tingkat pendidikan ibu berada pada kategori menengah yaitu sebesar 69, ibu
tetap dapat lebih mudah menyerap apa yang dilihat dan didengarnya. Hal ini dapat disebabkan karena ibu sering mendapat informasi kesehatan melalui penyuluhan
di posyandu di mana posyandu di lingkungan ini teratur pelaksanaannya. Faktor lain mungkin disebabkan oleh tingkat pendapatan keluarga dimana
tingkat pendapatan keluarga di Kecamatan Berastagi sekitar 58 berada dalam kategori lebih besar dari UMP, sehingga ibu dapat melengkapi kebutuhan gizi
anak. Jumlah anggota keluarga yang sebagian besar keluarga memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak yaitu sebesar 65, hal ini tetap menjadikan ibu
lebih mengutamakan kebutuhan anak karena sebagian besar ibu telah memahami bahwa anak sangat membutuhkan asupan gizi yang seimbang untuk tumbuh
kembang anak. Selain itu aktivitas merokok salah satu anggota keluarga yaitu ayah, sering
dilakukan didalam rumah dan juga berdekatan lagsung dengan anak. Hal ini membuat ibu lebih memperhatikan pola asuh anak, karena sebagian besar ibu
telah memahami bahaya perokok pasif yang akan ditimbulkan pada anak ataupun keluarga lainnya.
5.3. Status Gizi Balita
Menurut Santoso 1999, status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak akibat interaksi antara makanan dalam tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Nilai
keadaan gizi anak sebagai refleksi kecukupan gizi, merupakan salah satu parameter yang penting untuk nilai tumbuh kembang fisik dan nilai kesehatan
anak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian pada Tabel 4.16 berdasarkan pengukuran BBTB yang disesuaikan dengan standart WHO 2005 menunjukkan bahwa balita yang
memiliki status gizi gemuk sebanyak 1 orang 1, balita yang memiliki status gizi resiko gemuk sebanyak 3 orang 3, balita yang memiliki status gizi normal
sebanyak 73 orang 73, balita yang memiliki status gizi kurus sebanyak 17 orang 17 dan balita yang memiliki status gizi sangat kurus sebanyak 6 orang
6. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Perangin-angin 2006 di
Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, ditemukan 75 berstatus gizi baik, 16,66 gizi buruk, dan 4,17 berstatus gizi buruk. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar. Dengan kata lain, jika
pola asuh di dalam keluarga semakin baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak juga akan semakin baik dan pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi anak.
Berdasarkan data pola asuh hasil menunjukkan bahwa pola asuh ibu pada keluarga perokok berada pada kategori baik, namun dalam kaitannya dengan
status gizi masih di ditemukan balita dengan status gizi kurus dan sangat kurus. Jika dilihat dari pendapatan keluarga, maka rata-rata keluarga di Kecamatan
Berastagi memiliki pendapatan diatas UMP Rp. 1.505.000. Namun kaitannya dalam hal pemenuhan kebutahan makanan yang bergizi bagi anak belum
sempurna, hal ini dipengaruhi oleh pengeluaran non pangan lainnya yaitu pengeluaran rokok salah satu anggota keluarga.
Hasil penelitian Karo Sekali 2014 di Kecamatan Berastagi menunjukkan bahwa sebanyak 4 keluarga 4,0 mengeluarkan uang lebih dari Rp. 1.000.000.
Universitas Sumatera Utara
untuk konsumsi rokok saja. Dan sebagian besar keluarga perokok yakni sebanyak 62 keluarga 6,2 menghabiskan uang sebesar Rp. 500.000
– 1.000.000 untuk konsumsi rokok. Pengeluaran rokok tersebut sudah hampir sama, bahkan sebagian
telah melebihi pengeluaran pangan keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saliem dan Ariningsih 2008
menunjukkan bahwa pengeluaran rokok pada rumah tangga rawan pangan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga tahan pangan. Ini mengindikasikan
bahwa rumah tangga rawan pangan telah mengalihkan pendapatannya yang terbatas untuk membeli rokok dibandingkan dengan kebutuhan pangan untuk
ketahanan pangan keluarga. Pengeluaran rokok masyarakat yang cukup beasar sebenarnya mempunyai opportunity cost yang dapat digunakan untuk membeli
kebutuhan yang lebih esensial seperti makanan bergizi untuk keluarga.
5.4. Pengetahuan Ibu Balita