Sejarah Majalah Tempo Gambaran Umum Obyek Penelitian
naungan kelompok Perusahaan Grafiti Pers. Dengan dibantu oleh Gubernur DKI Jakarta waktu itu Ali Sadikin, Tempo mulai memproses persiapan
penerbitan. Baru setelah pemrosesan SIT tahun 1971, Tempo baru bisa terbit pada bulan September. Dengan jumlah halaman untuk pertama kalinya 80
halaman. Pertama kali terbit, Tempo telah mampu menjual sekitar 45.000
eksemplar baik sebagai perkenalan atau dijual bebas. Dan semakin bertambah tahun, akhirnya pada tahun 1977 meningkat menjadi 50.000 eksemplar.
Tempo pertama kali menempati kantor di Jalan Senen Raya 83 Jakarta. Dengan Goenawan Mohammad sebagai pemimpin umum merangkap
pemimpin redaksi. Sedangkan untuk pimpinan perusahaan dipercayakan kepada Harjoko Trisnadi. Meskipun dengan kantor yang sempit, namun tidak
mengahalangi semangat idealisme yang tinggi. Tempo seperti bekerjaran dengan waktu dan belomba dengan penerbitan, khususnya majalah yang telah
ada. Namun dengan segala kelebihan dan kehandalan Goenawan Mohammad yang memang sudah senior dibidangnya, dengan dibantu oleh Bang Ali
Sadikin selaku Gubernur DKI, maka Tempo berani memilih visi dan misi pers menuju pers yang serius yang lebih menonjolkan diri pada politik,
menyuarakan kebenaran lewat ulasan dan kritikan, saran atas keputusan yang diambil oleh penguasa atau masalah-masalah yang sedang actual dn hangat
dibicarakan oleh masyarakat. Nampaknya pilihan ini berdampak cukup serius, sebab baru dua tahun
terbit sudahpernah mendapat teguran dari pemerintah, lewat Departemen
Penerangan. Demikian juga pada tahun-tahun berikutnya, Tempo seakan tidak pernah lepas dari tangan-tangan bayangan kekuasaan yang memang pada saat
itu sedang giat-giatnya melakukan pembangunan politik, dengan berbagai konsekuensinya, termasuk terlalu curiga terhadap siapapun yang dianggap
terlibat dan berpengaruh. Pada tahun 1985, suasana pers nasional mulai menampakkan perubahan
besar, dimana pemerintah mencanangkan semacam upaya penerbitan pers nasional, STT, dan SIT tidak lagi berguna. Ijin penerbitan digantikan fungsinya
dengan SIUPP. Artinya, bahwa Pemerintah pada saat itu memang berupaya untuk mengontrol kehidupan pers.
Perubahan terjadi pada tahun 1987, yang semula Tempo terbit hanya dengan 80 halaman berkembang menjadi 100 halaman. Ini terkait dengan
permintaan yang semakin banyak seiring banyaknya pers sejenis yang mundur akibat iklim politik yang semakin ketat serta persaingan bisnis yang semakin
tajam. Maka Tempo seakan sudah bosan merajai posisinya. Pers sejenis banyak yang gulung tikar akibat lesunya dukungan financial serta dukungan sistem
politik, sehingga banyak kelompok perusahaan pers yang mengundurkan diri. Namun dengan segala kekuatannya Tempo tetap dan berusaha selalu konsisten.
