Makna Keseluruhan HASIL DAN PEMBAHASAN
diperoleh melalui kerjasama tiga unsur atau komponen utama yang bisa digunakan sebagai metode analisis, yaitu dengan tanda sign, obyek object, dan
interpretan interpretant atau yang dikenal sebagai triangle meaning. Sign pada karikatur ini adalah segala sesuatu yang ada dalam karikatur.
Yaitu seorang manusia yang memakai jubah hakim yang ditutup matanya dengan kain putih dan diatas kepalanya terdapat lingkaran seperti lingkaran yang dimiliki
oleh peri, iblis yang mengitari manusia tersebut dengan menghambur-hamburkan uang,dan timbangan yang dipegang dengan kedua tangannya oleh manusia.
Konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda merupakan pengertian dari objek. Objek dalam karikatur tersebut adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk melengkapi karikatur tersebut. Interpretant adalah saya sebagai peneliti dalam memaknai gambar
karikatur tersebut dan penilaian saya tentang karikatur ini tidak bersifat mutlak karena masing-masing individu punya pemikiran masing-masing dalam
menangkap makna yang didapat melalui tanda. Model segitiga makna ini mengupas bagaimana makna muncul dari sebuah
tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Berdasarkan objeknya tanda tersebut dikategorikan menjadi ikon, indeks, dan simbol. Ketiga
kategori tersebut tidaklah terpisah, melainkan saling terkait dan berhubungan. Satu tanda saja bisa merupakan kumpulan beberapa tanda.
Dalam proses memaknai suatu tanda, pembaca dipengaruhi oleh frame of reference, field of experience
, kultural, sikap, bahkan emosinya. Terlebih lagi, tanda dan lambang tersebut tidak muncul dalam suatu ruang hampa sosial,
melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu, sehingga situasi dan kondisi yang dialami saat memaknai suatu tanda akan sangat mempengaruhi hasil
penandaan seseorang sebagai pembaca. Pemaknaan dari Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia
pada Karikatur majalah Tempo edisi 09-15 Agustus 2010 ini diwakili oleh tanda- tanda yang ada dalam gambar tersebut. Tanda-tanda tersebut telah dijabarkan satu
persatu agar diketahui maknanya. Pemaknaan dari gambar karikatur ini sesuai dengan triangle meaning adalah pihak KPK ingin masyarakat lebih mengetahui
bahwa KPK memegang teguh terhadap keadilan. Dapat ditunjukkan dengan adanya ikon dan simbol yang berupa timbangan karena timbangan adalah
lambang dari suatu keadilan. Timbangan ini adalah salah satu simbol kredibilitas yang ada pada gambar tersebut, kredibilitas hakim yang mempunyai kekuatan
untuk menimbulkan suatu kepercayaan. Selain pada timbangan,yang merupakan simbol dari kredibilitas hakim ini terletak pada penutup mata karena memiliki
makna hakim ini ditutup matanya dimaksudkan tidak dapat melihat pandangan didepannya pada sisi kanan atau kiri dan hakim ini juga tidak dapat terpengaruh
dengan lingkungan sekitar. Dapat terlihat jelas yang terdapat dalam karikatur tersebut adalah seorang
penegak hukum lebih tepatnya seorang hakim karena pada gambar tersebut memakai jubah hitam dengan dasi ketika saat penyelenggaraan peradilan
dipengadilan. Hakim tersebut sedang memegang timbangan erat dengan kedua tangannya yang menandakan bahwa hakim tersebut berpegang teguh pada
keadilan hukum yang kuat. Hakim ini memiliki jiwa yang jujur, adil, tidak mudah
terpengaruh dan tidak mau untuk menerima suap. Sifat yang seperti ini dapat kita lihat pada gambar dengan adanya lingkaran kuning yang ada diatas kepala hakim
tersebut, yang menandakan bahwa hakim tersebut seperti malaikat dan matanya ditutupi oleh kain putih. Mata hakim ini ditutup bukan berarti hakim itu buta,
melainkan hakim tersebut tidak akan terpengaruh untuk menerima suap dari siapapun yang menyuapnya. Dari gambar ini, ketiga iblis berusaha mengiming-
imingi hakim dengan menghambur-hamburkan uang disekitarnya. Tapi hakim ini tidak terpengaruh dan tidak goyah akan pendiriannya untuk tidak menerima suap.
