukan untuk membebaskan sebagian besar asam fenolat dari bentuk ikatannya. Pada kopi, untuk mendapatkan asam kafeat diperlukan proses hidrolisis pada asam klorogenat yang terekstrak secara langsung pada minuman Mattila, Hellstrom, and Torronen, 2006. Hidrolisis pada polifenol selain berguna untuk menyederhanakan profil polifenol dari ekstrak juga berguna untuk menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Hidrolisis menggunakan basa kuat biasa digunakan pada fitokimia dalam bentuk ester dan untuk melepaskan ikatan beberapa polifenol yang berada dalam bentuk kompleksnya. Hidrolisis basa saponification biasa menggunakan satu sampai empat Molar NaOH pada suhu ruangan dengan rentang waktu dari 15 menit sampai satu malam. Tiwari et al.,2013; Waksmundzka-Hajnos, Sherma, Kowalska, 2008; Watson, 2014.

F. Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi

Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi adalah teknik analisis instrumental yang didasari kemampuan kromatografi lapis tipis yang lebih maksimal dan baik Srivastava, 2011. Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi planar yang fase diamnya berupa lapisan seragam uniform pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng aluminium, ataupun lempeng plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik ascending, atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun descending Gandjar dan Rohman, 2007. Pada KLTKT metode pemisahan jauh lebih baik dibanding dengan KLT karena KLTKT dapat melakukan pemisahan dengan lebih efisien karena lempeng KLTKT memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan lempeng lebih singkat dan tidak membutuhkan banyak fase gerak karena ukuran lempeng KLTKT yang lebih kecil yaitu 10 x 10 atau 10 x 20 cm, sehingga hanya diperlukan pengembangan selama 7-20 menit yang membuat metodel KLTKT menjadi metode yang efisien dalam pelaksanaannya. Srivastava, 2011. Untuk identifikasi suatu senyawa, bercak hasil pemisahan yang dilakukan oleh fase gerak akan dikarakterisasi berdasarkan nilai faktor retensinya R f . Nilai R f adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh pelarut pada suatu zat terlarut yang dibandingkan terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang sama. Nilai batas R f adalah 1 ≤ R f ≥ 0, karena ketika R f = 0, berarti noda tidak berpindah dari posisi awalnya dan jika R f = 1 maka noda tidak tertahan oleh fase diam dan berpindah bersama tarikan terdepan pelarut Day dan Underwood, 2002 ; Poole, 2003. Terdapat dua tipe fase pemisahan di dalam kromatografi yang didasarkan pada perbedaan polaritas antara fase diam dan fase gerak. Tipe yang pertama adalah kromatografi fase normal dimana fase diam akan cenderung lebih polar dibandingkan dengan fase gerak. Fase diam polar yang biasa digunakan antara lain alumina serta silika dengan fase gerak seperti heksan ataupun propileter. Tipe kedua adalah kromatografi fase terbalik dimana fase diam akan cenderung lebih non-polar dibandingkan dengan fase gerak. Fase diam non polar yang biasa digunakan antara lain adalah hidrokarbon dengan fase gerak yang relatif polar seperti air, metanol, atau asetonitril Skoog, 1986. Pada kromatografi fase normal, komponen yang bersifat non polar akan terbawa fase gerak terlebih dahulu. Sebaliknya, pada kromatgrafi fase terbalik, komponen yang bersifat lebih polar akan cenderung terbawa oleh fase gerak terlebih dahulu Skoog, 1986.

1. Fase Diam

Pada KLTKT, fase diam yang digunakan berukuran sangat halus serta memiliki pori-pori seragam serta ketebalan lapisannya hanya 0,1 mm, ukuran partikel fase diam pada KLTKT juga lebih kecil, dan juga lebih tipis. Sampel yang digunakan untuk penotolan hanya sedikit. Bercak penotolannya berdiameter antara 0,1-0,5 mm sehingga dengan lempeng 10 x 10 saja sudah dapat melakukan analisis. Pada KLTKT resolusi pemisahan sudah dapat terlihat jelas pada jarak pengembangan sampel antara 3-6 cm yang menunjukkan pemisahan yang lebih cepat, mengurangi zona difusi, efisiensi pemisahan yang lebih baik, batas deteksi yang lebih kecil, dan dapat menotolkan banyak sampel dalam satu lempeng Gandjar dan Rohman, 2007; Sherma and Fried, 1996. Tabel II. Jenis fase diam yang digunakan pada tahun 1979-1985 Spangernberg, Poole, and Weins, 2011 Dalam sistem KLTKT fase diam yang biasa digunakan adalah uncoated silica gel . Fase diam lain selain silica gel adalah aluminium oksida, kieselguhr, magnesium oksida dan magnesium silica Florisil® juga merupakan fase diam yang sering digunakan dalam KLT Spangernberg et al., 2011. Gambar 4. Struktur Silika gel Eastman, 2010 Tabel III. Karakteristik lempeng yang biasa digunakan dalam KLT Spangernberg et al., 2011 Parameter TLC HPTLC UTLC ukuran lempeng cm 20 x 20 10 x 10 6 x 3,6 ketebalan lempeng m 100 –250 100–200 10 ukuran partikel m 8 –10 6 –8 - volume penotolan mL 1 –5 0,1-5 0,01-0,1 jarak pemisahan cm 6-15 3-7 1-3 maksimal diameter penotolan mm 3 –6 1 –1,5 0,5 –1 waktu pemisahan menit 30 –200 3 –20 1 –5 tinggi lempeng m 35 –75 23 –25 - totolan per lempeng 10 9 –18 6 limit deteksi dalam reflektan ng 1 –5 0,5 –1 0,5 limit deteksi dalam fluoresens pg 50 –100 5 –10 5 Tipe Fase Diam TLC HPTLC Gel Silika G dan H 73,3 73,5 Selulosa 5,2 3,1 Poliamida 1,8 1,4 Fase Terikat 5,5 22,0 Aluminium Oksida 2,6 kieselguhr 0,3 Gel 0,4 Gugus silanol tunggal Dua gugus silanol Tiga gugus silanol