Untuk memperkuat jaringan lembaganya, Tempo membuat kebijakan untuk membagi kekuasaan, dimana semula Pimpinan Umum dipegang
Goenawan Mohammad kemudian digantikan oleh Eric F.H. Samola. Keputusan ini diambil mengingat Eric merupakan tokoh pers nasional yang
diharapkan mempu mendongkrak kepentingan Tempo dalam lembaga pers
nasional. Khususnya Dewan Pers yang semakin hari semakin ketat. Seiring dengan perkembangannya, kemudian Tempo meninggalkan kantornya yang
pengap dan sempit di daerah Senen menuju Jalan Rasuna Said Kav.C 17 Jakarta Pusat yang lebih luas dan representatif serta nyaman bagi staf redaksi
dan wartawan majalah Tempo. Bahkan pada tahun-tahun tersebut, Tempo telah mampu mendirikan Yayasan Tempo yang berfungsi sebagai lembaga control
terutama masalah social sekaligus lembaga kesejahteraan karyawan, disamping beberapa fungsinya dengan salah satu sub lembaganya “Data Tempo” untuk
menjadi sebagai sarana pustaka. Dalam hal ini Yayasan Tempo semakin besar peranannya dengan menjadi suatu lembaga tersendiri yang melayani publik
untuk menampung dan mengelola kepusatakaannya. Perkembangan majalah Tempo sangat pesat kepindahannya ke kantor
yang baru, salah satunya adalah oplah yang semula hanya paling banyak 50.000-75.000 eksemplar berkembang menjadi 100.000-150.000 eksemplar.
Demikian juga dengan staf kepegawaian dan reporternya semakin hari semakin bertambah besar. Hingga Tempo telah diputuskan untuk menjadi perusahaan
mandiri oleh Grafiti Press. Menginjak tahun 1990-an, Tempo semakin dikenal sebagai pers yang
berani sekaligus menjadi standart perkembangan pers serius nasional. Dengan keampuan redaksionalnya dikenal sebagai kelompok orang-orang pintar. Maka
isi Tempo semakin menggigit dan detail serta kritis. Dengan kemampuannya ini, Tempo telah berkali-kali mendapatkan teguran, sampai pada tahun 1991
sempat diancam untuk dicabut SIUPP-nya. Bahkan dalam pilihannya, Tempo
telah menjadi idola pembaca terutama dari kalangan, dibandingkan dengan majalah-majalah politik lainnya.
Dari tahun tersebut, perjalanan majalah Tempo semakin keras pertarungannya dengan system, sebagai konsekuensi sikap kritisnya, hingga
tragedi yang paling menakutkan bagi kalangan pers terjadi pada bulan Juni 1994. SIUPP majalah Tempo dinyatakan “Tidak Berlaku”, yang disiarkan oleh
Televisi Republik Indonesia dalam pada acara Dunia Dalam Berita yang sebelumnya didahului oleh pertanyaan kepala FPGG, Soebrata.
Majalah Tempo yang terbit mingguan member ruang sebanyak 100 halaman. Adapun dalam berbagai liputannya, Tempo membaginya dalam 28
rubrik. Dalam rubrik-rubrik tersebut, pada dasarnya terbagi menjadi beberapa bentuk laporanliputan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bentuk liputan berdasarkan teknik pemberitaanreportase :
1. Rubrik Nasional
2. Rubrik Luar Negeri
3. Rubrik Kriminal
4. Rubrik Pendidikan
5. Rubrik Hukum
6. Rubrik Kesehatan
7. Rubrik Pokok dan Tokoh
8. Rubrik Laporan Utama
9. Rubrik Selingan
10. Rubrik Olah Raga
11. Rubrik Ilmu dan Teknologi
12. Rubrik Indonesiana
13. Rubrik Lingkungan
14. Rubrik Agama
15. Rubrik Ekonomi Bisnis
16. Rubrik Seni
17. Rubrik Obituari
18. Rubrik dari Redaksi
b. Bentuk liputan berdasarkan teknik penulisan :
1. Rubrik Kolom
2. Rubrik Catatan Pinggir
3. Rubrik Kiat
4. Rubrik Buku
5. Rubrik Design
6. Rubrik Televisi
7. Rubrik Info
8. Rubrik Iklan dan Pariwara
9. Rubrik dari pembaca
c. Bentuk liputan berdasarkan teknik penyajian gambarkarikatur,
yakni dalam rubrik opini.