Keterkaitan pada indeks juga menyimpulkan bahwa,gambar ini juga memiliki penyampaian pesan kepada masyarakat agar setiap siapapun yang
melihat seseorang yang melakukan suatu korupsi seperti apapun keadaannya diharapkan agar secepatnya melaporkan pada pihak KPK atau jika masyarakat
berada jauh dari tempat pihak KPK maka laporkanlah pada pihak berwajib seperti pada Polres terdekat yang ada disekitar anda. Dengan melaporkannya maka akan
segera ditindak lanjuti lagi olehpihak Polres. Masyarakat diharapkan tidak hanya melihat pelaku korupsi saja, lawanlah untuk segera melaporkan tidak perlu
memiliki rasa takut karena jika pelaku semakin dibiarkan akan semakin merajalela.
Dengan adanya fenomena yang terjadi saat ini yaitu dengan banyaknya para penegak hukum yang begitu mudahnya menerima suap dari berbagai
kalangan masyarakat dan tidak memperdulikan lagi hukum yang sudah dibuat untuk ditegakkan. Maka tak heran perilaku suap-menyuap di negeri ini jadi
budaya yang dilestarikan. Hukum pun bisa dipermainkan oleh penguasa atau
mereka yang punya uang yang menjadikannya berkuasa. Dengan uang dan kekuasaan hukum bisa mengubah yang salah jadi benar dan yang benar
disalahkan. Bahkan, dengan uang dan kekuasaan para penguasa dan pengusaha korup ini tak tersentuh oleh hukum.
Dengan adanya permainan dalam suatu peradilan yang bisa memutar balikkan fakta hingga hasil akhir pun bisa ditentukan dan akan menguntungkan
bagi yang mampu membayar. Maka tidak heran jika ada sebagian rakyat yang menggunakan istilah peradilan dengan nada sinis. Jika perkara menimpa orang-
orang yang tidak berduit maka penyelesaian hukumnya sangat cepat dan tegas. Lain halnya juka yang terjarah hukum orang-orang berduit. Maka hukum tiba-tiba
jadi lumpuh. Kasus-kasus konglomerat penikmat uang rakyat yang tidak terjamah oleh penegak hukum, serta belum lagi terjadinya diskriminasi terhadap perlakuan
tahanan dipenjara. Bagi yang kaya bisa memesan tempat yang lebih baik dengan fasilitas yang lengkap layaknya hotel seperti satu kamar seorang, menu makan
yang bisa dipesan. Fasilitas lain seperti TV dan HP yang boleh digunakan meskipun dalam penjara. Berbeda dengan tahanan orang miskin. Maka ia harus
rela tidur tanpa alas di ruang sempit yang kadang dihuni beberapa napi serta makan seadanya sesuai jatah ditambah kadang-kadang mendapat perlakuan kasar
dari penjaga. Penerapan hukum mestinya mengurangi tindak kejahatan. Tapi,
kenyataannya tidak demikian. Bahkan, ada kecenderungan meningkat. Penjara tidak menjadikan jera bagi para napi. Ini terbukti ketika narapidana bebas tapi
tetap beroperasi kejahatnnya. Para koruptor tak pernah jera untuk melakukan
korupsi. Baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan. Inilah gambaran hukum di Indonesia yang tidak menghantarkan pada keadilan.
Permasalahannya tidak sekedar menyangkut aparatnya saja. Tapi yang lebih dominan terletak pada sistem peradilanya.