2. Fase Gerak

Pelarut dalam kromatografi memiliki dua fungsi yaitu sebagai pembawa sampel dan untuk memfasilitasi suatu sistem pemisahan. Fase gerak akan mengaliri fase diam dan memfasilitasi transpor sampel yang ditotolkan. Oleh karena itu, kekuatan pelarut mempengaruhi kemampuannya untuk membawa sampel melalui sistem dan selektivitasnya dalam menentukan apakah pemisahan dapat dilakukan. Sebagai pembawa, sampel harus terlarut ke dalam fase gerak dan untuk terjadinya pemisahan, sampel harus tertahan oleh fase diam. Pada keadaan elusi yang ideal, setiap perpindahan dari sampel tidak saling mempengaruhi dengan sampel lain yang ditotolakan pada lempeng tersebut Bollinger, Brenner, Ganshirt, Mangold, Seiler, Stahl, Waldi, 1962; Spangernberg et al., 2011. Untuk mendapatkan komposisi fase gerak yang optimal yang dapat memisahkan campuran, pemilihan pelarut dapat didasari atas beberapa alasan, antara lain: a. Komposisi pelarut harus dapat memisahkan analit sampai dengan nilai R f yang baik yang terlihat berdasarkan kekuatan pelarutnya. b. Komposisi pelarut yang selektif yang terlihat dari resolusi dua campuran yang sama-sama dapat terpisah. Parameter selektivitas akan mempengaruhi nilai resolusinya. c. Difusi harus sekecil mungkin selama pemisahan dan waktu yang diperlukan untuk memisah juga harus sesingkat mungkin. Spangernberg et al., 2011 Beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak: a. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT adalah metode yang sangat sensitif. b. Daya elusi fase gerak harus diatur untuk membentuk R f yang berkisar antara 0,2-0,8 agar pemisahannya maksimal. c. Untuk pemisahan dengan fase diam polar seperti silika gel, polaritas larutan akan mempengaruhi kecepatan migrasi sampel yang berarti juga menentukan nilai R f . Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan nili R f secara signifikan. d. Sampel-sampel ionik dan sampel-sampel polar lebih baik menggunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Gandjar dan Rohman, 2007

G. Densitometri

Densitometri adalah pendeteksian sampel yang terelusi oleh fase gerak pada fase diam dan menghasilkan kurva yang dapat digunakan untuk analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan kerapatan optik intensitas penotolan sampel pada lempeng. Jumlah cahaya yang kembali dari lempeng ke photomultiplier detektor dihitung dan direkam sebegai sebuah fungsi dari posisi. Karenanya, densitometer juga dikatakan sebagai detektor Reich and Schibli, 2007. Prinsip pengukuran densitometri adalah ketika cahaya mengenai permukaan lempeng KLTKLTKT yang terbentuk dari partikel kecil silika gel yang tidak rata, cahaya tersebut dapat diserap, direfleksikan atau di sebar Reich and Schibli, 2007. Perhitungan metode densitometri pada KLT dilakukan berdasarkan absorbansi. Rentang terendah sinar UV yang biasa digunakan adalah sekitar 300 nm sampai 190 nm Sherma and Fried, 2003; Sherma and Fried, 1999. Gambar 5. Prinsip pengukuran dari densitometri; A Cahaya diserap, B Cahaya dipantulkan, C Cahaya disebar Reich and Schibli, 2007 Secara umum, seluruh instrumen densitometer memiliki sumber cahaya baik monokromator maupun filter dan dapat juga keduanya. Sistem optis akan membentuk berkas cahaya menjadi sebuah celah yang tetap, satu atau lebih detektor fotosensing , sebuah sistem readout, dan sebuah pengontrol yang memindahkan lempeng berbingkai melewati cahaya monokromatik sampai melewati detektor. Biasanya ditambah dengan baseline corrector, linearizer, intergrator serta komputer Sherma and Fried, 1999. B A C Gambar 6. Jalur cahaya melewati scanner KLT. 1. Lampu seleksi, 2. Sistem masuk lensa, 3.Celah masuk monokromator, 4. Kisi monokromator, 5. kaca, 6. Celah disk lubang lensa, 7. Sistem lensa, 8. Kaca, 9. Pemecah cahaya, 10. Photomultiplier referensi, 11. Objek scanning, 12 Photomultiplier penghitung, 13. Photodiode ditransmisikan Sherma and Fried, 2003

H. Optimasi